Wednesday, June 06, 2007

Pertaruhan Nyawa Nelayan Pantura

REPUBLIKA - Rabu, 06 Juni 2007

Deburan ombak yang terbawa angin rob-roban (angin musim timur) mengempas pesisir Desa Dadap, Kec Juntinyuat, Kab Indramayu. Deburan itu telah menjadi denyut kehidupan bagi ribuan nelayan di desa tersebut. Namun, saat gelombang pasang tiba-tiba hadir, deburan ombak itu menjadi pertanda buruk bagi nelayan setempat.
Sebanyak 11 nelayan yang tengah melaut dengan Kapal Motor (KM) Jaya Baru (JB), hilang di tengah luasnya lautan. Saat itu, bersama dua orang nelayan lainnya, 11 nelayan tersebut bermaksud untuk mencari ikan hingga perairan Kalimantan. Tak ada yang mereka harapkan selain dapat meraup rezeki besar bagi keluarga di rumah. Apalagi, sudah lebih dari dua pekan mereka memang tak melaut akibat gelombang tinggi rob-roban.
Karena itu, saat melihat kondisi gelombang laut yang mulai tenang, Kamis (24/5), mereka berangkat berlayar. Namun pada Jumat (25/5), cuaca di tengah laut tiba-tiba berubah, dan KM Jaya Baru yang mereka tumpangi itu terempas gelombang setinggi sekitar empat meter. Kapal dengan ukuran 34 gross ton (GT) tersebut tak kuasa menahan empasan gelombang hingga akhirnya bocor dan tenggelam di perairan sekitar Pulau Biawak, Kab Indramayu.
Dalam kejadian itu, 11 dari 13 nelayan tersebut dinyatakan hilang. Sementara dua orang nelayan lainnya berhasil diselamatkan nelayan asal Kab Subang yang tengah berlayar tidak jauh dari lokasi kejadian pada Sabtu (26/5) malam. Adapun dua orang nelayan yang selamat itu adalah Mulyana (22 tahun) dan Dori (24). Sedangkan 11 nelayan yang hingga kini masih dinyatakan hilang adalah Casudi (33), Tarno (24), Sananto (20), Udi Saidi (21), Romim (36), Daudi (22), Udi Tapo (28), Ujang (29), Muridin (22), Wandi (20), serta nakhoda kapal, Sanaji (38).
Kabar peristiwa tragis itu diterima para keluarga korban dengan hujan air mata, tak terkecuali keluarga sang nakhoda. Istri Sanaji, Ade Anipah (35), hingga kini masih merasa terpukul dan tidak mau ditemui siapa pun. Sepupu Anipah, Imas (22), menjelaskan, saudaranya itu terus mengurung diri di dalam kamar. Anipah masih tak percaya jika ayah dari dua anaknya mengalami musibah tersebut. Begitu pula dengan putra sulung Anipah, Eko Adi Permana (16). Siswa kelas satu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Indramayu itu, bahkan enggan pergi ke sekolah dan lebih memilih hanya melamun seharian di rumah.
''Baru hari ini dia (Eko) mau berangkat ke sekolah lagi,'' kata Imas saat ditemui Republika, Sabtu (2/6). Imas mengungkapkan, Anipah dan kedua anaknya itu pantas merasa kehilangan. Selama ini, Sanaji adalah sosok suami dan ayah yang sangat mencintai keluarga. Setiap kali hendak melaut, apalagi yang memakan waktu hingga berbulan-bulan, Sanaji selalu berpamitan terlebih dulu pada kedua anaknya. Selain itu, Sanaji pun rela bekerja keras agar dapat menyekolahkan kedua anaknya hingga jenjang pendidikan tinggi. Dia tak mengizinkan anak sulungnya melaut untuk membantunya, seperti kebanyakan pemuda lain di desa tersebut.
''Dia (Sanaji) tidak ingin anak-anaknya mengalami nasib seperti dirinya. Karena itu, dia ingin anak-anaknya dapat mengenyam pendidikan yang setinggi-tingginya,'' tutur Imas. Ia menjelaskan, Anipah sebenarnya berharap dapat melanjutkan cita-cita suaminya itu. Namun, Anipah tentu merasa bingung. Sebagai seorang ibu rumah tangga, Anipah selama ini hanya bergantung sepenuhnya kepada Sanaji yang menjadi tulang punggung keluarga. Jangankan untuk membiayai sekolah kedua anaknya, untuk makan sehari-hari bagi dirinya dan anak-anaknya pun, Anipah kini hanya bisa mengharapkan bantuan dari keluarganya.
Rasa kehilangan dan duka mendalam juga dialami keluarga nelayan yang hilang lainnya, Muridin (22). Ayah Muridin, Kasim (50), menerangkan, hingga kini, juga masih tak percaya jika anak bungsu dari enam bersaudara itu hilang di tengah lautan. Setiap hari, dia tak pernah berhenti berdoa agar anaknya itu dapat kembali dalam keadaan selamat. ''Tapi saya pasrah pada Allah. Saya minta agar Muridin diberi yang terbaik,'' tutur Kasim sambil berlinang air mata.
Kasim bercerita, anak yang dibanggakannya itu sangat penurut dan selalu ingin membantu meringankan beban dirinya sebagai orang tua. Karena itu, Muridin rela tidak melanjutkan sekolahnya ke SMP dan kemudian memilih pergi melaut. Semua uang yang diperolehnya dari hasil melaut kemudian dia serahkan kepada ibunya. Harapan dari keluarga untuk menemukan para korban tak henti-hentinya mengiringi upaya pencarian yang dilakukan tim penyelamat gabungan yang dipimpin Badan SAR Nasional (Basarnas). (lis )

0 comments: