Tuesday, June 12, 2007

G-Rush, Robot Cerdas Indonesia

REPUBLIKA - Selasa, 12 Juni 2007

Ahad (10/6) menjelang sore, Graha ITS kental dalam balutan teknologi. Sejumlah tim dari berbagai perguruan tinggi di Tanah Air menampilkan robot canggihnya dalam Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI). Setiap tim berusaha menunjukkan kebolehan dan kecerdasan robotnya.
Dua robot dari sebuah tim, bergerak cepat di lingkaran lomba. Meski tanpa mata, hanya berupa rakitan bahan aluminium, mereka seperti manusia hidup yang mampu melihat. Begitu lomba dimulai, dengan cekatan satu robot dari masing-masing tim bertabrakan dan berebut untuk menguasai 'pulau'.
Perang strategi pun berbuntut ketatnya persaingan dalam menguasai Pulau Komodo, objek terdalam pada arena lomba. Akibatnya, kedua tim gagal membentuk konfigurasi victory sebagai bentuk dominasi mereka atas lawan. ''Kami sama-sama memasang satu robot penghalang untuk mencegah lawan membentuk victory,'' jelas Firdaus Nurdiansyah, pengontrol robot manual G-Rush.
Pada KRI 2007 peserta diharuskan membuat robot-robot yang mampu memecahkan misteri pada susunan lapangan pertandingan yang berbentuk sarang laba-laba. Tim harus bisa meletakkan objek berbentuk silinder berdiameter sekitar 36 cm yang disebut mutiara (pearl) ke dalam sebuah tonggak yang diandaikan sebuah pulau. Pulau-pulau dinyatakan dikuasai salah satu tim yang bisa menandainya dengan mutiara. Tim yang paling banyak menemukan dan meletakkan mutiara di pulau-pulau ini akan menjadi pemenang.
Robot G-Rush dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS)-ITS ini memborong tiga kategori KRI 2007. G-Rush menjadi juara pertama untuk final KRI setelah menundukkan 'saudaranya', robot Q Numb On (juga dari PENS-ITS) dengan skor telak 8-2. G-Rush menjadi robot pengumpul skor terbanyak dan dinobatkan sebagai robot dengan IT terbaik. G-Rush melaju ke final setelah mengalahkan F4LCON (ITS). Q Numb On mengalahkan L4G3 (Universitas Bhayangkara Surabaya).
G-Rush maupun Q Numb On sejak awal memang diunggulkan dan diprediksi bertemu di final. Kedua tim ini mengandalkan tiga robot otomatis dan satu robot manual yang lincah. Robot manual G-Rush bahkan mampu memutar cakram untuk membalik pearl lawan. Kontes robot ini disaksikan langsung oleh Menkoinfo, Mohammad Nuh; Dirjen Dikti, Satrio Soemantri Brodjonegoro; dan Konsul Jenderal Jepang di Surabaya, Shoji Sato.
Lomba robot ini terbilang berlangsung seru dan menarik. Apalagi, para tim membawa suporter fanatik yang selalu mendukung robotnya yang berlaga. Di antara empat robot otomatis G-Rush yang mengitari lapangan, hanya satu yang mampu memasukkan dua pearl dalam pulau terdalam dan meraih tiga poin. Keberhasilan itulah yang menentukan kemenangan G-Rush atas Q Numb On.
Firdaus mengaku robot otomatis timnya sempat mengalami gangguan. Namun, gangguan itu tak menghalanginya untuk menjadi juara. Begitu bel tanda pertandingan selesai berbunyi, Firdaus langsung menggelar sajadah di tengah lapangan dan sujud syukur. ''Kami jarang mandi dan terkadang lupa makan hanya untuk menyelesaikan robot dengan baik. Robot kami dinamis dan memiliki sensor warna,'' ungkap Aditya Airlangga, anggota tim G-Rush.
Sensor warna itulah yang dipuji Satrio Soemantri Brodjonegoro. Dengan sensor warna tersebut, G-Rush bisa membedakan pearl miliknya dari milik tim lain. ''Mereka memiliki apa yang tidak dimiliki lawan. Itulah yang bagus,'' kata Satrio. Dengan prestasi itu, G-Rush berhak memboyong Piala Sambawana Praminacara. Tim yang beranggotakan lima mahasiswa itu bakal mewakili Indonesia dalam ABU Robocon di Hanoi, Vietnam, 26 Agustus 2007 mendatang. Kontes internasional tersebut diikuti perguruan tinggi se-Asia Pasifik.
Dominasi PENS-ITS sangat terlihat dalam arena ini. Kemenangan G-Rush pun mengukuhkan PENS-ITS sebagai perguruan tinggi yang sembilan kali berturut-turut menjadi juara sejak diadakannya kontes robot di Indonesia, sembilan tahun lalu. Menurut Ketua Dewan Juri KRI-KRCI, Endra Pitowarno, robot-robot KRCI tahun ini mengalami banyak peningkatan. Dengan kualitas serupa, dia yakin robot cerdas Indonesia mampu menembus kontes internasional yang biasanya diselenggarakan di AS.
Prestasi gemilang yang ditorehkan PENS tersebut, disikapi berbeda oleh para peserta dari tim lain. Isu minimnya penguasaan teknologi dan kemudahan memperoleh software serta hardware penyusun robot, dijadikan alasan utama peserta lain, terutama mereka yang berasal dari luar Jawa. Persoalan kemampuan finansial juga menjadi kendala tersendiri mengingat beberapa komponen yang diperlukan supaya robot menjadi terlihat 'sempurna' itu memang tidak murah.
Direktur Politeknik Negeri Padang, Suhendrik Hanwar, misalnya menuturkan, kendati mempunyai semangat mengembangkan teknologi robotik di politekniknya, mahasiswa-mahasiswa Padang kesulitan mendapatkan akses yang mendukung pengembangan bidang studi mekatronika tersebut. Untuk membeli sensor atau micro controller, misalnya, tak jarang anak-anak Padang harus berkelana ke Jawa.
''Di Padang belum ada yang menjual sensor untuk membuat robot ini. Kita harus beli ke Surabaya,'' ungkap dia. Disparitas penguasaan teknologi dan kemudahan akses memperoleh software dan hardware ini menjadi pekerjaan rumah yang serius bagi Dirjen Dikti. Tanpa pembinaan dan pemberian kesempatan yang sama terhadap perguruan-perguruan tinggi lainnya, kontes robot yang akan digelar tahun-tahun mendatang hanya menjadi ajang unjuk kebolehan tim-tim robot dari PENS-ITS. Sementara peserta dari perguruan tinggi-perguruan tinggi lain tak ubahnya seperti penonton yang aktif di arena lomba. n arj/mam/ade

0 comments: