Wednesday, June 06, 2007

Sidang Interpelasi Ditunda

REPUBLIKA - Rabu, 06 Juni 2007

Anggota dewan berbeda tafsir soal tatib DPR.

JAKARTA -- Ketidakhadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam sidang interpelasi untuk mempertanyakan dukungan pemerintah terhadap sanksi Dewan Keamanan PBB kepada Iran, memicu kericuhan, Setelah unsur pimpinan DPR dan fraksi melakukan lobi selama 30 menit, sidang interpelasi akhirnya ditunda pekan depan.
''Suasana persidangan tidak kondusif lagi untuk dilanjutkan, dan ada perbedaan persepsi soal tata tertib (tatib) DPR, pimpinan DPR dan fraksi memutuskan sidang paripurna ditunda untuk dijadwalkan kembali oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPR,'' kata Ketua DPR, Agung Laksono, di Gedung DPR/MPR, Selasa (5/6).
Penundaan sidang ini, tambah Agung, juga diambil untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan segenap unsur fraksi. ''Kami berusaha menghindarkan perbedaan pandangan yang multitafsir atas tatib DPR berkaitan kehadiran Presiden dalam sidang interpelasi.''
Keputusan perlu tidaknya menghadirkan Presiden dalam sidang paripurna berikutnya akan ditentukan melalui kesepakatan semua fraksi. ''Kita lihat saja nanti,'' katanya.
Para anggota DPR terlibat perdebatan alot dalam menafsirkan tatib DPR pasal 174 mengenai kehadiran Presiden. Sejak dibuka pukul 09.15 WIB hingga ditutup pukul 14.00 WIB, sidang paripurna penuh hujan interupsi dan celetukan anggota DPR yang berebut bicara.
Banyak anggota DPR yang tersinggung karena interupsinya dipotong sebelum selesai bicara. Bahkan, lampu di ruang paripurna sempat padam sekitar lima menit. Tak pelak, hal ini memancing komentar sejumlah anggota dewan bahwa sidang interpelasi itu disabotase.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, Effendi Choirie, mengatakan, sidang itu tak ada artinya tanpa kehadiran Presiden. ''DPR bertugas mengawasi kinerja Presiden, sehingga SBY harus memberi jawaban langsung,'' kata Effendi saat menyampaikan interupsi.
Pernyataan serupa juga disampaikan anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi. Pemerintah, menurutnya, harus mengambil preseden yang lebih baik, ketika mantan presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri menghadiri sidang interpelasi. ''Saat ini adalah sidang paripurna, bukan rapat kerja. Karenanya, tak tepat jika menteri yang hadir,'' katanya.
Namun, rekan sefraksi Yuddy dari Komisi II DPR, Ferry Mursyidan Baldan, berpendapat berbeda. Ketika DPR sudah mengirim surat undangan ke pemerintah, DPR harus bersedia menerima kehadiran menteri. ''Interpelasi adalah minta penjelasan Presiden, bukan meminta kehadiran Presiden. Jadi, bisa saja diwakili menteri.''
Berdasarkan tatib DPR, memungkinan Presiden mewakilkan kepada menteri. ''Jika mau marah, marahlah pada tatib,'' kata Ferry. Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, menyesalkan penundaan sidang karena yang dipersoalkan sebagian anggota DPR adalah hal yang tak substansial. ''Apalagi, berdasarkan tatib DPR, Presiden bisa mewakilkan. Artinya, DPR sedang menabrak tatibnya sendiri,'' kata Anas.
Apa yang terjadi, ujar dia, bukan tanda berpolitik untuk rakyat. Melainkan, cenderung politicking untuk tujuan yang kurang jelas. SBY menugaskan tujuh menteri menjelaskan jawaban pemerintah terhadap hak interpelasi DPR. Tujuh menteri itu adalah Menko Polhukam, Widodo AS; Menko Kesra, Aburizal Bakrie; Mensesneg, Hatta Rajasa; Menlu, Nur Hassan Wirajuda; Menhan, Juwono Sudarsono; Mensos, Bachtiar Chamsyah; dan Menkum dan HAM, Andi Mattalatta.
Menlu, Nur Hassan Wirajuda, tak menganggap penundaan sidang itu sebagai bentuk penolakan DPR. ''Kalau keputusannya sudah seperti itu, mau bagaimana lagi,'' ujar Menlu. (eye/wed )

0 comments: