Tuesday, June 05, 2007

Deteksi Dini yang Membuat Panik

REPUBLIKA - Selasa, 05 Juni 2007

Musibah tsunami yang terjadi 26 Desember 2004 lalu masih menjadi trauma bagi Munira, warga Blang Krueng, Kab Aceh Besar. Saat kemarin alat deteksi dini tsunami tiba-tiba berbunyi, trauma itu menjadi dorongan sangat kuat yang membuatnya lari secepat mungkin. Dia tidak banyak berpikir soal harta benda yang ditinggalkanya di rumah.
Sekitar pukul 10.30 WIB, kemarin, alat pendeteksi dini tsunami (Tsunami Early Warning System, TEWS) yang dipasang di kawasan pesisir Pantai Kajhu, Kec Baitussalam, Aceh Besar, itu memang berbunyi selama sekitar 30 menit. Saat itu, Munira sedang memandikan anaknya, M Najiullah (2 tahun). Karena panik, begitu melihat banyak warga yang berlarian menyelamatkan diri, dia pun langsung lari sambil menggendong anaknya.
Saat berlari menyelamatkan diri itulah dia mendapati mobil pengangkut semen yang lewat dan mengangkut banyak orang. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menitipkan Najiullah kepada penumpang mobil tersebut. Dia sendiri tidak mengetahui tujuan mobil itu. Begitu warga tahu bahwa alat deteksi dini itu berbunyi karena kesalahan teknis, situasi pun mulai reda. Saat itulah Munira kebingungan mencari anaknya. Munira bersama suaminya, Jamaluddin, kemudian terus mencari anak mereka di seputaran Masjid Kopelma Darussalam.
Selain M Najiullah, seorang murid TK Permata Sunah Darussalam bernama Muhammad Salim (6) juga hilang saat warga panik mendengar sirene alat deteksi dini tsunami. Kepala TK Permata Sunah, Maisarah, mengatakan saat kepanikan terjadi seluruh murid dikumpulkan. Cuma, sebagian murid yang usianya lebih tua, lebih dulu lari menyelamatkan diri, dan sebagian di antaranya dijemput orang tua masing-masing.
''Kami berlari bersama sekitar 20 murid. Ada sebagian yang naik becak dan ada yang lari sendiri, tapi Muhammad Salim ini tidak terlihat di manapun, kami tidak tahu dia lari ke mana,'' kata Maisarah. Ia bersama sejumlah guru dan murid TK Permata Sunah lari menyelamatkan diri ke Masjid Kopelma Darussalam yang telah dipenuhi warga.
Kepanikan warga akibat kesalahan teknis itu juga membuat sejumlah warga Kota Banda Aceh dilaporkan luka-luka. Salah seorang warga, Cut Azizah (47 tahun), asal barak hunian sementara Tibang Kec Kuta Alam, Banda Aceh, terluka pada kelingking kanannya keseleo dan bahu kanannya luka karena sepeda motor yang dikendarainya tertabrak saat menyelamatkan diri. Akibat tabrakan yang terjadi di sekitar Jl T Nyak Arief tersebut, Cut Azizah dilarikan ke Rumah Sakit Umum Zainal Abidin Banda Aceh untuk mendapatkan perawatan ringan.
Warga lainnya, Amri Rauf (47), asal Lhongbata Banda Aceh juga terluka akibat sepeda motor yang dikendarainya menabrak mobil yang diparkir di sisi jalan sehingga ia mengalami luka sobek di dahi, kepala, dan pipi.
Waktu itu dia panik dan terburu-buru menjemput anaknya di kawasan Ulee Kareng. Dia berharap bisa segera menyelamatkan diri dan anaknya. Namun, kepanikan itu membuatnya hilang konsentrasi dan akhirnya menabrak mobil. Setelah kepanikan warga akibat bunyi sirene di Pantai Kahju mereda, giliran sirene di kawasan Blang Oi, Banda Aceh, berbunyi pada sekitar pukul 14.30 WIB. Bunyi sirene yang terdengar sekitar 15 menit itu pun menimbulkan kepanikan yang sama. Warga berebut lebih dulu menyelamatkan diri.
Sehari kemarin benar-benar menjadi hari yang menakutkan bagi sebagian warga Aceh. Di Kota Banda Aceh dan Kab Aceh Besar, aktivitas perkantoran dan belajar mengajar di sekolah terhenti. Kepala SMU Neger 7 Banda Aceh, Firaisma Alamsyah, mengatakan, dia terkejut mendengar sejumlah murid yang belajar di kelas tiba-tiba panik dan berteriak air laut naik setelah mendapatkan telepon dari keluarganya. Saat itu, dia menginstruksikan sejumlah guru menenangkan muridnya, namun siswa tersebut telanjur panik dan secara spontan mereka berlarian pulang.
Sebagian besar karyawan kantor pemerintah dan swasta di Kota Banda Aceh dan sekitarnya juga pulang kantor sebelum waktunya. Sebagian besar mereka langsung pulang dan menjemput anak-anaknya di sekolah setelah mendengar isu air laut naik. Beberapa saat kemudian memang aparat keamanan menenangkan warga dengan memberi penjelasan lewat pengeras suara. Mereka mengatakan bahwa isu terjadinya tsunami itu tidak benar. Setelah itu, warga pun kembali ke rumah masing-masing.
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) kini menyelidiki penyebab bunyinya alat deteksi dini tsunami meski tidak dipicu gempa. ''Hingga kini belum diketahui pasti penyebabnya, tapi kemungkinan karena kerusakan jaringan. Kita masih lakukan investigasi,'' kata kepala BMG Mata Ie, Aceh Besar, Syahnan. di Banda Aceh, Senin (4/6).
Dia menjelaskan sirene alat deteksi dini tsunami itu menggunakan tenaga listrik yang didukung baterai dengan jaringan GSM serta satelit yang berhubungan dengan seluruh jaringan alat deteksi dini tsunami di Indonesia. Jaringan tersebut terkoneksi ke pusat gempa nasional yang terbagi dalam 10 regional. ''Selama ini pengontrolan bukan pada kita, tapi masih dilakukan Jakarta,'' kata Syahnan. Dia menjelaskan bahwa saat ini Aceh memiliki enam alat deteksi dini tsunami yang telah tersambung langsung dengan jaringan pusat di Jakarta dan Medan.
Sedangkan anggota Tim TEWS dari BPPT, Erzi Agson, mengungkapkan dalam kondisi normal, alat tersebut tidak akan otomatis berbunyi jika tidak ada yang membunyikan. Karena itu, dia pun menduga adanya kesalahan teknis pada alat tersebut sehingga tiba-tiba berbunyi meski tidak dipicu gempa. (ant )

0 comments: