KORAN TEMPO - Selasa, 29 Mei 2007
Jika KPU tidak bergerak, perkara ini tidak selesai.
JAKARTA - Mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum Didik Supriyanto mengatakan dana kampanye fiktif pada dua pasangan calon presiden sudah dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum. Tapi lembaga ini tidak pernah menindaklanjuti.
Menurut Didik, dana kampanye pemilihan presiden pada 2004 itu bisa diungkap asalkan KPU memeriksa tim-tim sukses pasangan calon yang pada saat itu banyak bermunculan. "Celah ini dapat dimanfaatkan oleh KPU," katanya kemarin.
Dia mengungkapkan, berdasarkan hasil audit akuntan publik, terdapat dana kampanye fiktif pada pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi sebesar Rp 4,045 miliar. Adapun pada pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla ditemukan dana kampanye fiktif Rp 1,625 miliar.
Dalam daftar penyumbang pasangan Megawati-Hasyim Muzadi, kata dia, beberapa tidak sesuai dengan data di KPU. Dia mencontohkan penyumbang nomor 425 atas nama Maryono, yang dalam daftar penyumbang disebutkan Rp 200 juta. "Kenyataannya cuma menyumbang Rp 10 juta," ungkapnya.
Adapun pada daftar penyumbang dana kampanye pasangan Yudhoyono-Kalla, Panitia Pengawas menduga ada 13 perusahaan fiktif yang andil setor uang. Tapi domisili perusahaan-perusahaan itu tidak satu pun yang ditemukan sesuai dengan alamat yang tercantum (lihat infografis di halaman A1).
Didik menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Pemilu, KPU bisa memberikan sanksi administratif terhadap pasangan calon yang terbukti melanggar. "Masalahnya, KPU tidak bergerak, sehingga perkara ini tidak selesai," ujarnya.
Masalah lainnya, kata Didik, pasangan calon presiden gampang mengelak jika ditanya soal dana kampanye. "Sebab, secara formal, mereka memang tidak menerima. Sementara itu, tim audit hanya memeriksa laporan keuangan tim kampanye yang terdaftar di KPU," ujarnya.
Didik menambahkan, bersamaan dengan maraknya aliran dana kampanye fiktif, terdapat dana asing yang masuk ke Indonesia. "Besarnya US$ 50 juta," katanya. Tapi Didik tidak dapat memastikan bahwa dana asing itu mengalir ke tim sukses pasangan calon presiden.
Dia mengaku memperoleh informasi itu dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Tapi Yunus Husein, Kepala Pusat Pelaporan, membantah dana itu mengalir ke pasangan calon presiden. "Bisa saja dana tersebut untuk investasi," ujarnya.
Mantan Ketua Pokja Dana Kampanye Pemilihan Presiden 2004 KPU Mulyana W. Kusumah mengatakan dana kampanye sudah dibongkar karena keterbatasan akuntan publik dalam mengaudit pundi-pundi tim kampanye calon presiden. KPU juga kesulitan mendapatkan akses untuk meneliti aliran dana mereka. "Ketika KPU meminta bantuan ke PPATK, dijawab bahwa PPATK hanya bisa laporan ke aparat penegak hukum," kata Mulyana.
Baik pasangan Yudhoyono-Kalla maupun Megawati-Hasyim Muzadi telah membantah tudingan menerima dana kampanye di luar aturan. Alwi Hamu, bekas anggota tim sukses pasangan Yudhoyono-Kalla, memastikan jagonya tidak pernah menerima dana dari luar negeri. "Semua tercatat dengan baik. Kecuali data itu terbakar atau rusak, saya kira masih ada," ujarnya saat dimintai konfirmasi oleh Tempo beberapa waktu lalu.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pramono Anung berulang kali menyatakan bahwa Megawati tidak pernah menerima bantuan asing ataupun dana dari Rokhmin Dahuri, yang membagikan dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan kepada sejumlah calon presiden. "Tidak ada dana masuk ke Mega Center atau ke pribadi Megawati," katanya.
ERWIN DARIYANTO IMRON ROSYID
Dana Gelap Calon Presiden
Dua tokoh, Amien Rais dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang sempat adu polemik tentang dana sumbangan bagi calon presiden dalam Pemilihan Umum 2004, sudah berdamai. Tapi bola panas dana gelap calon presiden terus bergulir.
Kali ini mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Didik Supriyanto yang menggelindingkan. Ia menyebutkan pasangan Megawati-Hasyim Muzadi diduga memiliki dana kampanye gelap Rp 4,045 miliar, sedangkan pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla mendapat sumbangan yang sumbernya tidak jelas sebesar Rp 1,625 miliar.
Penyumbang fiktif Mega-Hasyim antara lain:
PT Semen Grobogan Rp 600 juta
PT Wilang Sari Rp 350 juta
CV Maladang Putra Rp 750 juta
PT Arbarie Rp 750 juta
PT Friza Ausindo Riverland Rp 750 juta
Lie Budi Susanto Librata Rp 100 juta
Arsyad Kasmar Rp 100 juta
Murhadi Ibn Rp 100 juta
Joko Widodo Rp 95 juta (sebenarnya cuma menyumbang Rp 10 juta)
Maryono Rp 100 juta (tak pernah menyumbang)
Penyumbang fiktif Yudhoyono-Jusuf Kalla antara lain:
PT Bunga Cengkeh Abadi Rp 200 juta
PT Megah Pratama Murni Rp 50 juta
CV Sinar Tegar Dwi Rp 15 juta
CV Farah Dini Rp 250 juta
PT Putra Wara Rp 75 juta
CV Pembangunan Rp 150 juta
PT Rajawali Duta Nusantara Rp 75 juta
PT Sugiro Rp 75 juta
CV Nugraha Group Rp 150 juta
PT Patran Jaya Rp 300 juta
UD Veteran Motor Rp 100 juta
UD Cipta Jasa Rp 100 juta
PT Putera Wara Rp 75 juta
Dolar Panas
"Ada dana asing sebesar US$ 50 juta masuk Indonesia saat kampanye pemilihan presiden."
--Didik Supriyanto
"Ada dana dari Washington untuk salah satu calon presiden."
--Amien Rais
Ketentuan yang dilanggar:
Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden: Pasangan calon dilarang menerima sumbangan dari asing, pemerintah, BUMN, dan BUMD.
Tuesday, May 29, 2007
Dana Kampanye Presiden Diyakini Bisa Diungkap
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:22 AM
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment