Tuesday, June 12, 2007

Kecil, Harga Migor Turun

REPUBLIKA - Selasa, 12 Juni 2007

Stabilisasi harga minyak goreng hanya membuat titik kesetimbangan baru.

JAKARTA -- Masyarakat yang semula berharap harga minyak goreng (migor) kembali normal, harus kecewa. Sebab, peluang turunnya harga migor --saat ini bertahan di kisaran Rp 8.000-Rp 9.000 per kg-- diperkirakan amat kecil.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian, Kelautan, dan Perikanan, Bayu Krisnamurthi, mengatakan, upaya stabilisasi harga yang dilakukan pemerintah hanya membuat titik kesetimbangan baru yang lebih tinggi dibanding sebelum lonjakan terjadi. Harga minyak sebelum krisis migor saat ini rata-rata Rp 5.300-Rp 5.500/kg.
Kenaikan harga ini, jelas Bayu, tak lepas dari melejitnya harga minyak sawit mentah (CPO). ''Dengan kondisi pasar dunia (komoditas CPO) sekarang, sulit rasanya untuk kembali ke titik itu (harga sebelumnya). Kita harus bisa menerima titik kesetimbangan baru, yaitu Rp 6.800-Rp 7.000 per kg. Itu harus dihitung cermat,'' kata dia di Jakarta, Senin (11/6).
Agar harga migor tidak terus melesat, pemerintah mengambil tiga langkah. Pertama, program stabilisasi harga (PSH). Kedua, domestic market obligation (DMO) untuk para produsen migor. Ketiga, pengenaan pungutan ekspor (PE) bagi eksportir migor. ''Pemerintah telah memberi waktu untuk dilakukan penyesuaian, karena sebagian kondisi CPO ini terkait kebijakan yang lain seperti program biofuel,'' katanya.
Menurut Bayu, dari sekian banyak produsen migor, masih ada empat produsen yang belum memasok migor dalam jumlah yang ditentukan. ''Sanksi bakal dijatuhkan ke produsen yang tidak berkomitmen, tapi kami akan melakukan pendekatan persuasif dulu,'' ujarnya.
Dinaikkannya PE CPO sebesar lima persen, menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Akmaluddin Hasibuan, tak akan mengurangi minat investasi di sektor perkebunan kelapa sawit. ''Para pengusaha tetap dapat untung, karena batas (besaran) PE yang tak menguntungkan itu bila lebih dari 20 persen,'' ujar Akmaluddin.
Dia menyarankan agar hasil pengenaan PE minyak sawit tidak dimasukkan ke pos APBN. Akan lebih berguna bila dana itu dimanfaatkan untuk PSH migor. Kenaikan harga CPO dunia sejak tiga bulan terakhir, ungkap Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Thomas Darmawan, dapat mematikan industri migor yang tak terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit.
''Mereka tak bisa bersaing dengan perusahaan migor yang terintegrasi. Karena itu, saya mendukung sekali kebijakan (penambahan) PE, sehingga industri migor akan hidup lagi.'' Sejumlah produsen makanan, kata Thomas, juga khawatir terjadi distorsi industri yang dipicu oleh peningkatan struktur biaya beberapa produk turunan CPO. Jika harga produk turunan itu pun naik sampai akhir semester pertama, industri pengolahan makanan akan memangkas biaya produksi hingga 20 persen.
''Kenaikan harga migor benar-benar memberatkan industri makanan dan minuman, terutama sektor pengolahan susu, sabun, hingga deterjen, karena kenaikan struktur biaya produksi industri terhadap produk turunan CPO mencapai 8-15 persen,'' jelasnya.
Sekretaris Perusahaan PTPN III, Gusmar Harahap, meminta pemerintah berlaku adil terkait PSH. Akibat diwajibkan menjual CPO ke dalam negeri, pihaknya merugi lebih dari Rp 10 miliar per Mei 2007. ''Pemerintah harus menekan agar produsen CPO swasta melakukan hal serupa.'' evy/dia/nin/juw/rig/san/mus/kie

0 comments: