REPUBLIKA - Sabtu, 09 Juni 2007
JAKARTA -- Komandan Korps Marinir (Dankormar) TNI AL, Mayjen Nono Sampono, mengakui setiap tindakan prajurit di lapangan tidak lepas dari kebijakan komando atasannya. Namun dalam insiden penembakan yang menewaskan empat warga Grati, Desa Alas Tlogo, Lekok, Pasuruan, Jawa Timur, 30 Mei lalu itu, Nono menegaskan, tidak ada perintah dari atasan untuk melakukan penembakan.
''Hendaknya kita lihat dengan jernih. Itu tak ada kaitannya dengan komando. Betul-betul prajurit sendirian putuskan (menembak) di lapangan karena terdesak,'' kata Nono, di Bhumi Marinir, Cilandak, Jumat (8/6), menjawab Republika mengenai tudingan adanya tanggung jawab komando dalam insiden sengketa tanah Grati.
Sebelumnya kalangan LSM seperti Kontras, LBH, serta LSM lokal di Pasuruan mendesak agar tak hanya 13 prajurit yang terlibat penembakan itu yang diperiksa, juga para komandan di atasnya. LSM menduga, komandan Marinir/TNI AL mengetahui akan terjadinya insiden karena kekerasan atau intimidasi terhadap warga di bakal lokasi Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) itu sudah berlangsung lama.
Menurut Nono, hal itu harus dibuktikan dulu. Dia sendiri baru saja menjabat sebagai Dankormar mulai 6 Juni lalu, menggantikan Mayjen Syafzen Noerdin yang alih tugas menjabat Irjen TNI AL. ''Silakan dibuktikan ke arah hukum. Nanti kita cek ke bawah,'' ujarnya.
Jangan terburu-buruPanglima TNI, Marsekal Djoko Suyanto, meminta agar tidak terburu-buru mempermasalahkan tanggung jawab komando. ''Jangan sampai ke situ dulu, belum ada kesimpulan apa-apa. Proses hukum masih berjalan,'' kata Djoko usai menemui Panglima Angkatan Bersenjata Australia (ADF), Marsekal Allan Grant (Angus) Houston, di Dephan, kemarin.
Djoko juga menilai temuan LSM dalam kasus Grati belum bisa dijadikan pegangan. ''LSM itu cantolan hukumnya apa? Kecuali kalau laporan itu diserahkan kepada penyidik,'' kata dia. Terkait surat Komnas HAM kepada Panglima TNI untuk izin pemanggilan Mayjen Safzen Noerdin, Djoko menegaskan, dia tidak menolak. Namun dia meminta pemanggilan dilakukan setelah proses hukum kasus Grati selesai. Untuk sementara, Mabes TNI sudah memberikan dokumen laporan kejadian kepada Komnas HAM.
''Setelah proses hukum selesai akan jelas kejadiannya. Kalau belum, nanti KSAL atau Dankormar tak bisa menjelaskan ke Komnas HAM,'' kilah Djoko sambil menjelaskan batas proses hukumnya sampai ada vonis. Ketika dikejar bahwa kemungkinan masih ada proses banding sehingga bisa terlalu lama, Djoko kembali menegaskan, ''Sampai proses hukum selesai.''
Mabes TNI sendiri telah menugaskan tim supervisi yang dipimpin oleh Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD, Mayjen Hendardji Supandji, selaku staf khusus Panglima TNI. Unsur tim ini terdiri berbagai angkatan. Menurut Djoko, ini untuk menjamin netralitas dan menepis keraguan publik bahwa kasus ini akan ditutup-tutupi.
Pada kesempatan terpisah usai mendampingi Presiden Yudhoyono bertemu mantan presiden BJ Habibie di Istana Merdeka, kemarin, Djoko juga menyatakan kesiapan memenuhi undangan Komisi DPR untuk menjelaskan kasus Pasuruan, Rabu (13/6). Bahkan, dia akan mengajak KSAD dan KSAU ke DPR untuk menjelaskan kasus-kasus tanah serupa yang sedang dihadapi Angkatan Darat dan Udara. ''Harus (datang) dipanggil Komisi I. Mereka kan counterpart kita, yang menangani bidang pertahanan,'' tandas Djoko. rto/djo
Saturday, June 09, 2007
'Marinir di Lapangan Bertindak Sendiri'
Posted by RaharjoSugengUtomo at 4:11 PM
Labels: HeadlineNews: Republika
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment