Wednesday, June 06, 2007

Presiden Imbau DPR Beresi Urusan Internal

KORAN TEMPO - Rabu, 06 Juni 2007

Interpelasi dianggap sekadar mewakili kepentingan individu.

JAKARTA -- Gemuruh sidang interpelasi di Dewan Perwakilan Rakyat tentang dukungan pemerintah terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa atas sanksi terhadap Iran menuai berbagai tanggapan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri meminta parlemen menerima jawaban pemerintah.
Jawaban atas pertanyaan Dewan, menurut Presiden, memang tidak langsung disampaikan dalam Sidang Paripurna DPR kemarin. "Sesuai hak yang saya miliki dan Tata Tertib DPR, saya menugasi menteri untuk mewakili dan menjawab interpelasi," ujarnya. Penjelasan ini disampaikan Presiden Yudhoyono kemarin dalam konferensi pers di Istana Negara khusus menyikapi jalannya sidang paripurna itu, yang kemudian memutuskan bahwa sidang interpelasi ditunda.
Sebelum konferensi pers digelar, Presiden Yudhoyono mengaku ditelepon oleh Ketua DPR Agung Laksono. Kepada Presiden, Agung mengungkapkan bahwa sidang interpelasi ditunda karena ada persoalan internal di dalam parlemen. Karena itu, "Kita berikan kesempatan kepada DPR untuk menyelesaikannya," kata Presiden.
Menurut Yudhoyono, DPR berkewajiban menerima dan mendengarkan jawaban pemerintah yang sudah disiapkan.
Jawaban pemerintah itu sedianya dibacakan oleh salah satu dari para menteri yang diutus hadir di Senayan. Mereka adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo A.S.; Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa; dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Abu Rizal Bakrie.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, dan Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar juga termasuk dalam tim utusan Presiden.
Presiden Yudhoyono berharap masalah interpelasi soal Iran secepatnya diselesaikan mengingat masih banyak tugas yang harus dibereskan oleh pemerintah dan DPR. "Kita menyadari bahwa politik luar negeri penting, tapi tidak berarti agenda dalam negeri kalah penting."
Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa menjelaskan, dalam sidang paripurna, pemerintah belum sempat menyampaikan jawaban lantaran anggota DPR berbeda pendapat mengenai tata tertib. Perbedaan pendapat inilah yang menyebabkan suasana sidang, yang dihadiri 480 dari 550 anggota parlemen, dipenuhi kekacauan interupsi yang sahut-menyahut. "Pemerintah akan menjawab hak interpelasi jika DPR telah siap," ujarnya.
Pengamat politik Syamsudin Haris menilai penyelesaian kasus Iran tak perlu sampai ke tingkat interpelasi, apalagi sampai ada penundaan sidang paripurna. "Ini masalah kecil yang dibuat menjadi sulit," katanya.
Menurut Syamsudin, banyak masalah penting yang membutuhkan penyelesaian cepat dari pemerintah atau DPR. Dia mencontohkan perkara kemiskinan, pengangguran, dan masalah mutakhir sengketa tanah antara warga dengan institusi militer.
"DPR terkesan hanya menonjolkan fungsi pengawasan, tapi melupakan fungsi legislasi atau membuat undang-undang," ucapnya.
Syamsudin menambahkan, kasus pengayaan uranium untuk nuklir Iran sebenarnya kewenangan PBB. DPR tak perlu menyikapi dengan interpelasi. "Interpelasi sekadar kepentingan individu dan kelompok yang ingin populer serta dianggap prorakyat."
Namun, Syamsudin juga menyarankan sebaiknya Yudhoyono tak takut datang ke parlemen untuk menjelaskan alasan mendukung langkah Dewan Keamanan PBB. "Kebanyakan fraksi di DPR merupakan pendukung pemerintah. Kalau ada voting, tetap pemerintah yang menang," katanya.

SUTARTO PRAMONO
___________________________________________________
Senjata Interpelasi

Dewan Perwakilan Rakyat kemarin "menabrak" aturan yang mereka buat sendiri. Sejumlah anggota DPR mogok sidang dalam rapat paripurna yang membahas interpelasi soal dukungan pemerintah terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menjatuhkan sanksi atas nuklir Iran. Penyebabnya adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak datang di sidang itu. Yudhoyono mengatakan, sesuai dengan Tata Tertib DPR Pasal 174, dia boleh mewakilkan kepada para punggawanya. Tapi sejumlah anggota DPR berkukuh harus Presiden sendiri yang menjawab. Apakah interpelasi dijadikan senjata politik untuk menggoyang Presiden?

"Sesuai dengan hak yang saya miliki dan Tata Tertib DPR RI, saya memiliki hak menugasi menteri atau sejumlah menteri mewakili dan menjawab interpelasi itu." -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

"Rapat harus ditunda sampai pimpinan bisa menghadirkan Presiden."-- Mujammil Yusuf (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera)

"Interpelasi ini tidak bisa diwakilkan sebelum Presiden menjawab langsung interpelasi." -- Yuddy Chrisnandi (Fraksi Partai Golongan Karya)

"Substansi interpelasi tidak bisa dijawab oleh menteri." -- Aryo Bimo (Fraksi PDI Perjuangan):

Enam Menteri ke Interpelasi
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo A.S.
Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Abu Rizal Bakrie
Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata
Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah
Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda
Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar


Interpelasi Bikin Jatuh
Jangan remehkan interpelasi. Meskipun hanya "bertanya", kejatuhan Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenan dimulai dari interpelasi pada Juni 2000. Saat itu DPR mempertanyakan pemecatan Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla dari kabinet. Presiden Abdurrahman Wahid mengirim jawaban tertulis, dibacakan Sekretaris Negara Djohan Effendy, tapi isinya lebih banyak mempertahankan legalitas hak interpelasi.
Interpelasi juga tidak mesti dihadiri presiden. Pada Maret 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirim Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie untuk memberi jawaban soal busung lapar dan flu burung. Saat itu suasana diwarnai insiden dimatikannya semua alat pengeras suara.

NASKAH: SUTARTO ERWIN DARIYANTO

0 comments: