Tuesday, June 05, 2007

Tragedi Pasuruan Layak Maju ke Pengadilan HAM

KORAN TEMPO - Selasa, 05 Juni 2007

Sebanyak 13 tersangka penembakan segera diserahkan ke Oditur Militer.

JAKARTA - Lembaga pemantau perkara kemanusiaan, Imparsial, menilai kasus penembakan terhadap warga Desa Alas Tlogo, Pasuruan, adalah pelanggaran yang layak diajukan ke pengadilan hak asasi manusia. "Ini termasuk kejahatan kemanusiaan," ujar Direktur Eksekutif Imparsial Rachland Nasidiq kemarin.
Ada dua syarat yang membuat sebuah kejadian masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia. Syarat pertama, menurut Rachland, adalah aparat negara sebagai aktor pelaku penembakan secara terencana dan sistematis. "Syarat ini sudah terpenuhi," ujarnya.
Syarat kedua, kata Rachland, menyangkut adanya kesengajaan. Pada saat kejadian, 13 anggota pasukan marinir pelaku penembakan membawa senjata api laras panjang dengan peluru tajam. Artinya, menurut dia, "Kasus ini sudah diprediksi sebelumnya dengan antisipasi yang sudah disiapkan."
Rachland menambahkan, dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia, yang diadili tidak hanya pelaku di lapangan. Atasan langsung yang berada pada garis komando juga harus disidik.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan berpendapat senada. Pengadilan hak asasi manusia layak diterapkan pada kasus Pasuruan. "Kami menemukan indikasi unsur kesengajaan menembaki warga," ujar Sinung, ketua divisi pendampingan hukum dan konflik lembaga itu.
Namun, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Rudi Satrio, berpendapat sebaliknya. Pelanggaran hak asasi manusia, menurut dia, tidak terjadi pada kasus Pasuruan. "Kejadian itu muncul karena spontanitas. Saya tidak melihat ada unsur pembantaian dalam tragedi ini," ujarnya. Karena itu, pengadilan hak asasi manusia yang menerapkan koneksitas--yakni adanya pelanggaran pidana yang dilakukan bersama-sama oleh pihak sipil dan militer--tidak bisa diberlakukan.
Menurut Rudi, sepanjang syarat koneksitas tidak terpenuhi, proses hukum cukup dilakukan di peradilan militer. Dia mengakui banyak kalangan berkeinginan kasus pembunuhan warga sipil diadili di peradilan umum. Tapi keinginan itu baru akan terwujud jika Rancangan Undang-Undang Peradilan Militer kelak disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. Sejauh rancangan tersebut belum rampung, "Maka aturan lama yang dipakai," paparnya.
Sementara itu, tuntutan agar pelaku penembakan terhadap warga Desa Alas Tlogo diadili di pengadilan umum datang dari sejumlah kalangan. Salah satunya disuarakan Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa Abdurrahman Wahid.
Mantan Presiden RI itu meminta 13 prajurit marinir, yang kini ditahan di Markas Polisi Militer TNI Angkatan Laut di Surabaya, diadili di Pengadilan Negeri Pasuruan. "Tidak peduli prosesnya lama. Mau setahun, dua tahun, kita tunggu di pengadilan," ujarnya.
Sejauh ini proses hukum terhadap 13 anggota marinir sudah dimulai. Komandan Polisi Militer Angkatan Laut Pangkalan Utama V Surabaya Kolonel CPM Totok Budi Santoso mengatakan, dalam waktu dekat, berkas perkara pemeriksaan terhadap 13 tersangka penembakan diserahkan kepada Oditur Militer.
Mereka, kata Totok, dijerat dengan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Penghilangan Nyawa Secara Tidak Sengaja dan Pasal 359 tentang Kelalaian yang Menyebabkan Meninggalnya Seseorang. "Untuk melengkapi berkas pemeriksaan, kami memanggil delapan saksi mata," ujar Totok.
Pihaknya juga akan menyerahkan senapan yang dipakai 13 prajurit marinir menembak warga ke Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Jawa Timur. "Kami transparan dan terbuka menerima masukan dari luar," kata Totok.

RADEN RACHMADI KUKUH S WIBOWO

0 comments: