KOMPAS - Selasa, 31 Juli 2007
Banyak Agenda Demokrasi Dalam Negeri Meleset dari Jadwal
Jakarta, Kompas - Posisi Menteri Dalam Negeri seyogianya segera diisi oleh pejabat definitif. Beban yang ditanggung Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS, yang menjabat Menteri Dalam Negeri ad interim, dinilai terlalu berat sehingga kinerjanya dalam mengurusi pemerintahan dalam negeri dikhawatirkan tidak maksimal.
Belum lagi saat ini persiapan perangkat pemilihan umum sudah mulai berjalan dan butuh peran optimal seorang menteri dalam negeri.
Sejumlah anggota Komisi II DPR yang merupakan mitra kerja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) saat dihubungi, Senin (30/7), berpendapat, sudah saatnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memastikan posisi Mendagri yang "lowong" akibat Moh Ma’ruf yang sakit.
Ma’ruf pada akhir Maret 2007 terkena serangan jantung. Saat perombakan kabinet awal Mei 2007, Presiden menjanjikan akan memutuskan mengganti Ma’ruf atau tidak setelah menerima laporan lengkap.
Wakil Ketua Komisi II Priyo Budi Santoso (Fraksi Partai Golkar, Jawa Tengah VII) menekankan, Mendagri adalah salah seorang triumvirat, di samping Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan. "Jangan sampai posisi sepenting itu dibiarkan terlalu lama menggantung," kata Budi.
Posisi Widodo AS sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan sudah "kelebihan beban" karena harus menangani dua pekerjaan besar. "Semakin lama diambangkan, semakin banyak pekerjaan kementerian dalam negeri yang tidak tertangani," ujarnya lebih lanjut.
Anggota Komisi II Agus Purnomo (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, DI Yogyakarta) pun menilai kerja Komisi II terhambat karena pemegang otoritas sesungguhnya di Depdagri berhalangan.
Masalah ini menjadi berlarut-larut karena, diduga, tidak terlepas dari posisi Ma’ruf sebagai pilar tim kampanye Susilo Bambang Yudhoyono sehingga ada unsur sungkan untuk menggantinya.
Mestinya, dengan didasari masukan dokter ahli dan fakta rekam medis, Presiden sudah bisa memutuskan.
Anggota Komisi II Saifullah Ma’shum (Fraksi Kebangkitan Bangsa, Jawa Timur V) menyebutkan, sudah saatnya menagih janji Presiden, yang akan mengevaluasi perkembangan kesehatan Ma’ruf selama tiga bulan.
Sekretaris PDI-P Pramono Anung mengkritik berbagai agenda pelaksanaan demokrasi di dalam negeri banyak yang sudah meleset dari jadwal yang disepakati. PDI-P mendesak Yudhoyono segera mengambil langkah.
Berbagai agenda demokrasi yang harus segera diselesaikan itu, misalnya, pembentukan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang baru, pembahasan empat rancangan undang-undang bidang politik, dan berbagai peraturan pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah menyusul adanya keputusan Mahkamah Konstitusi tentang calon perseorangan. "Seyogianya RUU partai politik, pemilu, dan susduk itu sudah dibahas sejak April lalu dan September nanti sudah selesai. Sekarang ini saya tidak yakin akan selesai November," kata Pramono.
Secara terpisah, peneliti LIPI Syarif Hidayat mengingatkan bahwa Mendagri ad interim sesuai dengan status yang dimiliki hanya merupakan pejabat antara sehingga tidak bisa mengambil kebijakan yang substansial.
Syarif bisa memahami pertimbangan Presiden untuk tidak segera mengganti Ma’ruf. "Memang sepertinya tidak bijaksana mengganti menteri yang sedang sakit, tetapi masalahnya ini untuk kepentingan bangsa," ujarnya.
Pengamatan menunjukkan, setelah empat bulan tanpa Mendagri, Kantor Depdagri semakin sepi saja. Rapat Mendagri bersama dengan pejabat eselon I yang hampir setiap minggu dilaksanakan tidak pernah diselenggarakan di Kantor Depdagri.
Sebagai gantinya, pejabat eselon I Depdagri kerap bergantian datang ke Kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan untuk berkoordinasi dengan Menko Polhukam Widodo AS yang ditunjuk Presiden sebagai Mendagri ad interim.
Keadaan itu menjadikan Kantor Depdagri pun seakan-akan pindah ke Kantor Menko Polhukam. Sebagai Mendagri ad interim, Widodo AS hanya sekali datang ke Depdagri, yaitu ketika pelantikan Sekretaris Jenderal Depdagri Diah Anggraeni dan pejabat eselon I lainnya. (DIK/SUT/SIE)
Tuesday, July 31, 2007
Saatnya Tunjuk Mendagri
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:18 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Pascabanjir: Sejumlah Desa di Luwu dan Morowali Masih Terisolasi
KOMPAS - Selasa, 31 Juli 2007
Makassar, Kompas - Sepekan lebih setelah bencana banjir dan longsor, sejumlah desa di Morowali (Sulawesi Tengah) dan Luwu (Sulawesi Selatan) masih terisolasi. Akibatnya, distribusi bantuan maupun evakuasi warga terhambat karena sulitnya mencapai desa-desa itu.
Bahkan, Senin (30/7), Camat Mamosalata, Morowali, Sulawesi Tengah, Yospit Lagangara, mengaku baru mendapat informasi tentang adanya enam desa di wilayahnya yang terisolasi. Keenam desa itu adalah Desa Binanga Bingo, Lijo, Uetakatu, Parangisi, Sea, dan Menyoe.
Menurut Yospit, saat ini 1.867 warga di enam desa tersebut sudah mulai kelaparan karena kehabisan persediaan makanan sejak beberapa hari lalu. Mereka kesulitan mendapatkan makanan dari Desa Tanasampu, ibu kota Mamosalata, karena jauhnya perjalanan, yaitu 21-28 kilometer.
Selain itu, kata Yospit, transportasi darat menuju enam desa yang bertetangga itu juga lumpuh total karena jalan terputus di 12 titik dan tertutup material longsoran. Jika sebelumnya jalan menuju desa-desa itu dapat dilalui dengan kendaraan roda dua, saat ini jalan itu harus dilalui dengan berjalan kaki selama 10 jam. "Satu-satunya cara mendistribusikan bantuan ke enam desa hanya dengan helikopter," kata Yospit.
Adapun di Luwu, dua desa di Kecamatan Larompong dan sejumlah dusun ataupun desa di Kecamatan Salubua masih terisolasi.
"Jalan menuju Desa Bukit Sutra dan Rante Alang hingga kini masih tertutup material longsoran," kata Camat Larompong A Syamsu.
Padahal, lanjut Syamsu, di Rante Alang masih ada 1.500 keluarga dan di Bukit Sutra terdapat 300 keluarga yang belum bisa dievakuasi keluar desa. Dari desa terdekat, sebenarnya kedua desa ini jaraknya sekitar 6,5 kilometer. Namun, banyaknya longsoran mengakibatkan distribusi bantuan ke desa ini terhambat dan berjalan lambat. Warga dan petugas yang membawa bantuan harus memikul bahan-bahan makanan dan obat-obatan menuju dua desa tersebut.
Selain membawa bantuan, tim juga harus mengevakuasi satu per satu warga menuju desa terdekat, seperti Desa Komba dan Desa Binturu. Saat ini 208 warga mengungsi di Desa Komba dan di Binturu ada 976 pengungsi.
Di Suli Barat, sejumlah dusun maupun desa juga masih terisolasi akibat jalan dan jembatan menuju desa atau dusun tersebut putus. Bahkan di Dusun Dan’dai Desa Salu Bua, Kecamatan Suli Barat, beberapa warga juga masih terisolasi. (rei/REN)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:17 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Terasing: Sekolah Satu Guru, Satu Murid...
KOMPAS - Selasa, 31 Juli 2007
ahmad arif
Charles Faidiban (53) tak pernah bermimpi menjadi kepala sekolah sekaligus guru yang hanya memiliki satu murid. Namun, saat ditugaskan di Kepulauan Mapia, Charles harus mengalaminya. Menjelang masa pensiunnya sebagai guru, Charles terasing dari murid-muridnya, di pulau terluar yang sepi pula.
Pada awalnya, tak ada keraguan di hati Charles begitu menerima surat tugas untuk mengajar anak-anak di Kepulauan Mapia, salah satu gugus pulau kecil terluar Indonesia yang mengapung di Samudra Pasifik.
Sungguhpun pada awalnya ia tak pernah mengenal kepulauan yang berbatasan dengan Republik Palau, negara kecil yang baru saja menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia.
"Saya ditugaskan merintis pendidikan di Mapia, yang belum memiliki sekolah ataupun guru," kata lelaki dari Desa Kajase, Kecamatan Biak Timur, Kabupaten Supiori, Papua, yang sudah menjadi guru selama 31 tahun.
Begitu menerima surat keputusan penempatannya pada 20 Maret 2007, Charles segera berkemas. Istrinya, Selina Arwakon (53), dan anak bungsunya, Elimas (16), kemudian diajaknya menumpang kapal perintis yang hendak mengantar bantuan beras untuk rakyat miskin (raskin) dari Supiori ke Mapia.
Jika cuaca baik, kapal perintis ini biasa menyinggahi Mapia sebulan sekali. Kapal inilah yang menghubungkan Mapia dengan dunia luar, selain kapal-kapal pedagang kopra dari Bugis.
Charles dan keluarganya terombang-ambing di atas kapal selama dua hari, sebelum akhirnya sampai di Mapia. Tak ada sambutan istimewa saat Charles menginjakkan kaki pertama kali di sana, sebagai kepala sekolah sekaligus satu-satunya guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kecil Mapia, Distrik Supiori Barat, Kabupaten Supiori.
Sekolah itu dibangun di Pulau Brass (dihuni 36 KK), satu dari lima pulau di gugus Kepulauan Mapia. Penduduk Mapia lainnya tinggal di Pulau Pegun (13 KK).
Sedangkan tiga pulau lainnya, yaitu Brass Kecil, Fanildo, dan Fanildo Kecil, tanpa penghuni. Semua penduduk tetap di Mapia, bekerja membuat kopra dan membuat ikan asin, yang kemudian diambil oleh pedagang-pedagang dari Bugis, sebulan hingga tiga bulan sekali.
Charles awalnya optimistis, ketika menemukan bangunan sekolah baru yang terdiri dari tiga ruang kelas dari tembok dan satu ruang kantor. Rumah dinasnya, tepat di samping sekolah, juga dirasakan sudah memadai.
Dengan cepat, Charles dan keluarganya belajar menyesuaikan diri dengan kerasnya alam Mapia. Mereka pun terbiasa bergegas menyiapkan ember dan segala barang yang bisa digunakan untuk menampung air hujan sebagai air minum. Sesekali menenggak air sumur yang payau juga tak lagi jadi masalah.
Tiadanya listrik tak lagi membuat jengkel Elimas, yang biasa menonton televisi. Anak bungsunya yang tak bisa bicara sejak lahir itu pun menemukan permainan baru dengan mencari ketam kenari ataupun ikan di pantai.
Istrinya juga telah mahir mengolah sukun, sebagai makanan utama di Mapia, ketika kapal perintis yang membawa beras jatah dan raskin dari kabupaten, yang seharusnya datang tiap bulan, terlambat datang hingga berbulan-bulan lamanya.
Gaji dan tunjangan Charles sebesar Rp 2,9 juta tak banyak terpakai untuk hidup sehari-hari di Mapia. Sebagian besar uangnya pun dikirim ke putri keduanya, Matelda Faidiban (24), yang kuliah kedokteran di Universitas Hasanuddin Makassar.
Putri tertuanya, Maria Fadiban (30), sudah menjadi tanggung jawab suaminya. "Sejauh ini kami bisa bertahan hidup dengan layak. Sesuatu yang pantas disyukuri," kata Charles.
Masa depan Mapia
Memang, bukan keterasingan hidup di Mapia yang membuat Charles resah, melainkan ia gundah akan masa depan sekolahnya.
"Jauh-jauh ke Mapia, saya hanya menemukan lima anak yang mau belajar. Anak-anak Mapia lainnya kebanyakan ikut orangtua mereka berpindah-pindah ke daerah lain. Sebagian telanjur disekolahkan orangtuanya ke kota di Biak karena selama ini tak ada sekolah di Mapia," kata Charles.
Apalagi, selang satu bulan setelah kedatangan Charles, empat siswanya kemudian pergi. Dua muridnya pindah ke Tanimbar, Tual, dan dua lainnya pindah ke Biak. Dengan demikian, hanya tersisa Alen (6), yang menjadi satu-satunya murid.
"Kabarnya, bulan Agustus depan, Alen juga akan ikut orangtuanya ke Biak," kata Charles yang sebelum kepindahannya ke Mapia sudah tiga kali menjadi kepala sekolah di tempat lain, yaitu di SDN Awai (Biak Timur), SD Pendidikan Kristen Arion (Biak Timur), dan SDN Porisa (Supriori Selatan).
Kini hari-hari Charles pun menjadi sepi. Alen, yang sebentar lagi pindah, hanya datang ke sekolah dua atau tiga kali dalam seminggu. Selebihnya, Charles hanya duduk-duduk di kantor sekolah. Jika Alen datang, di ruang ini juga, barulah dia mengajar.
"Alen sudah mulai bisa membaca, sayang jika dia dibawa pergi juga. Tapi, mau apa, saya tak bisa mencegah satu-satunya murid untuk pergi," Charles berkata pelan.
Karena tak terpakai, tiga ruang kelas sekolahnya kini dimanfaatkan oleh para Marinir, yang ditugaskan di Mapia sejak 1 Maret 2007. Sebelumnya, para Marinir ini tinggal di Pulau Fanildo, tetapi malaria menyergap mereka. Hampir semuanya terjangkit malaria ganas sehingga kemudian pasukan baru yang menggantikan memilih tinggal berdampingan dengan penduduk di Brass.
"Saya sudah meminta kepada warga di sini agar membawa kembali ke sini anak-anak mereka yang disekolahkan di Biak. Saya hanya tak ingin sekolah yang dibangun di Mapia ini menjadi sia-sia, karena sekolah ini sebenarnya adalah masa depan Mapia," kata Charles.
Potret sekolah tanpa murid di Mapia adalah sekelumit problem yang melingkupi pemberdayaan pulau-pulau terluar di Indonesia.
Namun, Direktur Pemberdayaan Pulau Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Alex SW Retraubun mengatakan, kehadiran penduduk di pulau kecil terluar justru sangat penting untuk mengukuhkan kedaulatan negara.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:16 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Calon Independen Vs Stabilitas Politik
KOMPAS - Selasa, 31 Juli 2007
Melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi No 5/PUU-V/2007, akhirnya perjuangan masyarakat berhasil mendapatkan calon independen tanpa harus memohon-mohon dukungan partai politik. Keputusan tersebut sangat melegakan mengingat praktik politik pemilihan kepala daerah selama ini, dengan peran partai politik diibaratkan sekadar broker yang memperdagangkan kekuasaan politik.
Akibatnya, martabat partai rontok di mata masyarakat. Munculnya kandidat independen diharapkan mendorong kehadiran calon-calon pemimpin yang lebih mempunyai kepekaan dan komitmen pada kesulitan hidup masyarakat.
Bagi partai politik, calon independen harus dilihat sebagai tantangan bagi peningkatan kualitas kader dan konsolidasi organisasi. Partai politik tidak perlu terlalu khawatir calon independen akan menggerogoti ranah kewenangannya bila parpol melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya.
Tidak mudah bagi calon independen memenangi persaingan pemilihan kepala daerah karena mereka harus melawan mesin dan struktur politik yang sudah mapan. Namun, sebaliknya, kalau partai politik sekadar menjadi medan perebutan kekuasaan para elitenya, kandidat parpol dengan mudah akan tersisihkan.
Hal itu antara lain dapat dilihat pada hasil pilkada di Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam pilkada yang dilakukan secara serentak pada tanggal 11 Desember 2006, calon independen memenangi kursi gubernur dan delapan bupati/wali kota.
Oleh karena itu, DPR diharapkan segera membuat regulasi agar proses keikutsertaan kandidat independen dalam pilkada bisa segera dilaksanakan. Kekosongan hukum akan membuat keresahan daerah-daerah yang beberapa bulan ke depan akan menyelenggarakan pilkada.
Persoalan serius
Namun, persoalan lebih serius yang harus dicermati adalah stabilitas politik lokal. Struktur kekuasaan di daerah yang mirip dengan struktur kekuasaan di level nasional rentan terhadap konflik yang berkepanjangan antara eksekutif dan parlemen.
Hal itu disebabkan tidak ada jaminan terjadinya dukungan politik yang simetris antara kepala daerah dan DPRD. Oleh karena itu, menjelang penyusunan RUU Politik, debat publik tentang electoral threshold (ambang batas) mengenai eksistensi partai politik cukup memanas. Wacana tersebut bertujuan agar RUU politik dapat merumuskan regulasi yang dapat menghasilkan tiga variabel yang sulit dikombinasikan, yaitu (1) sistem presidensial yang kuat dan efektif, (2) sistem multipartai, serta (3) jaminan stabilitas politik.
Di tengah upaya membangun konstruksi kekuasaan dan kelembagaan yang tidak mudah tersebut, munculnya kandidat independen akan menambah besar kemungkinan ancaman kemacetan pemerintah daerah karena tanpa dukungan partai politik di parlemen tingkat lokal, kepala daerah terlalu mudah dijadikan bulan-bulanan anggota DPRD. Meski sejumlah kalangan menyatakan hal itu tidak perlu terlalu dirisaukan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya mencegah krisis politik di daerah. Jalan keluar yang paling konstitusional adalah menegaskan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah dewasa ini dilakukan dalam skema negara kesatuan, sebagaimana dinyatakan dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Berarti, besaran (magnitude) kewenangan daerah berasal dan ditentukan oleh pusat. Konsekuensinya, bila diperlukan, pemerintah pusat dapat menarik kembali kewenangan yang diberikan kepada daerah. Oleh karena itu, kalau UU No 32/2004 akan direvisi, sebaiknya disertai pula regulasi yang menegaskan bahwa kalau terjadi kemacetan pemerintahan di daerah, pemerintah pusat mempunyai kewenangan mengambil tindakan agar pemerintahan dapat berjalan kembali.
Dengan demikian, revisi UU No 32/2004 tidak sekadar memberikan peluang bagi calon independen, tetapi juga memberikan pasal yang dapat mencegah deadlock yang mengakibatkan pemerintahan daerah tidak berlangsung.
Dalam mengantisipasi krisis, pemerintah mungkin dapat mengambil pelajaran negara India. Meskipun bentuk negara India adalah kuasi federal, bila terjadi krisis pemerintahan di negara bagian (state), presiden mempunyai kewenangan diskresi, melalui Pasal 356 Konstitusi, membubarkan parlemen di negara bagian dan memecat gubernur.
Namun, kewenangan tersebut dilakukan melalui persyaratan yang sangat ketat. Pertama, diskresi harus merupakan jalan terakhir setelah segala upaya sebelumnya tidak dapat mengatasi masalah tersebut. Kedua, presiden harus mendapatkan persetujuan kedua parlemen dan benar-benar memerhatikan laporan gubernur. Ketiga, dapat dilakukan uji materi kepada Mahkamah Agung atas pernyataan presiden bahwa situasi dalam keadaan darurat. Bilamana Mahkamah Agung menolak, gubernur dan lembaga perwakilan di daerah (state) dapat berfungsi kembali.
Pengaturan yang rumit itu untuk mencegah agar presiden tidak sembarangan atau menyalahgunakan kewenangan yang kontroversial itu.
Pandangan ini kiranya sangat berharga untuk dijadikan konsiderasi dalam menyusun regulasi yang komprehensif. Dengan demikian, munculnya calon independen tidak saja semakin membuka peluang tumbuhnya demokrasi, tetapi juga merupakan momentum untuk mewujudkan kehidupan politik yang stabil, pemerintahan yang efektif, serta sistem kepartaian yang multipartai.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:15 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Kekuasaan Birahi
KOMPAS - Selasa, 31 Juli 2007
Iklan ini rutin dimuat di koran nasional Amerika Serikat, termasuk The Washington Post: "Pamela Martin & Associates, Satu Kali Bayar, Tak Ada Biaya Tambahan. Melayani Seluruh Washington, Tersedia 7 Hari Setiap Pekan".
Di bawah ada rincian. "Pamela Martin (PM) jasa pendamping profesional dengan tingkat kelarisan 65-75 persen. Staf berusia 23 tahun ke atas dengan pendidikan minimal dua tahun di universitas. Tarif 275 dollar AS per 90 menit".
Iklan normal itu tiba-tiba menggemparkan Amerika Serikat (AS). Pasalnya, Deputi Menlu Randall Tobias (65) mundur dari jabatannya 27 April lalu atau sehari setelah mengaku jadi pelanggan pendamping PM.
"Saya beberapa kali menyewa pendamping PM, termasuk yang berasal dari Amerika Latin, untuk datang ke apartemen. Cuma pijat, tak ada seks," kilah Tobias.
Tobias mengaku karena pengadilan memeriksa bos PM, Jeane Palfrey yang didakwa karena melakukan praktik prostitusi. Palfrey dijuluki "Mami DC" (DC Madam) yang menyimpan ribuan nomor telepon pelanggan—termasuk politisi—di Washington DC.
Mami DC berencana memanggil sejumlah politisi bersaksi di pengadilan. Selain Tobias, Senator David Vitter dan peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Harlan Ullman juga "mengaku dosa".
Media memuat ribuan komentar konyol rakyat yang mengejek sikap hipokrit Partai Republik yang sering terlibat skandal belakangan ini. Menurut ABC News, skandal Mami DC ini yang ke-25 yang melibatkan tokoh Partai Republik selama era Presiden George W Bush.
Presiden IMF Paul Wolfowitz mundur karena menaikkan gaji pacarnya yang sekantor, Shaha Riza. Arsitek invasi ke Irak itu berkampanye, IMF ogah meminjamkan utang untuk rezim yang korup, tetapi kayak kerbau dicokok hidungnya oleh Riza.
Mantan Ketua DPR Newt Gingrich mengaku selingkuh saat mensponsori pemakzulan Presiden Bill Clinton yang pacaran dengan Monica Lewinsky. Anggota DPR Mark Foley mundur karena ketahuan naksir staf muda yang juga lelaki yang bekerja di Kongres.
Pendeta Ted Haggard yang ultrakanan dipecat dari gereja Protestan karena praktik homoseksual dan memakai narkoba. Wartawan top Bill O’Reilly yang gemar bicara soal moral terbukti melecehkan perempuan di kantornya, stasiun teve Fox.
Nah, Tobias juga Direktur Bantuan Asing/Administrator US Agency for International Development (USAID). Ia pernah jadi Dubes Dana Darurat Presiden Urusan Bantuan AIDS.
"Tak heran ia sewa pendamping Amerika Latin yang miskin yang butuh bantuan asing, kata pembaca". "Sebagai pejabat urusan AIDS ia jangan lupa pakai kondom saat dipijat staf Mami DC," tulis pembaca lain.
Ullman pakar doktrin serangan shock and awe (kejut dan ganas) ke Irak. "Kini saya mengerti doktrin kejut dan ganas setelah dipraktikkan langsung oleh ahlinya."
Banyak orang dekat Bush yang kena skandal. Pelobi kesayangan dia, Jack Abramoff, dihukum 5 tahun 10 bulan karena skandal suap dan korupsi.
Bush dua pekan lalu memberikan grasi untuk bekas tangan kanan Wapres Dick Cheney, Lewis Libby, yang dihukum penjara. Ia mengungkap identitas agen CIA, Valerie Wilson, yang kritis terhadap Bush.
Jaksa Agung Alberto Gonzales memecat sembilan jaksa anti-Bush. Cheney tak mau diperiksa polisi setelah secara tak sengaja menembak temannya sampai luka berat.
Jangankan soal seks, korupsi, atau menembak teman, Bush juga berbohong tentang senjata pemusnah massal di Irak. Pekan lalu Bush masih bilang teroris Al Qaeda masih berkeliaran sehingga pasukan AS tetap dibutuhkan.
Irak ibarat meja makan yang bersih, Bush datang bawa makanan basi yang mengundang lalat-lalat hijau. Ia bilang, "Jangan takut, saya usir lalat-lalat itu."
Itulah bahayanya jika rezim hidup dari kebohongan. Saking sering berbohong, rezim tak tahu lagi mana fakta, mana fiksi.
Rakyat bosan dengar cerita dikarang-karang. Namun, rakyat senang cerita ala check and recheck yang "seru, seram, dan menegangkan".
Wah, Anu ketahuan selingkuh, ada filmnya di handphone. Wuih, Badu ternyata poligami.
Hari ini Clinton ngomong, "Saya tak pernah berhubungan seks dengan perempuan itu". Beberapa hari kemudian, "Ya, saya terlibat asmara dengan Nona Lewinsky".
Guyon terlucu di AS berjudul "Enam Presiden". Alkisah, keenam presiden itu ada di kapal yang mau karam.
Presiden Gerald Ford yang peragu bertanya, "Apa yang harus kita lakukan?" Presiden George HW Bush yang ketika menjadi pilot berhari-hari bertahan di laut ganas setelah pesawat tempurnya ditembak Jepang menyergah, "Turunkan sekoci!"
Presiden Ronald Reagan si pelupa menimpali, "Sekoci itu apa sih?" Presiden Jimmy Carter, demokrat yang feminis, bilang, "Kita berikan kesempatan pertama untuk perempuan."
Presiden Richard Nixon, konservatif tulen yang tak pernah menghormati hak-hak perempuan, membentak, "Ah, buat apa mengistimewakan mereka!" Clinton menukas, "Apakah masih ada waktu untuk merayu?"
Guyon tentang Presiden RI? BK senang perempuan, Sht punya empat perempuan (istri dan tiga putrinya), BJH kalau ngomong kayak perempuan, GD doyan dikelilingi anak-anaknya yang perempuan semua, dan MS perempuan beranak Puan.
Pepatah mengatakan, "Kekuasaan merupakan obat perangsang birahi yang paling manjur, khususnya bagi mereka yang berkuasa. Seperti obat, ia juga memiliki akibat sampingan, seperti arogansi, hilangnya daya ingat, dan sikap pandir".
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:13 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Minta Perpu Dipercepat
KOMPAS - Selasa, 31 Juli 2007
Situasi Saat Ini Darurat Hukum untuk Calon Perseorangan
Palembang, Kompas - Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Selatan meminta peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengatur pencalonan perseorangan pada pemilihan kepala daerah atau pilkada segera diterbitkan. Itu karena sepanjang tahun 2008 di Sumsel akan digelar sembilan pilkada.
Pilkada Kota Lubuk Linggau akan dilaksanakan Maret 2008. Jika belum ada pengaturan calon perseorangan, pilkada itu dikhawatirkan akan diwarnai permasalahan karena ada hak warga yang tidak terpenuhi.
Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumsel Maramis, Senin (30/7) di Palembang, ia mendorong pemerintah mengeluarkan perpu karena lebih mudah dibuat dan dicabut.
Selain di Sumsel, tuntutan adanya calon perseorangan muncul dalam proses pilkada di Sulawesi Selatan dan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. KPU setempat menolak calon perseorangan karena belum ada aturannya.
"Sebaiknya perpu siap awal tahun 2008," kata Maramis. Menurut dia, revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah akan memakan waktu lama karena dilakukan DPR. Padahal, DPR adalah perwujudan parpol sehingga patut dipertanyakan kemauannya untuk merevisi UU.
"Situasi saat ini mengambang. Ini adalah situasi darurat hukum. Artinya, harus segera diambil tindakan untuk mengisi kekosongan hukum agar hak warga negara terpenuhi," ujar Maramis.
Maramis mengakui, tanpa perpu, KPU tidak berani membuat aturan tentang calon perseorangan. KPU tak memiliki kewenangan menjabarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Di Jakarta, ratusan orang yang tergabung dalam Komisi Nasional Pilkada Independen, Senin, mendatangi Departemen Dalam Negeri. Mereka meminta pemerintah segera mengeluarkan aturan tentang calon perseorangan.
Wakil Ketua Komisi Nasional Pilkada Independen Muchlis Abdullah mengingatkan bahwa pemerintah harus segera membuat perpu. "Jika pilkada tetap dilanjutkan dan calon independen tidak masuk, pemerintah melanggar konstitusi," katanya.
Menurut Kepala Bagian Penanganan Pengaduan Depdagri M Sinaga, pemerintah hingga kini belum menerima putusan MK secara resmi. Oleh karena itu, putusan soal calon perseorangan belum bisa dipelajari.
Secara terpisah, Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Ferry Mursyidan Baldan mengharapkan pertemuan konsultasi antara pemerintah, KPU, dan DPR bisa segera dilakukan untuk membahas pencalonan perseorangan dalam pilkada itu. (WAD/SIE/DIK)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:12 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Monday, July 30, 2007
Kemenangan Sarat Makna
KOMPAS - Senin, 30 Juli 2007
Irak Kampiun Baru Persepakbolaan Asia
jakarta, kompas - Tim Irak mencatat kemenangan sarat makna dalam laga final Piala Asia 2007 di Stadion Gelora Bung Karno, Minggu (29/7) malam. Salah satu makna penting kesuksesan Irak adalah bahwa kebersamaan, -dan bukan perpecahan-, menjadi kunci pencapaian prestasi puncak.
Gol striker dan kapten Irak Younis Mahmoud pada menit ke-71 meruntuhkan harapan Arab Saudi merebut gelar juara keempat kalinya di Asia. Younis, striker klub Al Gharafa (Qatar) itu menanduk bola tendangan sudut gelandang Hawar Mulla Mohammed. Bola yang melayang dari sisi kanan kotak penalti ke sebelah kiri gawang, tak terjangkau kiper muda Yasser Al Mosailem.
Kemenangan Irak seiring dengan dukungan sebagian besar penonton yang hadir di stadion kepada tim Negeri 1001 Malam. Sejak kick off, teriakan "Irak..Irak..Irak" beberapa kali membahana. Di salah satu tribun sejumlah suporter Irak membentangkan poster "Peace for Iraq" (Perdamaian untuk Irak).
Younis Mahmoud menyatakan, kemenangan ini dipersembahkan kepada rakyat Irak yang sedang menderita karena perang. "Ada seorang ibu yang anaknya tewas karena bom mengatakan, ingin mempersembahkan anaknya itu sebagai korban demi kemenangan tim Irak. Mulai saat itulah, kami lebih termotivasi memenangi turnamen ini," katanya.
Secara khusus, Younis juga mengungkapkan agar kemenangan tersebut bisa membawa kebahagiaan dan kedamaian di Irak. "Saat kami bergembira, rakyat kami sedang menderita di rumah. Seharusnya Amerika tidak pernah datang ke Irak," ujarnya dengan emosional.
Harapan kedamaian di Irak juga diungkapkan gelandang Nashat Akram. "Kesuksesan ini pesan untuk rakyat Irak, bahwa kami yang berbeda (aliran) saja bisa bersatu. Saya berharap ini membawa perdamaian dan keselamatan di Irak", ujar pemain terbaik laga final ini.
Laga babak pertama berlangsung keras dengan banyak benturan badan (body charge) pemain kedua tim. Tak heran, wasit Mark Alexander Shield (Australia) mengeluarkan lima kartu kuning sebelum turun minum.
Baru pada babak kedua terjadi adu taktik yang sesungguhnya, dengan Irak lebih mendominasi. Setelah Saudi menggebrak lewat tendangan Taisir Al Jassam yang ditepis kiper Noor Sabri, serangan ke pertahanan lawan lebih sering dilakukan Irak. Tim asuhan Jorvan Vieira punya peluang emas pada menit ke-62 lewat dua tendangan beruntun, masing-masing oleh Younis dan Nashat Akram. Namun, keduanya tak berbuah gol karena bola dihalau Al Mosailem. Serangan beruntun Irak membuahkan gol oleh Younis, yang tak mampu disamakan Arab Saudi hingga laga usai.
"Pesta" tembakan
Seperti perayaan saat tim Irak menundukkan Australia, juga ketika mereka lolos ke perempat final, semifinal dan final; ibu kota Irak, Bagdad, pada Minggu malam juga riuh oleh "pesta" tembakan ke udara. Hujan tembakan ini sekaligus mengukuhkan sikap warga Irak, termasuk aparat keamanan setempat, soal gaya mereka yang khas dalam merayakan gelar juara Asia pertama kali itu. Itu tetap terjadi meski pemerintah Irak telah melarang perayaan dengan tembakan.
Seperti dilaporkan kantor berita AFP, tentara, polisi dan warga sipil bersenjata, berbaur dengan ribuan warga lain di Bagdad, turun ke jalan-jalan raya pada Minggu malam, beberapa saat setelah laga final usai. Para pria bersenjata itu menembakkan senjata ke udara, dan sebagian lain ke Sungai Tigris yang melintasi kota Bagdad.
Getir
Perjalanan tim Irak tampil di Piala Asia 2007 harus dilalui penuh kegetiran. Mereka harus berlatih di Amman, Yordania, karena Irak tidak memberikan tempat aman untuk berlatih. Pelatih Akram Salman, yang memoles tim Irak di awal kualifikasi, sempat diancam akan dibunuh.
Tak ada satu pun pemain Irak yang tak terimbas perang. Banyak kerabat atau sahabat pemain Irak tewas akibat konflik di negeri sarat konflik itu. Sebelum turnamen dimulai, saudara tiri kiper Noor Sabri, dan kerabat Nashat Akram tewas. Dua hari sebelum melawan Vietnam di penyisihan, Hawar Mulla Mohammed juga kehilangan ibu angkatnya.
Bukan itu saja, Pelatih Jorvan Vieira hanya memiliki waktu dua bulan untuk menyiapkan tim. Di awal latihan, hanya enam pemain yang hadir karena klub-klub di Bagdad enggan melepas pemain. Para pemain yang membela klub-klub negara Arab, juga tak boleh masuk Irak. Problem lain Vieira, ia harus memoles skuad yang diperkuat pemain dari berbagai kepentinagan yang bertikai: Sunni, Syiah, dan Kurdi.
Kegembiraan Younis dan kawan-kawan makin berlipat setelah Irak memperoleh bonus tambahan 50.000 dolar Amerika Serikat (Rp 456,87 miliar) dari Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC), atas biaya perjalanan mereka yang lebih tinggi daripada tim lain. Salah satunya karena mereka lebih sulit berkumpul gara-gara kondisi negara.
Bonus tersebut menambah bantuan subsidi perjalanan AFC sebesar 40.000 dolar AS (Rp 365,5 miliar) untuk tiap-tiap tim peserta putaran final Piala Asia. “Kami memberi subsidi 40.000 dolar AS sebagai bantuan perjalanan dari negara mereka ke lokasi pertandingan. Tetapi Irak, tentu tidak bisa bermarkas di negaranya karena harus pergi ke berbagai tempat", kata Presiden AFC Mohamed bin Hammam. (RAY/BIL/SAM/ADP)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:31 AM 1 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Calon Perseorangan: Depdagri Minta KPUD Tidak Buat Ketentuan
KOMPAS - Senin, 30 Juli 2007
Jakarta, Kompas - Departemen Dalam Negeri meminta Komisi Pemilihan Umum Daerah atau KPUD tidak membuat ketentuan mengenai calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah sebelum pertemuan pemerintah dengan DPR dan KPU. Pertemuan itu untuk membahas ketentuan yang paling baik, terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan calon perseorangan ikut dalam pemilihan kepala daerah.
Minggu (29/7) di Jakarta, Kepala Pusat Penerangan Depdagri Saut Situmorang menegaskan, KPUD tidak berwenang membuat aturan tentang calon perseorangan dalam pilkada karena aturan pilkada dimuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. "UU dibuat pemerintah dan DPR. Sebelum putusan MK dijabarkan pembuat UU, sulit untuk dilaksanakan," katanya.
Saut belum memastikan waktu pertemuan pemerintah, DPR, dan KPU akan dilakukan. Namun, ia mengingatkan, implikasi keterlibatan calon perseorangan dalam pilkada sangatlah luas.
Sebenarnya ada tiga alternatif yang bisa dipilih untuk mengatur pencalonan perseorangan pada pilkada. Pertama, revisi UU Pemerintahan Daerah. Kedua, Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang- undang (perpu). Ketiga, MK berpendapat KPU berwenang mengeluarkan peraturan syarat dukungan bagi calon perseorangan untuk menghindari kekosongan hukum. Namun, hingga kini aturan itu belum ada sehingga sejumlah daerah yang segera menggelar pilkada pun kebingungan.
Mantan Ketua Panitia Khusus RUU Penyelenggara Pemilu Saifullah Ma’shum mengingatkan, putusan MK secara politis dapat tidak berjalan efektif karena disandera DPR atau pemerintah. Apalagi, KPU juga enggan mendahului DPR.
Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Ferry Mursyidan Baldan menyarankan Presiden dan DPR segera menggelar rapat konsultasi untuk menindaklanjuti putusan MK. Dengan begitu, segera bisa diatasi kesan kegamangan politik dan sekaligus teratasi pula bagaimana meletakkan putusan MK dalam format politik.
"Saya mengusulkan dilakukan revisi terbatas terhadap UU No 32/2004," kata Ferry.
Sebaliknya, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari, Sabtu, berpendapat memang lebih baik jika Presiden, DPR, dan KPU bertemu dahulu. Namun, kesepakatannya pasti lama, sebab DPR tidak tunggal. Lebih memungkinkan KPU membuat aturan lebih dulu, kemudian disusul DPR dan Presiden dengan merevisi UU Pemerintahan Daerah.
Akil Mochtar dari Golkar juga mengingatkan, pengaturan pencalonan perseorangan harus dilakukan secepatnya. Jika tidak, bisa muncul konflik di daerah yang akan menggelar pilkada.
Irwan Muin dari Koalisi untuk Pemberdayaan Masyarakat Sipil Sulawesi Selatan mengingatkan, UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, memungkinkan KPUD mengatur penyelenggaraan pilkada.
(SIE/DIK/SUT/WHO/MDN/MZW/VIN)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:30 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
ANALISIS EKONOMI: Kasus Nike: Limbung di Tengah Deru Globalisasi
KOMPAS - Senin, 30 Juli 2007
FAISAL BASRI
Data resmi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik atau BPS menunjukkan terjadi penurunan terus-menerus angka pengangguran terbuka, dari 11,2 persen pada Mei 2005 menjadi 10,4 persen pada Februari 2006, dan 10,3 persen pada Agustus 2006. Penurunan terus berlanjut hingga mencapai satu digit (9,8 persen) pada Februari 2006.
Sekalipun telah menunjukkan penurunan yang cukup konsisten, dalam konteks Indonesia yang tingkat pendapatan per kapitanya masih rendah, tetap saja angka pengangguran sebesar 9,75 persen tergolong relatif sangat tinggi. Apalagi mengingat sistem jaminan sosial yang kita miliki masih jauh dari memadai.
Kita pun masih patut prihatin mengingat bahwa sebagian besar penduduk yang bekerja ternyata menyemut di sektor informal. Jumlahnya justru mengalami peningkatan, dari 66,3 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 67,9 juta jiwa atau hampir 70 persen dari seluruh penduduk yang bekerja pada tahun 2007.
Rendahnya kualitas kondisi ketenagakerjaan kita tercermin pula dari jumlah yang bekerja tidak penuh atau separuh menganggur (under employment). Diperkirakan jumlah mereka mencapai tiga kali lipat dari yang sama sekali tak memiliki pekerjaan. Dengan demikian, jumlah keseluruhan penganggur terbuka dan separuh penganggur mencapai hampir 40 persen dari keseluruhan angkatan kerja.
Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa sektor pertanian masih saja menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja. Meskipun peranan sektor pertanian di dalam produk domestik bruto (PDB) hanya tinggal sekitar 13 persen dalam lima tahun terakhir, peranannya sebagai penyerap tenaga kerja tak kunjung mengalami penurunan berarti. Pada tahun 2007, sebanyak 44 persen dari keseluruhan penduduk yang memiliki status bekerja memadati sektor pertanian.
Kasus Nike
Bertolak dari kenyataan bahwa lebih dari 80 persen pekerja adalah tamatan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) ke bawah, keberadaan industri manufaktur padat karya sangat menjadi andalan untuk menyerap mayoritas tenaga kerja. Industri manufaktur berperan pula sebagai lokomotif untuk memperbesar lapisan pekerja formal sehingga kian banyak tenaga kerja yang memperoleh perlindungan kerja, serta hak-hak normatif pekerja. Dengan demikian, diharapkan kualitas hidup keluarga Indonesia bertambah baik.
Oleh karena itu, tatkala muncul berita dua pabrik sepatu terancam tutup karena tak akan lagi menerima pesanan dari prinsipal asing pemegang merek dagang Nike, kita semua patut prihatin. Para pengambil keputusan seharusnya satu kata dan tindakan untuk melindungi kepentingan pekerja sebagai kelompok yang paling lemah.
Tidak benar kalau kasus ini sekadar persoalan pemilik pabrik dengan para pekerjanya semata. Pemerintah harus berperan untuk meningkatkan daya tawar pekerja dan investor domestik menghadapi prinsipal asing. Bukankah keberadaan prinsipal asing bukan sekadar pemberi order, melainkan juga ikut menentukan hampir segala aspek, mulai dari pengadaan bahan baku (jenis, vendor, dan harganya), proses produksi, hingga akhir proses distribusi ke tingkat pengecer.
Kita tak hendak mencampuri sengketa antara prinsipal asing dan pemilik pabrik. Yang harus menjadi kepedulian kita bersama, terutama pemerintah, ialah bagaimana kepentingan pekerja terlindungi dengan mendesak para pihak menempuh proses transisi yang lebih mulus.
Jika kasus Nike ini ditangani secara serampangan sehingga menimbulkan kesan sedemikian mudahnya memutus order dan hubungan kerja, maka tak tertutup kemungkinan akan muncul gelombang yang lebih besar pada industri sepatu dan industri-industri padat karya lainnya.
Pelajaran berharga
Prinsipal asing pada dasarnya adalah kapitalis tulen. Mereka selalu akan memaksimalkan laba. Karena menghadapi persaingan yang makin ketat, pilihan logis mereka adalah mencari kos produksi yang paling rendah. Mereka membandingkan para pemilik pabrik di suatu negara dengan pabrik di luar negeri.
Pengalaman di Indonesia menunjukkan sudah banyak pabrik sepatu yang gulung tikar. Yang tersisa praktis adalah pabrik besar yang kebanyakan dimiliki pemodal asing.
Pabrik-pabrik berskala "tanggung" sulit menjadi besar karena mau tak mau harus menghadapi peningkatan kos tenaga kerja. Pabrik yang telah beroperasi belasan tahun yang selalu menyesuaikan gaji pekerjanya dan tak melakukan pemutusan hubungan kerja niscaya akan digilas oleh pabrik-pabrik besar yang kurang peduli terhadap peningkatan kesejahteraan pekerjanya.
Jika kos produksi di suatu negara kian hari semakin mahal, otomatis para prinsipal asing akan memindahkan ordernya ke pabrik-parik di negara lain yang menawarkan kos lebih murah.
Seperti itulah tampaknya hukum globalisasi bekerja. Tinggal bagaimana kita bersikap. Kini tiba momentum bagi kita untuk berbenah. Para pengusaha domestik yang sudah belasan tahun menggeluti industri sepatu dan industri padat karya lainnya paling tidak telah menguasai teknologi untuk menghasilkan produk-produk berkualitas. Sudah saatnya pengusaha domestik mengembangkan merek sendiri untuk memanfaatkan pasar dalam negeri yang cukup besar, dengan kualitas yang setara dengan merek terkenal, tetapi dengan harga yang lebih murah.
Dengan ditopang oleh kemampuan desain dan pengembangan jaringan pemasaran bersama, tak tertutup kemungkinan produk-produk kita bisa pula menembus pasar dunia. Setidaknya dimulai dari negara-negara berkembang di Afrika dan Asia.
Ada dua faktor yang menjadi kunci keberhasilan. Pertama, pemerintah mendukung sepenuhnya kegiatan riset dan pengembangan agar pengusaha-pengusaha Indonesia selalu melahirkan invensi dan inovasi berkelanjutan. Sementara itu, para investor asing didorong membangun pusat-pusat pengembangan produk di sini. Tentu diperlukan insentif untuk memacu kegiatan seperti itu.
Kedua, pemerintah harus memiliki kebijakan industrial yang jelas, terutama bagaimana mengharmoniskan berbagai kebijakan setiap departemen sehingga satu sama lain saling dukung, bukan saling "jegal". Kebijakan ekspor dan impor kulit, misalnya, menjadi salah satu kendala yang membuat industri sepatu kesulitan bahan baku.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:29 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Kebakaran Pasar Turi: Masih Bisakah "Panen" di Bulan Puasa...
KOMPAS - Senin, 30 Juli 2007
Setelah dua hari api melumat Pasar Turi Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (28/7), bau asap masih menyesakkan dada. Di halaman sebelah timur pasar, Edy (43) duduk menanti datangnya truk untuk mengangkut barang-barang dagangannya yang berhasil dia selamatkan.
Di depannya berkarung- karung pakaian sekolah, pakaian Muslim, dan pakaian anak-anak tertumpuk begitu saja. Sambil memakai topi petugas satpam, entah dari mana mereka dapatkan, sejumlah pegawainya, lelaki dan perempuan, berusaha bercanda. Sesaat kemudian, Edy berpaling, menatap kosong ke para pedagang lain yang masih sibuk menyelamatkan barang dagangan.
Sejak api membakar Pasar Turi Kamis (26/7), sudah lebih dari 10 kali truk yang disewa Edy bolak-balik dari Pasar Turi ke rumahnya di Jalan Sampurno. "Ini barang-barang yang terakhir. Selebihnya sudah saya ungsikan ke rumah," katanya.
Tiba-tiba angin bertiup kencang dan membawa asap dari dalam pasar. Edy pun kembali menutup hidung dan mulutnya dengan masker kain berwarna biru. Masker itu bersama karyawan toko telah menemaninya berjuang menembus pekat dan baunya asap, sambil terus menggendong berkarung-karung pakaian turun dari lantai tiga.
Sudah hampir 20 tahun Edy membuka toko Pelajar di lantai tiga sisi timur. Pusat kebakaran terjadi di Pasar Turi Baru sisi barat dan merembet hingga pertokoan Ramayana, yang menghubungkan Pasar Turi Baru dengan Pasar Turi Lama. Toko Pelajar sebenarnya tidak habis terbakar, tetapi nyaris tak bisa ditempati lagi.
Edy tak habis pikir, mengapa musibah itu terjadi menjelang bulan puasa, masa ketika keuntungannya bisa naik sedikitnya 30 persen, terutama dari pakaian Muslim.
Sebenarnya, Pemerintah Kota Surabaya berjanji menyediakan tempat berjualan sementara di sekitar Pasar Turi. Tempat itu dibangun agar para pedagang tetap dapat "panen" di bulan puasa. "Tapi apa orang mau pergi ke tempat penjualan sementara itu? Mungkin mereka lebih memilih tempat lain," ujarnya.
Beberapa saat kemudian, truk yang ditunggu Edy datang untuk mengangkut barang-barangnya.
Pedagang lain, Mujiadi (52), pemilik toko Rachmad Baru, di lantai tiga pun begitu bingung. Kebakaran terjadi ketika ia tengah bersiap menyambut "panen". Dua hari lalu ia baru saja menambah stok berupa enam karung barang atau 42 kodi sandal untuk menghadapi kenaikan permintaan barang menjelang bulan puasa. "Kami belum tahu mau melakukan apa. Bingung," ujarnya.
Ketika terjadi kebakaran, ia bersama keluarga tidak mampu menyelamatkan semua aset di kiosnya. Padahal, stok yang baru masuk itu belum dibayarnya. Ditambah stok lama, ia memperkirakan kerugian Rp 150 juta, dari barang saja. "Sekarang mau kulak saja kami belum ada modal," tambah Mujiadi.
Seperti di pusat-pusat grosir lainnya, omzet pedagang di Pasar Turi biasanya naik drastis tiga bulan menjelang hari raya. Untuk sandal saja, satu pedagang bisa menjual 30 kodi. Padahal, pada hari biasa pedagang hanya menjual 10-15 kodi.
Permintaan dari luar Jawa malah lebih fantastis. "Dalam seminggu kami mengirim lebih dari 100 kodi. Paling banyak ke Gorontalo," kata suami Lilik ini.
Karena masih bingung memikirkan persediaan barang dan modal untuk kulakan lagi, hingga kemarin Lilik dan juga banyak pedagang lain belum menghubungi pelanggannya untuk memberi tahu tempat para pelanggan bisa berbelanja.
"Pembeli biasanya langsung ke Pasar Turi. Mereka bisa mendapatkan semua yang diinginkan. Kalau kami (hanya) jualan di rumah, belum tentu mereka mau datang," kata Mujiadi.
Karena itu, Mujiadi dan para pedagang lain berharap segera ada lokasi baru untuk berjualan. Tentu saja mereka berharap lokasinya tetap di kawasan Pasar Turi yang sudah menjadi ikon pusat grosir di Jawa Timur dan Indonesia bagian timur. "Tetapi kalau semua mau masuk sana, jelas tidak cukup. Entahlah, kami bingung," ujar Mujiadi.
Pemasok di ujung bangkrut
Terbakarnya Pasar Turi sesungguhnya adalah petaka bagi banyak pengusaha. Kebakaran itu menjadi malapetaka banyak pelaku usaha kecil dan menengah yang berasal dari sentra-sentra industri di Jawa Timur. Banyak industri kecil menggantungkan pemasaran produk mereka di Pasar Turi, baik untuk dijual di Jawa Timur, Jawa, atau bahkan sampai kawasan Indonesia timur.
Sebut saja para perajin tas perempuan di kawasan Gresik Gadukan Baru Surabaya, sentra batik Tanjung Bumi di Bangkalan Madura, dan pusat bordir yang dikenal dengan Bang Kodir atau Bangil Kota Bordir.
Belum lagi kawasan yang sudah sangat dikenal sebagai pusat industri tas dan koper di Tanggulangin, Sidoarjo, serta sentra sepatu Wedoro. Beban perajin di Sidoarjo kini makin berat karena dampak luberan lumpur Lapindo pun belum hilang.
"Masalahnya Pasar Turi bukan sekadar tempat memasarkan produk perajin, tapi juga menjadi tempat belanja bahan baku mereka," ungkap Mujiadi.
Anggota Koperasi Industri Tas dan Koper Tanggulangin Sidoarjo (Intako) juga amat kebingungan. Sebab, sedikitnya 50 perajin memasarkan produk mereka di Pasar Turi.
Itu belum termasuk perajin yang tidak tergabung dalam Koperasi Intako, yang biasanya menjalin kerja sama langsung dengan pedagang di Pasar Turi. "Sekarang semua praktis terhenti," ungkap Ketua I Koperasi Intako HM Khozin.
Hasan, salah seorang perajin sandal di Wedoro, mengatakan, semua sandal yang diproduksinya selalu dikirim ke Pasar Turi. Setiap minggu ia mengirimkan 100-150 kodi atau 2.000-3.000 pasang. "Kemarin saja saya sudah menyiapkan 100 kodi. Entah ke mana saya akan menjual," katanya. Padahal, biaya produksi untuk 100 kodi ini mencapai Rp 8 juta. Ia tidak membayangkan kalau sampai seminggu, sebulan, atau bahkan setahun Pasar Turi tak beroperasi.
Rp 75 miliar per hari
Pasar Turi memang sentra grosir untuk Jawa Timur sampai Indonesia timur. Menurut catatan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jatim, Pasar Turi bahkan menjadi pemasok barang ke negara-negara di Afrika juga.
Setiap hari, kata pakar statistik dari Institut Teknologi Sepuluh November Kresnayana Yahya, transaksi yang terjadi Rp 3 juta-Rp 15 juta per pedagang. Kalau di Pasar Turi ada 5.000 kios, maka omzet hariannya diperkirakan Rp 75 miliar.
Saat menjelang Lebaran, transaksi per pedagang bahkan bisa mencapai Rp 3 miliar-Rp 5 miliar per hari.
Dari hasil sensus ekonomi, sedikitnya ada 1.500 industri kecil, menengah bahkan besar memasok barang ke Pasar Turi. Sedangkan pekerja yang menggantungkan hidup di Pasar Turi mencapai 10.000. Dan, sekarang mereka nyaris kehilangan gantungan hidup itu...
(BEE/ULE/APA)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:27 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Yudhoyono Laporkan Zaenal ke Polda Metro
KOMPAS - Senin, 30 Juli 2007
Bukti Akan Diserahkan ke DPR, DPD, MPR, dan MK
Jakarta, Kompas - Presiden didampingi Ny Ani Yudhoyono, sebagai warga negara, datang ke Kepolisian Daerah Metro Jaya, Minggu (29/7). Diterima Bripda Ayu Trisnawati di ruang Sentra Pelayanan Kepolisian, Yudhoyono melaporkan dugaan pencemaran nama baik oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Zaenal Ma’arif.
"Demi kebenaran, keadilan, dan tegaknya hukum di negeri ini, dan agar tidak terjadi berbagai tindakan fitnah dan pembunuhan karakter kepada pihak lain, saya resmi mengadukan masalah ini secara hukum," ujar Yudhoyono seusai melapor.
Yudhoyono ke Polda Metro Jaya menumpang sedan kepresidenan dengan nomor polisi B 1905 BS. Ia memakai baju batik lengan panjang berwarna merah bata senada dengan pakaian Ny Ani Yudhoyono. Dalam sedan hitam itu, selain sopir, ada ajudan dengan pakaian dinas militer.
Soal alasannya mengadukan Zaenal ke Polda Metro Jaya, Yudhoyono menyatakan, "Dengan pernyataan yang disiarkan berbagai media massa dan menjadi bahan pembicaraan di mana-mana, sungguh itu mencemarkan nama baik saya, kehormatan dan harga diri saya dan keluarga." Pencemaran nama baik oleh Zaenal, seperti diringkaskan Yudhoyono, adalah pernyataan ia sudah menikah sebelum masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) tahun 1970.
Meski datang sebagai warga negara, Yudhoyono disambut langsung Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Adang Firman. Saat pulang, enam polisi muda berbaris rapi dan hormat kepada Yudhoyono. "Tidak ada perlakuan khusus. Saya baru dengar rencana laporan ini sore. Kebetulan saya berjaga-jaga untuk pengamanan Piala Asia, jadi siaga," ujar Adang.
Yudhoyono juga menegaskan, "Saya harus ikuti aturan main dan ketentuan hukum apabila seorang warga negara mendapatkan masalah. Saya tak menggunakan perangkat negara, seperti Jaksa Agung dan Kepala Polri. Biarkan saya datang sendiri."
Yudhoyono tidak ingin banyak orang di negeri ini jadi korban fitnah dan berita yang tidak benar karena tidak berdaya dan tidak tahu harus ke mana melapor dan takut akan biayanya yang mahal. Yudhoyono menyebut langkah hukumnya sebagai gerakan moral untuk menjadi contoh mereka yang dicemarkan nama baiknya.
Adang menuturkan, Zaenal diduga melanggar Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Polisi akan menangani kasus itu secepatnya. Sabtu malam, Partai Demokrat juga melaporkan Zaenal ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan menghina kepala negara.
Kuasa hukum Partai Demokrat, M Farhat Abbas, menjelaskan, pernyataan Zaenal memenuhi ketentuan penghinaan kepada kepala negara, kejahatan terhadap martabat presiden, penghinaan, dan/atau perbuatan tidak menyenangkan.
Tidak gentar
Terhadap langkah Yudhoyono dan Partai Demokrat itu, Zaenal mengaku tidak gentar. Ia tetap akan membawa data dan bukti yang dimilikinya ke DPR, DPD, MPR, dan Mahkamah Konstitusi (MK). "Pengesahan presiden terpilih, kan, oleh MK," kata Zaenal, Minggu.
Zaenal mengakui, sebagai warga negara yang baik, ia siap menjalani pemeriksaan. "Presiden sudah memberikan contoh yang baik, jadi biasa dong, saya juga akan datang bila dipanggil," katanya.
Di Bandung, Jawa Barat, Minggu, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid meminta Zaenal mengakhiri tindakannya dan meminta maaf kepada Presiden Yudhoyono. Akan lebih bermanfaat jika kasus itu diselesaikan secara kekeluargaan. (INU/WIN/SIE/MHF)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:25 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Bus Hantam Dua Mobil, Delapan Tewas
KOMPAS - Senin, 30 Juli 2007
Subang, Kompas - Delapan penumpang tewas seketika akibat kecelakaan beruntun di jalur utama Bandung-Subang, tepatnya di Desa Cijambe, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (29/7) sekitar pukul 15.30. Kecelakaan itu melibatkan bus pariwisata, angkutan umum, dan mobil pribadi.
Semua korban tewas adalah penumpang Feroza B 8901 BZ. Tujuh korban beralamat di Kelurahan Sukamelang, Kecamatan Subang, yakni Nyonya Engkay (37) dan suaminya Ir Mursalim, Irvan (25), Cerli (3), Ajeng (14), Lajuardi (9), serta Fahriza (4). Satu korban lainnya, Nyonya Ai (15), adalah warga Kecamatan Tanjungsiang, Subang, yang juga pembantu keluarga tersebut.
Dua korban lainnya adalah Idat Hidayat (35), sopir bus warga Sugutamu, Kelurahan Baktijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, serta Dair (25), kondektur bus. Mereka mengalami luka berat dan dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Subang.
Ratna, salah satu petugas jaga Unit Gawat Darurat RSUD Subang, mengatakan, lima penumpang bus sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi mereka sudah diperbolehkan pulang.
Menurut Ade (40), saksi mata warga Kampung Cijambe, Desa Cijambe, bus pariwisata Fajar Transport bernomor polisi B 7061 WB yang datang dari arah Bandung menabrak dua kendaraan yang datang dari arah Subang. Setelah menabrak angkutan umum T 1960 HP jurusan Subang-Jalancagak, bus kemudian menghantam Feroza.
"Angkot terlempar keluar jalan dan masuk ke kolam, sedangkan Feroza terseret ke kiri jalan dan tergencet badan bus," tutur Ade.
Rumah milik pasangan Ganjar (50)-Cicih (49) yang berada lebih rendah dibandingkan dengan jalan tertimpa bus dan Feroza, tetapi rumah itu kosong karena sedang direnovasi.
Dair, kondektur bus, memperkirakan rem bus yang dikemudikan Idat blong. Karena itu, bus meluncur kencang di jalan menurun dan berkelok-kelok di sekitar lokasi tersebut.
"Kondisi jalan menikung tajam setelah menabrak angkot sehingga Feroza tertabrak dan terseret ke kiri jalan," ujarnya. (MKN)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:22 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Saturday, July 28, 2007
Revisi UU Harus Jadi Prioritas Pemerintah Akan Temui DPR
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
Jakarta, Kompas - Dibukanya peluang calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah berpotensi memicu sengketa dan konflik horizontal. Karena itu, Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah harus jadi prioritas, bahkan harus lebih diprioritaskan ketimbang pembahasan rancangan undang-undang paket bidang politik.
"Potensi konfliknya luar biasa. Salah satu calon yang kalah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) bisa menggugat karena, misalnya dalam Pilkada DKI Jakarta, calon perseorangan belum diberi kesempatan," ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia, Maswadi Rauf, pada "Diskusi Dialektika Demokrasi" di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat (27/7).
Untuk mencegah konflik dan menghindari kekosongan hukum yang terlalu lama, kata Maswadi, DPR harus membahas revisi UU No 32/2004 dengan cepat. Jangan lebih dari satu bulan, apalagi yang diubah hanya dua pasal. "Kalau DPR mau, satu minggu pun bisa selesai," ucapnya.
Aturan lebih teknis dan rinci bisa dalam peraturan pemerintah (PP) yang juga harus diselesaikan segera. Pemerintah juga perlu membuat penegasan, selama calon perseorangan belum diatur, pilkada berjalan seperti biasa.
Di Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa mengatakan, untuk tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka peluang adanya calon perseorangan dalam pilkada, pemerintah akan membahasnya dengan DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Saya sudah berjumpa dengan Ketua MK Jimly Asshiddiqie. Dari dua agenda yang kami bicarakan, satu di antaranya adalah tentang putusan MK. Posisi pemerintah sangat jelas, kami tidak dalam kapasitas untuk menolak putusan itu karena diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945," kata Hatta.
Keberanian Presiden
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR Lukman Hakim Saifuddin tak habis pikir dengan putusan MK itu. Sebab, katanya, MK tak memberi tenggang waktu bagi pembuat UU untuk merevisi UU, seperti saat memutuskan dalam soal Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR Mahfudz Siddiq menambahkan, revisi UU No 32/ 2004 lebih baik dilakukan melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Jika melalui mekanisme revisi UU, ia memperkirakan hal itu memakan waktu sekitar satu tahun.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan tidak setuju pengaturan calon perseorangan itu melalui perpu karena tidak ada sesuatu yang bersifat memaksa dan mendesak.
Namun, di sela-sela peringatan Hari Lahir Ke-9 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, Jumat, Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB Muhaimin Iskandar menilai persoalan calon perseorangan dalam pilkada akan memicu konflik dan persoalan baru di daerah kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak segera mengeluarkan perpu untuk memfasilitasinya.
"Calon independen harus ditindaklanjuti dengan perpu karena tuntutan yang muncul nanti dalam pilkada di beberapa daerah akan menciptakan suatu kondisi (kegentingan) memaksa. Tetapi, kalau Presiden enggak berani, ya, terpaksa menunggu revisi UU," ujar Muhaimin.
Keberadaan perpu terkait calon independen mendesak. Namun, Muhaimin mengakui pula, ketentuan soal penentuan hal ihwal kegentingan memaksa untuk prasyarat melahirkan perpu itu tetap ada di tangan Presiden.
Seperti diberitakan, masa jabatan Gubernur Maluku Utara berakhir 25 November 2007. Proses pilkada saat ini berlangsung dengan tanpa calon perseorangan. Sejumlah kalangan menghendaki adanya calon perseorangan, seperti juga dalam pilkada di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang digelar 9 September mendatang. Namun, KPU Maluku Utara dan KPU Cilacap menutup peluang calon perseorangan itu.
KPU bertanggung jawab
Di Jakarta, Jumat, ahli hukum tata negara A Irmanputra Sidin mengingatkan, KPU adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menindaklanjuti putusan MK. Putusan MK jelas menegaskan KPU bisa menjembatani pengaturan calon perseorangan dalam pilkada itu dengan mengacu pada UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Jika KPU mau, peraturan KPU bisa dibuat cepat dan dapat langsung diimplementasikan tanpa harus menunggu revisi UU Pemerintahan Daerah atau penerbitan perpu. "Jangan diarahkan ke Istana (Presiden) atau Senayan (DPR), tetapi ke Imam Bonjol (KPU Pusat)," ungkap Irmanputra, yang juga asisten hakim konstitusi itu, dalam diskusi di Gedung DPD, Jakarta.
Mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan UU tentang Penyelenggara Pemilu Saifullah Ma’shum berpendapat, dalam konteks tindak lanjut putusan MK, lembaga paling berkompeten membuat aturan adalah KPU. Perpu bisa saja ditolak DPR. Karena itu, KPU harus didorong untuk mengambil peran membuat aturan tersebut.
Namun, baik Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti maupun anggota KPU Valina Singka Subekti berpendapat, pengaturan persyaratan calon perseorangan dalam pilkada adalah substansi UU sebagaimana pengaturan calon dari partai politik atau gabungan parpol. KPU adalah pelaksana UU dan peraturan KPU dibuat dalam rangka implementasi UU.
KTP menyulitkan
Ketua KPU Sumatera Utara Ilham Buana menilai, meski putusan MK menyebut KPU bisa mengambil kewenangan mengatur calon perseorangan dalam pilkada, jika pemerintah lamban, KPU pasti berpikir dua kali untuk melakukannya. KPU lebih baik menunggu pemerintah.
Ilham juga memperkirakan calon perseorangan di Sumut akan bermunculan. Dalam diskusi beberapa saat lalu muncul wacana agar syarat calon perseorangan sama dengan calon dari partai, yakni 15 persen dari suara yang sah dalam pemilu. Kalau ini dilakukan, calon perseorangan dan KPU bakal kerepotan mencari dan memverifikasi dukungan yang berupa fotokopi kartu tanda penduduk (KTP). "Itu usulan tak rasional," katanya.
Merujuk pilkada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang mewajibkan calon perseorangan memiliki dukungan minimal tiga persen dari jumlah penduduk, di Sumut setiap calon perseorangan akan membawa sekitar 350.000 lembar fotokopi KTP, dengan asumsi 8,2 juta pemilih. Proses verifikasinya sangat merepotkan. (SUT/DIK/DWA/OSD/WSI)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:42 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Musibah: Pasar Turi Habis Dimangsa Api
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
Surabaya, Kompas - Api yang membakar Pasar Turi hingga Jumat (27/7) malam belum bisa dipadamkan. Api yang mulai berkobar sejak Kamis pukul 08.30 itu terus menjalar ke toko-toko di sebelah barat Pasar Turi. Api membakar sebagian besar pertokoan Ramayana.
Api merambat ke pertokoan Ramayana hari Jumat sekitar pukul 01.00. Pertokoan itu menghubungkan Pasar Turi Baru di sisi timur dan Pasar Turi Lama di sisi barat. Sekitar pukul 02.00, api sudah membakar Lantai 3 Ramayana. Hampir semua toko di Lantai 1, 2, dan 3 Pasar Turi Baru sisi barat musnah dilalap api.
Para pedagang berjuang menyelamatkan dagangan mereka. Petugas pemadam kebakaran menerjunkan 44 mobil pemadam yang datang bergantian.
Hari Jumat delapan petugas Laboratorium Forensik Mabes Polri Cabang Surabaya mulai mengorientasi lokasi kebakaran. Kepala Laboratorium Forensik Mabes Polri Cabang Surabaya Komisaris Besar Bambang Wahyu Suprapto mengatakan, identifikasi penyebab kebakaran dan alur menjalarnya api baru bisa dilakukan ketika api padam.
Hingga pukul 17.00 posko bencana kebakaran di Kantor Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya, yang dekat dengan Pasar Turi, mencatat ada 1.944 kios terbakar. Ketua Himpunan Pedagang Pasar Turi Joko Sujiono mengatakan, kerugian ditaksir ratusan miliar, dengan asumsi satu kios minimal rugi Rp 50 juta.
"Kalau minimalnya saja sebesar itu, kerugiannya amat besar," katanya. Perputaran uang di pusat grosir di Surabaya Utara, Rp 15 miliar-Rp 20 miliar per hari.
Pasar Turi merupakan pusat grosir terbesar di Surabaya, bahkan di Jawa Timur. Pasar ini juga menjadi sentra kulakan pedagang dari kawasan Indonesia timur. Barang-barang dari Pasar Turi diangkut dan dijual ke berbagai belahan kawasan ini.
"Pasar Turi merupakan salah satu pemasok beberapa komoditas ekspor asal Jatim ke negara- negara di Benua Afrika," ujar Ketua Kamar Dagang dan Industri Surabaya Rudiansyah, Jumat. Pasar Turi yang luas bangunannya 33.509 memiliki 4.795 kios yang tersebar di empat lantai.
Pakar statistik dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Kresnayana Yahya mengatakan, berdasarkan survei, rentang transaksi harian yang terjadi langsung Rp 3 juta hingga Rp 15 juta per pedagang di kios resmi maupun tidak resmi. Total jumlah pedagang 5.000 lebih atau setara dengan Rp 75 miliar. (ULE/NIK/BEE)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:40 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Pasar Finansial: Harga Saham Jatuh, Rupiah Merosot
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
Jakarta, Kompas - Terimbas kinerja negatif bursa efek sekawasan, harga saham di Bursa Efek Jakarta pun jatuh cukup dalam. Demikian juga di pasar valuta, nilai tukar rupiah terpuruk signifikan, Jumat (27/7). Kondisi ini dinilai temporer.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin anjlok 66,8 poin atau 2,8 persen menjadi 2.298. Padahal, Selasa lalu indeks harga saham gabungan sempat mencapai posisi tertinggi, 2.400. Penurunan indeks dalam sehari itu merupakan yang terbesar dalam waktu sekitar tujuh bulan. Penurunan terbesar sebelumnya terjadi pada 10 Januari 2007 ketika IHSG anjlok 70,51 poin atau 3,9 persen.
Di pasar spot antarbank Jakarta, nilai tukar rupiah yang selama ini relatif stabil kemarin terpuruk 95 poin menjadi Rp 9.210 per dollar AS dibandingkan sebelumnya Rp 9.115 per dollar AS.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom mengatakan, pelemahan rupiah hanya temporer karena yang terjadi saat ini bukan akibat ketidakpercayaan terhadap Indonesia. "Kami melihat pelemahan dialami hampir semua mata uang lainnya," katanya.
Ia mengatakan, bank sentral tetap menjaga pergerakan rupiah agar tidak bergejolak dan membahayakan perekonomian.
"Memang ada kekhawatiran harga saham sudah terlalu mahal. Investor asing terlihat sudah tidak begitu tertarik membeli obligasi, rupiah juga melemah dua hari ini. Masalah ekonomi di AS juga satu faktor lain. Semua itu membuat investor institusi melepas portofolionya," ujar kepala Riset Kresna Securities Adrian Rusmana.
Transaksi beli investor asing kemarin senilai Rp 884,5 miliar dan menjual saham senilai Rp 1,2 triliun sehingga mereka mencatat transaksi jual neto Rp 325 miliar. Plus investor domestik, total transaksi Rp 6,3 triliun.
Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, menilai pelemahan rupiah yang terjadi saat ini karena terimbas hampir semua mata uang utama lainnya yang mengalami tekanan pasar. Pelemahan rupiah itu bukan karena faktor internal, melainkan eksternal.
Tekanan pasar terhadap rupiah muncul ketika dollar AS menguat terhadap yen setelah pelaku asing menilai sudah saatnya membeli dollar AS setelah terpuruk. Aksi beli dollar AS oleh asing diikuti pelaku lokal dalam jumlah besar, menekan rupiah.
Kredit macet
Harga saham di bursa kawasan Asia menurun drastis karena investor dipengaruhi ketakutan semakin luasnya dampak buruk kredit macet di sektor perumahan Amerika Serikat. Melemahnya kinerja sektor perumahan itu sudah memengaruhi indeks harga saham di Wall Street, sebutan bursa saham New York, dalam perdagangan sebelumnya dan menyebabkan penurunan harian terbesar Wall Street tahun ini.
Pasar saham AS melemah karena meningkatnya kekhawatiran atas penurunan penjualan rumah dan terus membengkaknya gagal bayar kredit subprime pada sektor perumahan. Kredit jenis subprime merupakan kredit kepada debitor yang sebenarnya tidak layak mendapatkan kredit dan berisiko gagal bayar lebih tinggi untuk kartu kredit, kredit perumahan, kredit kendaraan, dan kredit lainnya.
Investor di Asia ketakutan setelah pasar saham AS dan Eropa melemah. Memburuknya keadaan di AS itu dapat menyebabkan likuiditas (uang yang beredar) global keluar dari Asia karena investor internasional meninggalkan aset berisiko, termasuk di pasar berkembang di Asia.
Indeks harga saham di Bursa Tokyo juga turun hingga titik terendah selama tiga tahun terakhir. Bursa Filipina mencatat pelemahan terbesar harian selama 10 tahun terakhir, sedangkan bursa Korea Selatan melemah terbesar dalam tiga tahun.
"Jika manajer investasi besar menjual sahamnya, mereka cenderung keluar dari kawasan. Mereka menjual portofolionya di Asia untuk menutupi kerugian di pasar AS," kata Rommel Macapagal, Direktur Westlink Global Equities di Manila.
Akan tetapi, harga saham di bursa China tetap berkibar, bahkan nyaris mencetak rekor tertinggi baru. Investor di bursa China tetap optimistis. Mereka melihat kinerja perusahaan dalam jangka menengah akan terus membaik seiring pertumbuhan ekonomi kuartal lalu 11,9 persen. (AP/AFP/Antara/joe)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:39 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Pramuka: Mau Berjambore di London, Malah Telantar di Jakarta
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
M Clara Wresti
Mario (13) hanya bisa menunduk sedih di Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, Kamis (26/7) malam. Semua teman dan pembina pramuka yang berasal dari Riau telah berangkat menuju London untuk mengikuti Jambore Pramuka Dunia Ke-21 di Essex, Inggris.
Mario tertinggal dari rombongan Riau karena namanya tidak ada di daftar penumpang pesawat yang akan membawanya ke London. Dia tidak sendirian. Ada 45 anggota pramuka lainnya dari berbagai daerah yang tercecer dan tertinggal di Bandara Soekarno-Hatta. Mereka berasal dari Jakarta, Papua, Sulawesi Selatan, dan beberapa daerah lainnya.
Mereka menangis, menendang-nendang ransel mereka yang padat isi, untuk melampiaskan kekecewaan dan kekesalan hati. "Saya kecewa dan malu kalau sampai tidak jadi pergi," kata Mario.
Yang menjadi pertanyaan, ada juga teman mereka yang dijadwalkan berangkat Jumat ternyata harus berangkat Kamis malam. Akibatnya, dia pergi tanpa membawa barang apa pun karena dia pergi ke bandara hanya untuk mengantar keberangkatan teman.
Pengaturan keberangkatan yang berantakan ini tentu sangat ironis bagi kontingen Gerakan Pramuka Indonesia ke Jambore Pramuka Dunia. Keberangkatan kontingen ini dilepas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan upacara resmi pada hari Minggu (22/7) di Istana Negara. Mestinya segala persiapannya sudah matang, baru bisa dilepas.
Pada pelepasan itu Presiden menyatakan kegembiraan dan dukungannya kepada kontingen pramuka Indonesia. Presiden juga berpesan agar kontingen Indonesia tidak kalah profesional dari kontingen pramuka lainnya.
Ternyata dalam persiapan, panitia telah menunjukkan sikap yang tidak profesional sebelum berangkat. Akibatnya, ke-45 peserta jambore tidak bisa berangkat bersama 305 anggota pramuka dan pembina lainnya.
Beberapa orang tidak bisa berangkat karena belum mendapatkan visa, ada juga yang paspornya terselip, dan yang tanggal lahirnya berbeda di dalam dokumen yang disertakan.
Menurut Ida Farida, Wakil Ketua Kontingen Indonesia, yang juga belum berangkat ke Inggris, tertundanya keberangkatan beberapa peserta jambore ini disebabkan kesalahan administrasi. "Ada beberapa data anak-anak yang tidak sesuai. Namun, saya menjamin semua peserta pasti berangkat. Sekarang saya sedang mengusahakan. Mudah-mudahan mereka segera berangkat dengan Qatar Airways," kata Ida yang tampak sibuk ke sana-kemari.
Acara Jambore Pramuka Dunia Ke-21 yang diselenggarakan di Hylands Park, Chelmsford, Essex, Inggris, ini akan berlangsung dari 27 Juli hingga 8 Agustus. Di sana akan berkumpul 40.000 anggota pramuka dan pembina dari seluruh dunia selama 12 hari untuk membangun persahabatan internasional.
Semua peserta yang ikut jambore internasional ini sangat antusias karena pada kesempatan itu mereka juga akan memperingati 100 tahun Sir Robert Baden-Powell, pendiri kepanduan dan pemrakarsa jambore internasional yang pertama di Olympia, London, pada tahun 1920.
Jika Mario sedih karena tertinggal oleh rombongannya, lain lagi dengan M Yasin Linpo (45). Dirinya ditunjuk sebagai pembina dan pemimpin rombongan dari Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Namun, Yasin tidak bisa berangkat karena belum mendapatkan visa, sementara anak buahnya sebagian besar sudah berangkat. "Saya benar-benar khawatir. Siapa yang akan mengurus dan bertanggung jawab pada anak buah saya di sana," tutur Yasin.
Mereka yang gagal berangkat akhirnya kembali ke Taman Rekreasi Wiladatika Cibubur, Jakarta Timur, untuk menunggu kepastian keberangkatan. Mereka sudah menginap di tempat itu sejak 21 Juli untuk mendapatkan pembekalan dan pembagian kelompok.
Hingga kemarin pukul 13.00, baru 35 siswa yang mendapat kepastian akan berangkat. Sisanya harus menunggu lagi hingga hari Sabtu ini.
Semula mereka semua berharap bisa berangkat Jumat pagi atau siang. Sejak pagi hari mereka telah kembali berkemas dan berkumpul di aula. Mereka memakai seragam pramuka lengkap dengan topi dan dasi. Tas ransel warna cokelat ukuran besar telah ditumpuk di dekat pintu agar apabila sewaktu-waktu ada kepastian berangkat, mereka sudah siap.
Wajah mereka telah menunjukkan kebosanan karena harus menunggu kepastian berangkat, sementara pikiran sudah membayangkan pengalaman mengasyikkan yang dialami teman-teman yang sudah lebih dulu berangkat.
"Uh, jadi tidak lihat deh upacara pembukaannya," kata Monika, siswi SMPN 49 Jakarta. Dia tidak bisa berangkat karena paspornya terbawa oleh petugas travel. "Padahal, saya sudah sangat berharap bisa berangkat. Sudah sampai di bandara, eh, paspor tidak ada," kata Monika dengan wajah kesal.
"Semua persyaratan yang diminta sudah kami siapkan sejak dua bulan lalu, termasuk biaya kepesertaan. Masak ngurus visa butuh waktu segitu lama. Kami jadi tidak bisa ikut upacara pembukaan," kata Tari, yang juga berasal dari SMPN 49 Jakarta.
Dari sekolah itu, ada 10 siswa yang seharusnya berangkat menuju Essex, tetapi ternyata ada tiga orang yang tertinggal.
Para peserta jambore ini mengaku telah membayar biaya keikutsertaan sejak dua bulan lalu. Beberapa peserta ada yang pergi dengan biaya dari pemerintah daerah setempat.
Namun, ada juga peserta yang pergi dengan biaya sendiri. Tari mengaku dirinya membayar Rp 23 juta untuk ikut dalam program itu. Sementara itu, peserta dari Pesantren Putri Gontor, Ngawi, Jawa Timur, yang juga ikut dalam program ini, membayar Rp 28 juta.
Tari mengatakan, dirinya bisa mengikuti jambore karena rajin mengikuti kegiatan pramuka di sekolah. "Untuk ikut kegiatan ini, selain bersedia membayar sendiri, keaktifan anggota pramuka juga dinilai," kata Tari.
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:38 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Thailand Selatan Bisa Pengaruhi Indonesia
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
Bangkok, Kompas - Kondisi keamanan Thailand Selatan bisa memengaruhi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara pada umumnya. Meski kelompok militan di Thailand Selatan jumlahnya sangat kecil, namun situasi di wilayah itu tidak bisa dibiarkan meluas. Apalagi, Asia Tenggara saat ini juga menjadi sasaran aksi teroris. Itu sebabnya dibutuhkan langkah tepat untuk mempertahankan perdamaian kawasan.
Hal itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Darat Thailand Jenderal Sonthi Boonyaratglin dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, seusai bertemu selama 45 menit di Bangkok, Jumat (27/7). Sonthi adalah pemegang kekuasaan pemerintahan sementara yang menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra pada 19 September 2006.
"Kami memahami, masyarakat Muslim di Thailand Selatan tak terlibat aksi teroris," ujar Sonthi.
Menurut Din, umat Islam di Asia Tenggara harus mengubah strategi perjuangannya, dari berjuang melawan sesuatu menjadi berjuang untuk menghadapi tantangan umat. Tanpa keinginan mengubah strategi, umat Islam akan tetap tertinggal.
"Perjuangan menghadapi tantangan akan mendorong umat Islam untuk siap bersaing dengan bekal keterampilan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesuksesan membangun ekonomi umat. Apalagi, Muslim Asia Tenggara punya peluang besar untuk memperlihatkan wajah Islam yang damai dan maju. Masalah ini juga pernah saya bicarakan dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi beberapa waktu lalu," ujar Din.
Din mengakui, Sonthi mengkhawatirkan provinsi di Thailand Selatan dijadikan pangkalan kelompok teroris global. Pada saat yang sama, disadari ada pengaruh gerakan transnasional Islam. (IMAM PRIHADIYOKO)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:37 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
"Indy..., Indy..."
KOMPAS - Sabtu, 28 Juli 2007
Tak ada alasan menolak kehadiran caper (calon perseorangan) pada Pemilu/Pilpres 2009. Soalnya, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan keputusan Nomor 5/PUU-V/2007 yang membolehkan caper ikut pilgub. Terbuka pulalah peluang bagi para caper untuk ikut pilpres.
Banyak caper berminat mengajukan diri jadi capres, calon wapres, dan calon anggota DPR/DPRD tahun 2009. Pemilu/Pilpres 2009 akan meriah seperti pasar malam.
Masih ada waktu dua tahun untuk bersiap agar capres, calon wapres, dan calon anggota DPR/DPRD kategori caper beraksi tahun 2009. Kini saja telah banyak caper siap bertarung di pilgub berbagai provinsi.
Agar lebih afdal, ada caper mau membentuk partai lokal, bahkan ada yang minta Pilgub DKI ditunda agar Sarwono Kusumaatmadja (mantan Golkar) atau Faisal Basri (bekas PAN) bisa ikut.
Eksekutif maupun legislatif pusat dan daerah, KPU dan KPUD, wajib bekerja kayak "semut hitam". Ingat, jajak pendapat membuktikan mayoritas rakyat muak kepada partai dan rindu kehadiran caper.
Hanya sekitar seperempat negara di dunia yang membentuk Mahkamah Konstitusi (MK). Inilah the court of last resort yang berwibawa jika mengeluarkan "fatwa" berdasarkan, antara lain, pengaduan rakyat yang hak konstitusionalnya diabaikan.
Sukses caper ikut pilgub diawali permintaan uji materi oleh Lalu Ranggalawe, anggota DPRD di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia ingin ikut Pilgub NTB karena partainya, Partai Bintang Reformasi, ogah mencalonkan dia.
Kutipan Putusan MK memuat naskah "Pendirian Mahkamah" 24 butir yang memperkuat dalil bahwa Lalu boleh ikut pilgub. Dari 24 butir itu, 11 butir menyebut "UU Pemerintahan Aceh" sebagai rujukan.
Mengapa Aceh? Pasalnya, pilgub di Aceh dimenangi caper Irwandi Yusuf, bekas pemberontak GAM yang kabur dari bui saat tsunami.
Pilgub di Aceh "proyek percontohan" yang sukses yang patut ditiru 32 provinsi lainnya. UU Pemerintahan Aceh ibarat asam di gunung, uji materi Lalu garam di laut, dan mereka bersua di kuali MK di Ibu Kota.
Di lain pihak putusan MK tak memakai cara berpikir deduktif atau kurang logis. Kekhasan kondisi di Aceh pascatsunami yang hanya bersifat sementara malah dijadikan referensi—bukannya diralat.
Andaikan uji materi diajukan puluhan caper "murni" (bukan yang bété' pada partai) yang ingin ikut pilgub di mancaprovinsi, ceritanya akan lain. Di republik ini banyak politisi pengeluh, pura-pura jadi korban, atau gemar tebar pesona.
"(Lalu) tak yakin akan dicalonkan karena, menurut dia, partai jadi komoditas yang diperjualbelikan," kata Hakim Konstitusi Dewa G Palguna yang mengajukan pendapat beda (dissenting opinion).
Keputusan MK yang berdasarkan inductive reasoning kurang mendidik. Saya khawatir rakyat makin apatis karena caper tak berideologi, tanpa program, tak punya laporan keuangan, enggak ada pengurus atau anggota resmi, tak pernah bikin kongres, dan tak mempraktikkan akuntabilitas.
Saya yakin capres yang memakai jalur caper tahun 2009 eks politisi-politisi "obralan" yang tak laku lagi di partai. Lima pasang capres/calon wapres tahun 2004 sudah bikin puyeng kepala, apalagi ditambah sepuluh dari jalur caper.
Mereka akan memobilisasi massa mengambang yang tak terorganisasi, seperti petani, guru, atau pengendara motor. Golongan yang terakhir ini, menurut data 2004, jumlahnya mencapai tiga juta di Ibu Kota.
Pada Pilgub DKI tahun 2012 pengendara motor, jika diorganisasi, jadi lumbung suara bagi cagub jalur caper. "Motor tak perlu masang lampu lagi, boleh naik trotoar, dan saya ganti busway dengan ’motorway’," kata cagub versi caper waktu kampanye.
Soal lainnya, para saksi ahli uji materi jangan cuma dari akademisi yang procaper kayak Harun Alrasyid, Ibramsyah, Syamsudin Haris, dan Arbi Sanit. Pada masa datang MK mengundang pula mereka yang berseberangan supaya fatwa yang dikeluarkan lebih adil.
Cerita sepihak cuma jadi ajang penudingan terhadap partai sebagai kambing hitam. Padahal, PNI (1927) nenek moyang PDI-P, cikal bakal Golkar telah ada sejak akhir 1950-an, dan Sarikat Dagang Islam jadi pelopor perjuangan nasional pada awal abad ke-20.
Entah kenapa kebiasaan menyalahkan makin merajalela. Kalah main bola menyalahkan wasit, pesawat enggak aman menyalahkan Uni Eropa, "fenomena alam" jadi penyebab banjir di Jakarta Februari lalu.
Sekali lagi, "Tangkaplah tikusnya, jangan bakar rumahnya". Partai, ya, partai meski banyak politisi tak tahu malu—termasuk politisi jalur caper.
Belakangan ini MK sering menganulir UU yang dirumuskan susah payah oleh eksekutif dan legislatif. Berapa miliar rupiah uang diboroskan gara-gara uji materi, amandemen, pansus, sampai lobi dalam proses hukum selama zaman edan ini.
Satu lagi, saya bingung dengan istilah "perseorangan" karena politisi, dengan atau tanpa partai, memang berujud orang yang nama atau fotonya dicoblos di TPS. Itu istilah olahraga yang membedakannya dengan "beregu". Misalnya "kuda-kuda lompat perseorangan putri" di senam atau "gaya punggung perseorangan putra" di renang. Saya baru dengar "perseorangan" karena dunia politik cuma kenal "independen" yang disingkat "indie".
Ada musik indie, fashion indie, atau film indie. Saya suka berkhayal jadi Indiana "Indy" Jones yang ganteng, bercambuk, berpistol, dan jago berkelahi.
Apalagi kalau cewek-cewek berteriak minta tolong, "Indy..., Indy...." Wuih, keren abis!
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:35 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Friday, July 27, 2007
Pilkada DKI Tak Bisa Diberhentikan
KOMPAS - Jumat, 27 Juli 2007
Pesimistis Presiden Buat Perpu Calon Perseorangan
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada DKI Jakarta tak bisa diberhentikan atau ditunda hanya untuk memberikan peluang bagi calon perseorangan. Namun, Presiden juga belum memutuskan pengaturan calon perseorangan dalam pilkada.
Menurut Presiden di Seoul, Korea Selatan, Kamis (26/7), dari segi kelaziman, usulan calon perseorangan dalam Pilkada DKI sulit dipaksakan sekarang. "Kampanye sudah berjalan dan tak mungkin diberhentikan. Jadi, hampir tak ada, katakanlah, sebuah undang-undang yang berlaku surut, kecuali ada hal tertentu," ujarnya.
Terkait pilkada di daerah lain, Presiden mengakui, tak bisa serta-merta menetapkan aturan untuk mewadahi pencalonan perseorangan itu. Aturan hukum yang mendasarinya harus dipertimbangkan sungguh-sungguh.
Misalnya, kata Presiden, jika dipaksakan adanya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu), syaratnya harus ada kegentingan yang memaksa. Jika tidak ada kegentingan yang memaksa, artinya harus ada undang-undang.
Namun, Presiden pada 4 Juni 2007 mengeluarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU Nomor 36 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Sejumlah anggota DPR mempertanyakan alasan hal ihwal kegentingan memaksa sebagai dasar untuk penerbitan perpu itu (Kompas, 13-14/7).
Presiden mengakui, jika pengaturan calon perseorangan itu dengan UU, berarti harus ada proses yang panjang dengan DPR. "Jika UU, kita harus menunggu. Tetapi, jika ada yang berpendapat dengan sebuah perpu, itu yang juga harus dipahami. Jadi, bagaimana mekanisme kita meletakkan itu semua dalam sebuah sistem dan aturan yang kita anut," ujarnya.
Pesimistis perpu
Dari Bandung, Jawa Barat, Kamis, mantan Ketua MPR Amien Rais menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang memberi peluang munculnya calon perseorangan (independen) dalam pilkada, dapat menjadi peluang bagi rakyat untuk memperoleh kepuasan politik secara maksimal. Apalagi, partai politik selama ini dianggap kurang berwibawa dan kurang bisa mengartikulasikan aspirasi rakyat.
Menurut Amien, partai tidak perlu takut masa depannya akan surut. Justru partai harus membuktikan mampu bersaing. Lagi pula, menjadi calon independen tidaklah mudah. Di Amerika Serikat semua presiden selalu berasal dari parpol.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Pramono Anung di Jakarta, Kamis, juga mengakui, putusan MK itu membuat partai harus melakukan otokritik. Perilaku partai justru banyak melukai perasaan rakyat. Banyak kepentingan rakyat yang tertawan oleh kepentingan elite politik.
Namun, katanya, kehadiran calon perseorangan itu harus ada perlakuan yang fair dengan calon yang maju melalui parpol. "Untuk mengakhiri polemik berkepanjangan tentang calon perseorangan, MK harus memerintahkan DPR untuk membuat aturan pelaksanaannya," kata Pramono.
Jika aturan calon perseorangan hanya berupa perpu, bukan UU, itu akan melahirkan perdebatan berkepanjangan yang justru mengurangi kualitas demokrasi. Selama UU tentang calon perseorangan belum ada, Komisi Pemilihan Umum tak dapat melaksanakan putusan MK itu.
Taufik Kiemas, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI-P, menambahkan, tak masalah dengan adanya calon perseorangan, tetapi syarat pencalonannya harus sama persentasenya dengan dukungan bagi calon melalui parpol. "Parpol perwakilan masyarakat juga," katanya.
Namun, Ketua KPU Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Fransiskus AR Senda mengusulkan, jumlah minimal dukungan bagi calon perseorangan dalam pilkada jangan terlalu besar.
Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies, J Kristiadi, pesimistis pemerintah berani menerbitkan perpu tentang calon perseorangan dalam pilkada. "Penerbitan perpu akan memancing DPR bertanya, apakah keadaan memang sungguh-sungguh darurat. Saya menduga, pemerintah berusaha menghindari polemik dengan DPR," ujarnya.
Dengan demikian, katanya, satu-satunya cara yang mungkin bagi masyarakat adalah mendesak DPR membuat UU tentang calon perseorangan. Jika desakan ini kuat dan terus-menerus, Kristiadi yakin DPR akan luluh.
Guru besar hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Satya Arinanto, menuturkan, selama UU calon perseorangan belum selesai disusun, KPU dapat membuat peraturan tentang calon perseorangan. Dengan demikian, konflik yang kemungkinan akan terjadi di sejumlah pilkada yang akan berlangsung, terkait calon perseorangan, dapat dihindari.
Siapkan jadwal baru
Terkait putusan MK, KPU Provinsi Lampung akan merevisi jadwal pilkada tahun 2008. Jadwal alternatif disiapkan, disesuaikan tanggal dikeluarkannya peraturan tentang calon perseorangan.
Menurut Ketua KPU Lampung CH Gultom, Kamis, tahapan pilkada dimulai Januari 2008, apabila ada aturan calon perseorangan. Jika tidak ada aturannya, tahapan pemilihan gubernur/wakil gubernur itu akan dilakukan mulai Februari 2008.
Sebaliknya, anggota KPU Sulawesi Selatan M Darwis, Kamis, menuturkan, mengantisipasi maraknya tuntutan calon perseorangan menjelang pilkada, KPU Sulsel akan meminta fatwa ke KPU pusat. Apalagi, kini di Sulsel sudah muncul pasangan calon gubernur/wagub yang menyatakan diri sebagai calon perseorangan. Baliho dan poster pasangan itu sempat terpajang di sejumlah pojok jalan dalam sebulan terakhir.
Dari Jawa Tengah dilaporkan, Kamis, warga yang mendukung calon perseorangan dalam pilkada di Kabupaten Cilacap dan Banyumas mendesak agar pendaftaran calon dapat diundur. Bahkan pendaftaran calon di Cilacap yang ditutup pada 22 Juni lalu didesak agar dibuka lagi.
Namun, Ketua KPU Cilacap Taufik Hidayatulloh mengatakan tak akan mengundurkan pendaftaran. Sebab, putusan MK turun setelah pendaftaran calon Pilkada Cilacap berlalu. Pilkada Kota Bengkulu juga tertutup untuk calon perseorangan. (HAR/MHF/MZW/NWO/HLN/NAR/DOE/MDN/SEM/ZUL)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 12:03 PM 41 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Banjir: Bantuan ke Morowali Terkendala
KOMPAS - Jumat, 27 Juli 2007
Palu, Kompas - Hingga Kamis (26/7), penyaluran bantuan kepada korban banjir di Morowali, Sulawesi Tengah, masih terkendala. Transportasi darat masih tertutup akibat putusnya sejumlah jembatan dan tertutupnya jalan oleh material longsoran. Transportasi laut dan udara juga sulit dilakukan karena buruknya cuaca di wilayah menuju lokasi banjir.
Untuk mengatasi hal itu, kata Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB) Syamsul Ma’arif, pihaknya akan menurunkan 3 kapal milik TNI AL (KRI), 2 pesawat terbang jenis Cassa, dan 3 helikopter.
Namun, helikopter yang akan membawa Tim Bakornas dari Palu ke lokasi kemarin juga batal berangkat akibat cuaca buruk. Kapten (Pnb) Abram, pilot salah satu helikopter, mengatakan, penerbangan dari Palu menuju Morowali harus melalui bukit-bukit tinggi yang kemarin tertutup awan tebal bermuatan listrik. "Jika dipaksakan berangkat, risikonya cukup tinggi," ujarnya.
Berkaitan dengan bantuan ke Morowali, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan telah mengirimkan bantuan dan helikopter. "Mungkin hari ini juga sudah sampai," kata Wapres.
Wapres juga mengakui pengiriman bantuan ke Morowali tidak mudah karena lokasinya memang tidak mudah dijangkau lewat jalan darat.
Membersihkan lumpur
Banjir di tiga kecamatan di Luwu, Sulawesi Selatan, kemarin tinggal menyisakan lumpur tebal di rumah warga, sekolah, jalan, serta persawahan atau tambak.
Ratusan warga juga masih terperangkap di desa-desa yang terisolasi akibat longsor dan lumpur. Di Kecamatan Suli, misalnya, ada dua desa yang sama sekali terisolasi karena jalan menuju desa-desa itu tertimbun material longsoran dan jembatan juga putus. Hal sama juga terjadi di Kecamatan Larompong. Di sana sejumlah desa juga masih terisolasi akibat longsor dan genangan lumpur.
Hingga Kamis petang warga korban banjir di Luwu, sebagian Wajo, dan Sidrap masih sibuk membersihkan rumah dan fasilitas umum yang terendam lumpur.
Bahkan di Kecamatan Pitumpanua dan Siwa (Kabupaten Wajo) serta Kecamatan Larompong, Suli, dan Suli Barat (Kabupaten Luwu) hampir seluruh sekolah diliburkan karena ruang-ruang belajar dan halamannya masih terendam lumpur.
Pemerintah Kabupaten Luwu hingga kini masih terus menghitung kerusakan akibat bencana ini. Kepala Bagian Humas Pemkab Luwu Rudi Dappi memperkirakan kerugian sementara mencapai Rp 500 miliar.
Warga pun menderita karena lahan perkebunan dan tambak yang menjadi tumpuan penghidupan luluh lantak. "Saya tidak tahu lagi mau diapakan kebun kakao dan cengkeh milik saya yang seluruhnya rata tertimbun material longsoran," kata Saleha (51), warga Desa Salubua, Suli Barat, Luwu.
Dari Manado, Sulawesi Utara, dilaporkan, hujan masih terus mengguyur Kabupaten Minahasa Induk dan Minahasa Tenggara. Akibatnya, masyarakat makin dihantui kekhawatiran akan terjadi banjir dan longsor.
Kemarin sejumlah ruas jalan penuh lumpur dan timbunan material longsoran. Sebuah perbukitan di Kecamatan Ratahan, Kabupaten Minahasa Selatan, mendadak longsor dan menimbun poros jalan Ratahan-Manado sehingga ratusan mobil pemberi bantuan terjebak macet.
Gubernur Sulawesi Utara SH Sarundajang yang meninjau lokasi Kamis sore menyaksikan air bah dan longsor dan bebatuan merusakkan ratusan rumah, infrastruktur jalan dan jembatan, serta sekolah. Tercatat 20 desa terisolasi di Minahasa Induk dan Minahasa Tenggara.
Penjabat Bupati Minahasa Tenggara Albert Pontoh mengatakan, musibah itu mengakibatkan kerugian material sekitar Rp 115 miliar. Wilayah Minahasa Tenggara cukup parah, tersebar di empat kecamatan.
Jumlah warga yang mengungsi tercatat 10.450 jiwa pada 15 lokasi. Kondisinya memprihatinkan karena sebagian pengungsi kesulitan tenda dan selimut, sedangkan wilayah-wilayah yang terisolasi terancam kelaparan karena pengiriman bahan makanan terhadang sulitnya medan untuk menembus desa-desa tersebut.
Bantuan bahan makanan ke beberapa desa di Kecamatan Langowan Selatan, misalnya, belum diterima warga karena jalan masih terhalang tanah longsor.
Korban bertambah
Jumlah korban tewas akibat banjir dan longsor di Morowali masih terus bertambah. Kepala Dinas Sosial Morowali Rosminael Songko mengatakan, kemarin kembali ditemukan dua korban meninggal. Dengan demikian, korban meninggal di Morowali menjadi 72 orang.
Akan tetapi, Bakornas PB mencatat jumlah korban tewas di Morowali 33 orang dan yang hilang 39 orang.
Perbedaan data itu, kata Kepala Pelaksana Harian Bakornas PB Syamsul Ma’arif, karena ada perbedaan persepsi. Bakornas PB menyatakan satu orang tewas setelah jenazahnya ditemukan. Adapun Pemkab Morowali, berdasarkan keterangan aparat desa yang menyatakan bahwa satu orang telah tewas tertimbun material longsor tanpa menemukan jenazahnya terlebih dahulu. (rei/ren/zal/ryo/osd)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 12:02 PM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Orasi Budaya: RI Harus Punya Strategi Kebudayaan
KOMPAS - Jumat, 27 Juli 2007
Jakarta, Kompas - Indonesia harus memiliki strategi kebudayaan dengan melihat kekuatan dan kelemahan sumber daya atau modal yang dimiliki bangsa ini. Dengan strategi kebudayaan ini, pembangunan ekonomi yang dilaksanakan harus disertai dan didukung pembangunan karakter dan bangsa sehingga Indonesia mampu menjalani era globalisasi dan pascamodernisme yang saat ini berkembang di dunia.
Itu disampaikan cendekiawan Muslim, M Dawam Rahardjo, dalam orasi budaya yang diselenggarakan Institute for Global Justice di Jakarta, Kamis (26/7).
Menurut Dawam, dewasa ini Indonesia memang memiliki sejumlah kelemahan sumber daya di bidang finansial, teknologi fisik, intelektual, dan prasarana. Namun, Indonesia memiliki sejumlah kekuatan dan keunggulan yang dapat dijadikan dasar analisis keunggulan imperatif.
"Dengan strategi budaya, pembangunan Indonesia harus diprioritaskan pada apa yang kita miliki. Bangsa ini harus memprioritaskan sumber daya alam, budaya, manusia, sosial, dan spiritual," katanya.
Untuk itu, strategi kebudayaan yang perlu Indonesia miliki itu harus bisa menjawab tantangan dalam globalisasi ekonomi, globalisasi di bidang teknologi, transportasi, dan telekomunikasi, serta globalisasi budaya dan globalisasi nilai-nilai atau etika.
Strategi kebudayaan dalam menghadapi globalisasi ekonomi adalah menekankan pada pembangunan sumber daya alam yang dapat diperbarui. Indonesia bisa mengembangkan ekonomi dari bidang pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan, dan kehutanan. "Memanfaatkan sumber daya alam bukan dengan cara mengeksploitasi seperti yang terjadi pada masa Orde Baru sampai sekarang ini," kata Dawam.
Dawam juga menyebutkan perlunya menyelamatkan Pulau Jawa dari kerusakan akibat industrialisasi dan urbanisasi. Pulau Jawa perlu dikhususkan menjadi daerah pertanian dan kehutanan mengingat pulau itu merupakan daerah tersubur di Indonesia. Sebagian industri harus dialihkan ke luar Jawa.
Berangkat dari strategi kebudayaan, pengembangan teknologi di Indonesia seyogianya disesuaikan dengan sumber daya alam dan keterampilan yang dimiliki. Misalnya, Indonesia mampu menguasai teknologi pupuk organik, bioenergi, mebel bermutu dunia, kerajinan, dan industri rumah tangga untuk pasar dunia. (ELN)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:51 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Jalan Terputus: "Hape" Pun Ikut Dijual di Bukit Merdeka
KOMPAS - Jumat, 27 Juli 2007
Irma Tambunan
Sepekan terjebak macet akibat longsor di jalan lintas timur Sumatera membuat orang sengsara. Selain lelah dan kurang tidur, sopir truk, sopir bus, dan penumpangnya juga kehabisan uang. Makan pun jadi susah. Belum lagi kerugian akibat rusaknya barang yang diangkut.
Saya terpaksa jual hape (telepon seluler) karena uang saku sudah habis. Jika tidak, bagaimana saya bayar ojek untuk mencari dan membeli makanan buat anak-anak," kata Safril, penumpang bus yang terjebak macet berhari-hari di Bukit Merdeka, Desa Suban, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, di perbatasan Jambi-Riau.
Dengan uang itu, Safril nekat menyewa ojek menembus kemacetan secara bergantian dengan istri dan tiga anaknya. Hal itu ia lakukan bukan sekadar untuk mencari makan, tetapi juga karena punya urusan keluarga yang harus diselesaikan dengan cepat.
Apa yang dialami Safril, juga dirasakan oleh sopir truk dan penumpang angkutan selama hampir sepekan di sepanjang jalan mendekati Bukit Merdeka. Tak satu pun dari mereka yang menyangka kemacetan panjang bakal terjadi di bukit itu.
Sebenarnya, tiba di Bukit Merdeka merupakan puncak kelegaan dari pengemudi pada jalur lintas timur Sumatera, khususnya angkutan ekspedisi. Pasalnya, tanjakan yang cukup tinggi dan berliku di jalan sebelum Bukit Merdeka telah banyak menelan korban. Tak heran kalau banyak pengendara sampai harus berteriak "Merdeka" begitu sampai di puncak bukit itu.
Namun, selama hampir sepekan sejak Kamis (19/7) lalu, Bukit Merdeka menjadi tanah yang tidak membuat para pelintas jalur itu merdeka. Pasalnya, para pengendara yang mau lewat justru terjebak dalam antrean panjang berhari-hari.
Hal itu terjadi karena jalan yang sedang dilebarkan tersebut menjadi licin dan becek oleh longsoran tanah di sisi kanan kiri jalan karena hujan yang terus mengguyur. Kendaraan besar pun tak dapat melintas, malah beberapa tergelincir hingga terbalik. Akses jalan benar-benar terputus. Makin lama kendaraan yang terjebak macet makin banyak sehingga membentuk antrean panjang, baik dari arah Jambi maupun Riau.
Suasana di perbukitan yang biasanya senyap itu pun menjadi riuh dan sibuk. Anak-anak kecil dalam bus merengek minta cepat sampai di tujuan. Ada juga yang mengeluh kelaparan, sementara di lokasi itu tak ada penjual makanan. Sopir-sopir angkutan berebutan untuk lebih dulu melintas ketika bantuan alat berat datang menarik kendaraan mereka.
Bahkan, menurut cerita sopir yang sudah lima hari terjebak macet, seorang penumpang yang sedang hamil tua terpaksa dilarikan ke puskesmas di Desa Suban karena berteriak-teriak kesakitan. Di puskesmas itu bayi yang ia lahirkan meninggal sesaat kemudian.
"Kondisi sekarang sudah jauh mendingan. Hari-hari pertama ketika akses jalan terputus, kami sangat menderita. Belum lagi hujan masih deras," tutur Maman, sopir bus dari Jakarta.
Sejumlah pengendara truk yang mengangkut sayur dan buah-buahan mengeluh karena sebagian barang bawaan mereka telah membusuk. Ia bingung karena tak tahu harus berbuat apa untuk segera mengantar jeruk-jeruk itu sampai ke tujuan.
"Saya sudah tiga hari tidak bisa jalan. Macet total. Kalau tidak segera diatasi, barang bawaan kami pasti akan busuk semua," ujar Yunus, sopir truk pengangkut jeruk menuju Pekanbaru.
Seperti di tempat lain, kemacetan selalu memberikan berkah bagi warga sekitar. Mereka mengambil kesempatan dengan menjual nasi bungkus dan makanan ringan. Namun, harga yang ditawarkan, Rp 16.000 per bungkus, terlalu mahal bagi para sopir. Apalagi lauknya hanyalah telur goreng dan sambal.
Deny, sopir angkutan distribusi motor asal Jakarta, yang sudah lima hari terjebak macet, akhirnya berinisiatif memasak sendiri mi instan bersama sejumlah sopir truk lainnya. Caranya dengan membuat api dari kayu bakar, lalu meminjam panci kecil dari penduduk setempat.
"Walau hanya makan mi, itu sudah cukup mengisi perut yang kelaparan. Beli nasi bungkus harganya gila-gilaan. Uang kami sudah habis," tuturnya.
Warga setempat juga mengambil peluang dari musibah tersebut dengan menjadi tukang ojek musiman. Baihaki, salah seorang tukang ojek, mengaku mendapat Rp 25.000 untuk satu kali mengangkut penumpang yang ingin melewati timbunan tanah becek sepanjang 360 meter tersebut. Jika dalam sehari mengangkut 10 penumpang, Baihaki telah mendapat Rp 250.000.
Cuaca yang cerah pada Rabu sore hingga Kamis kemarin sangat mendukung pemadatan tanah di Bukit Merdeka. Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin mendatangi lokasi musibah untuk memberikan bantuan pangan.
Sayang, bantuan tiba ketika semua derita nyaris berakhir. Cuaca yang bersahabat dalam dua hari terakhir membuat sebagian besar kendaraan sudah lolos dari kemacetan. Sejak Kamis pagi antrean kendaraan pun mulai berkurang.
Akan tetapi, derita selama sepekan terjebak macet di bukit sepi tentu tak terlupakan....
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:50 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
Vonis untuk Kasus Poso
KOMPAS - Jumat, 27 Juli 2007
Hukuman 8-14 Tahun Penjara Dinilai Terlalu Berat
Jakarta, Kompas - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (26/7), memvonis 17 terdakwa perkara tindak pidana terorisme dengan hukuman 8-14 tahun penjara.
Perbuatan ke-17 terdakwa yang membunuh dua orang pascaeksekusi mati Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva pada 23 September 2006, terbukti menimbulkan suasana teror di wilayah Dusun Ponggee, Desa Poleganyara, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Elvis DJ Katuwu, penasihat hukum ke-17 terdakwa, menilai vonis hakim terlalu berat. "Berdasarkan fakta hukum di persidangan, perbuatan mereka tidak menimbulkan suasana teror. Keadaan setelah pembunuhan tetap berjalan seperti biasa," kata Elvis seusai sidang.
Menurut Elvis, setiap perkara pidana di daerah konflik, seperti pembunuhan yang dilakukan ke-17 terdakwa di Poso itu, selalu dikaitkan dengan tindak pidana terorisme. Karena itu, sebagai penasihat hukum, ia tidak sependapat dengan keputusan hakim. "Kami punya waktu tujuh hari untuk bersikap. Kami pikir-pikir dulu saat ini," ujar Elvis.
Seusai sidang, ke-17 orang itu langsung dibawa kembali ke tempat mereka ditahan selama ini, yakni Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Ahmad Sobari, dua terdakwa, yakni Harpri Tumonggi alias Api dan Edwin Poima alias Epin, masing-masing divonis 14 tahun penjara. Sebelumnya mereka dituntut 20 tahun penjara.
Sementara itu, 10 terdakwa lain yang dituntut 17 tahun penjara masing-masing divonis 12 tahun penjara. Mereka adalah Darman Aja alias Panye, Agus Chandra alias Anda, Syaiful Ibrahim alias Ipul, Erosman Tikoi alias Eman, Walsus Alpin alias Eje, Benhard Tompondusu alias Tende, Sastra Yuda Wastu Naser alias Ibo, Romiyanto Parusu, Fernikson Bontura alias Kenong, dan Jefri Bontura alias Ate.
Adapun dalam sidang yang dipimpin hakim Syafrullah Sumar, lima terdakwa divonis delapan tahun penjara. Sebelumnya, jaksa menuntut 15 tahun penjara.
Terdakwa yang divonis delapan tahun penjara itu adalah Arnoval Mencana alias Opan, Bambang Tontou alias Bambang, Jonathan Tamsur alias Nathan, Dedy Doris Serpianus Tempali alias Dedi, dan Roni Sepriyanto Rantedago Parusu alias Oni.
Menurut hakim, perbuatan terdakwa yang membunuh Arham Badaruddin dan Wandi pada September 2006 terbukti menimbulkan suasana teror, sebagaimana didakwakan jaksa.
Perbuatan tersebut melanggar Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. (IDR)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:48 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas
PT BDL Tak Mau Komentar
KOMPAS - Jumat, 27 Juli 2007
Pekanbaru, Kompas - Perkembangan kasus kayu sitaan Kepolisian Daerah Riau dari areal hutan tanaman industri PT Bina Duta Laksana di Desa Belantak Raya, Kecamatan Sungai Gaung, Indragiri Hilir, menjadi dingin. Polda Riau sebagai pemeriksa dan PT BDL, yang diancam pasal kejahatan korporasi terhadap kerusakan hutan, memilih tidak berkomentar.
"Belum ada perkembangan yang dapat dilaporkan polisi menyangkut kayu sitaan itu," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Polda Riau Ajun Komisaris Besar Zulkifli di Pekanbaru, Kamis (26/7).
Direktur PT BDL Agus S, yang dihubungi lewat telepon, hanya menyatakan tidak dalam kapasitas memberi keterangan. "Saya sedang ada acara. Hubungi nanti saja," katanya.
Kompas mencoba mendapatkan keterangan langsung ke kantor PT BDL di Jalan HM Yamin, Pekanbaru, tetapi kantor itu sudah ditempati perusahaan lain yang bergerak di bidang pertambangan.
Seperti diberitakan, kasus dugaan pembalakan liar di areal hutan Sungai Gaung sempat menjadi pembicaraan hangat di Kota Pekanbaru. Namun, belakangan muncul tudingan bahwa berita tersebut hanya pelintiran wartawan yang bertanya kepada Kepala Polda Riau.
Berdasarkan data yang diperoleh Kompas, PT BDL juga tersangkut kasus pembalakan liar lain yang masih ditangani Polres Indragiri Hilir. Kasus yang dimaksud adalah penyitaan satu unit ponton berisi kayu bulat kecil yang bercampur kayu log sebanyak 710 ton, delapan truk yang bermuatan kayu 40 ton, serta 5.000 log campuran kayu bulat besar dan kecil.
Polres Indragiri Hilir sudah memeriksa 10 saksi, termasuk Adha Riawan (pegawai Dinas Kehutanan dan Perkebunan Indragiri Hilir) dan Diglar Sitompul (petugas tata usaha PT Bina Duta Laksana). (ART/SAH)
Posted by RaharjoSugengUtomo at 11:47 AM 0 comments
Labels: HeadlineNews: Kompas