Tuesday, May 29, 2007

Kemelut Cukai Melumat Buruh

REPUBLIKA - Selasa, 29 Mei 2007

Hampir sebulan terakhir, 33 pabrik dari 38 perusahaan rokok di wilayah Malang, Jatim, berhenti beroperasi. Penyebabnya, mereka dilarang membeli pita cukai rokok, yang disinyalir akan dijualnya kembali ke perusahaan lain. Praktik kotor seperti itu dianggap melanggar Permen Keuangan No 75/PMK.04/2006.
Penutupan puluhan pabrik rokok itu berdampak pada nasib para buruh. Setidaknya sekitar 23 ribu buruh dirumahkan. Sehingga, terciptalah pengangguran sementara. Para buruh itu pun bingung bercampur resah. Mereka khawatir, pembekuan terhadap pabrik rokok di mana mereka bekerja berlangsung permanen.
Karena itu, di sela-sela menunggu panggilan untuk bekerja lagi, tidak sedikit di antara mereka yang alih profesi. Sebagian mereka ada yang bekerja sebagai kuli bangunan, ada pula yang bekerja serabutan. ''Untuk mencari penghasilan pengganti,'' jelas Budi, salah seorang buruh Pabrik Rokok Adi Bungsu.
Alih profesi sementara itu, ternyata tidak hanya dilakukan Budi. Rani, misalnya, kini berjualan gorengan, atau ada yang menjadi binatu. Bahkan, sejumlah buruh lainnya terpaksa menarik becak. Mereka mengaku melakukan alih profesi sementara untuk mengisi masa menganggur setelah dirumahkan. Apalagi, gaji yang diberikan pihak perusahaannya rata-rata hanya sebesar Rp 10 ribu per hari. Ditambah beras sebanyak lima kilogram untuk satu minggu. Umumnya mereka mengaku gaji dan pemberian beras itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Meski begitu, mereka berharap agar pabrik tempat mereka bekerja bisa beroperasi kembali.
''Kami bekerja hanya untuk menutup kebutuhan hidup saja. Penghasilan kami hanya dari bekerja sebagai buruh pabrik rokok. Kalau pabriknya ditutup, lantas kami mau bekerja apa. Mencari pekerjaan lain, sekarang ini sangat sulit,'' jelas Rudi yang diamini para buruh perusahaan rokok lainnya. Setiap ditanya, harapan mereka selalu seperti itu.
Sejauh ini, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tampaknya belum mendengar keluhan-keluhan ribuan buruh tersebut. Faktanya, 33 pabrik rokok yang dinyatakan terindikasi melakukan pelanggaran pita cukai tetap dibekukan. Sebanyak 20 pabrik rokok yang dibekukan itu, di antaranya, berada di Malang Raya yang menampung sebanyak 9.800 buruh. Kini, dari 20 pabrik rokok di Malang Raya itu ada empat di antaranya yang sudah dibebaskan. Pembebasan itu, karena Kantor Bea dan Cukai menilai mereka tidak terbukti bersalah. Empat pabrik rokok yang dibebaskan tersebut adalah PR Bintang Mas Wjaya (BMW) atau dikenal juga Bunga Meranti Wangi, Jagung Padi, Jagung Putera, serta HF Prima.
Sedangkan 14 PR lainnya, menurut Kepala Seksi Penyelidikan dan Penyidikan (P2) Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Malang, Rudy Hery Kurniawan, masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan. ''Sampai kapan proses itu, dan kapan berakhir, saya belum bisa memastikan. Yang pasti, prosesnya akan kami usahakan secepat mungkin,'' tandasnya.
Kepala Pelayanan Kantor Bea dan Cukai Malang, Barid Effendy, menyebutkan pencabutan itu dilakukan sesuai temuan Seksi P2 Bea dan Cukai. Pihaknya meyakini pabrik rokok yang ditutup itu menjual pita cukai rokok ke perusahaan lain. Praktik kotor jual beli pita cukai ini diyakininya sudah berlangsung lama.
Pembekuan itu jelas mengancam ribuan buruhnya menjadi pengangguran. Ironisnya, ribuan buruh yang dirumahkan itu sampai saat ini belum mendapatkan advokasi dari LSM perburuhan. Ketua SPBI Malang Raya, Ali Wasnu, menegaskan di antara buruh rokok yang dirumahkan itu tidak ada yang menjadi anggotanya.
''Jadi, kami tidak bisa memberikan pembelaan. Kecuali, kalau mereka memberikan kuasa pada kami,'' jelasnya. Hal senada juga diungkapkan Ketua SPSI Kab Malang, Widodo. Meski begitu, Lembaga Ekonomi Mubaligh Indonesia (LEMI) memiliki sikap berbeda dengan LSM perburuhan. LEMI yang sebagian besar anggotanya adalah dai dan kiai ini justru langsung mengeluarkan sikap tegas.
Mmereka yang dikoordinir kiai seperti KH Mustafa Badri, Gus Riski, KH Ali (Mojoagung Jombang), Gus Sholah (Jombang), dan Gus Abu Bakar (Sidoarjo), mengeluarkan rekomendasi yang berisi permintaan agar pembekuan 33 pabrik rokok, terutama 20 pabrik rokok di Malang Raya dicabut. Permintaan tersebut ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla (JK).
''Kami mengirim surat protes atas pembekuan pabrik rokok itu kepada SBY-JK. Itu kami lakukan karena sebagian besar dari parah buruh itu adalah warga Nahdlatul Ulama (NU). Jadi, kami merasa berkewajiban membela mereka. Masak, membunuh nyamuk, dengan cara membakar rumah,'' ujar Ketua Umum LEMI, KH Muhammad Mahmud.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Bidang Hukum dan HAM LEMI, Peter Zulkifli. Menurut dia, pembekuan terhadap pabrik-pabrik rokok itu memang ada kesan tebang pilih. Tragisnya, menurut dia, keputusan tersebut telah membuat ribuan buruh terancam PHK. Kini, dia yakin para buruh itu dilanda keresahan. Karena itu, Peter berharap nasib para buruh yang terancam kehilangan penghasilannya ini ikut dipikirkan, mengingat jumlah mereka yang tidak sedikit. aji

0 comments: