Tuesday, May 29, 2007

Malaysia dan Indonesia Bangun Pipa Minyak

KORAN TEMPO - Selasa, 29 Mei 2007

Pipa itu mampu memompa 2 juta barel minyak per hari dan diperkirakan akan membelokkan sekitar 20 persen pasokan minyak dari Selat Malaka.

KUALA LUMPUR - Perusahaan-perusahaan dari Malaysia, Indonesia, dan Arab Saudi kemarin menandatangani kontrak pembangunan pipa minyak senilai US$ 7 miliar atau sekitar Rp 61,6 triliun di Malaysia dalam waktu tujuh tahun.
Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi menyaksikan penandatanganan kontrak itu bersama Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono di sela-sela Forum Ekonomi Dunia Islam di Kuala Lumpur.
Pipa yang melintasi Malaysia utara itu praktis akan menghindari Selat Malaka dan Singapura, jalur rutin pengiriman minyak mentah dari Timur Tengah ke Asia Timur. Pipa itu mampu memompa 2 juta barel minyak per hari dan diperkirakan akan membelokkan sekitar 20 persen pasokan minyak dari Selat Malaka.
Trans-Peninsula Petroleum Sdn. Bhd. dari Malaysia, pemilik proyek itu, menggandeng Ranhill Engineers and Constructors Sdn. Bhd. dari Malaysia dan PT Tripatra dari Indonesia untuk membangun jaringan pipa itu.
Trans-Peninsula juga membuat nota kesepahaman dengan Bakrie and Brothers dari Indonesia untuk menyediakan pipanya dan dengan Al-Banader International Group dari Arab Saudi untuk memasok minyaknya.
Dengan jaringan pipa baru ini, minyak mentah yang dikapalkan dari Timur Tengah akan dikilang di pantai barat laut Kedah dan dipompa melalui pipa sepanjang 300 kilometer ke Kelantan di pantai timur Malaysia. Minyak kemudian dapat diangkut kapal tanker ke Jepang, Cina, dan Korea Selatan.
Pembangunan pipa akan dimulai tahun depan. "Ini bukan proyek politik, tapi kerja komersial," kata Rahim Kamil Sulaiman, Chairman Trans-Peninsula.
Badawi menyatakan bahwa proyek ini merupakan bagian dari upaya pemerintah membangun wilayah utara. "Kami selalu ingin melakukan banyak hal untuk kawasan itu dan juga memperhatikan kepentingan koridor timur," ujarnya.
Separuh dari pengapalan minyak dunia kini melalui Selat Malaka. Selat sepanjang 960 kilometer itu menjadi jalur laut tersibuk di dunia yang menghubungkan Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan.
Selat itu terkenal rawan pembajakan dan penyelundupannya. Malaysia, Indonesia, dan Singapura telah meningkatkan patroli laut di kawasan itu sejak 2005 untuk mengamankannya. AFP AP IWANK

0 comments: