Thursday, May 24, 2007

Swasta Jepang Tambah Investasi; Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Akan Diteken Agustus

KOMPAS - Kamis, 24 Mei 2007

Suhartono

Tokyo, Kompas - Sejumlah perusahaan Jepang menyatakan komitmen mereka untuk terus mengembangkan usaha dan menambah investasi mereka di Indonesia. Komitmen tersebut terlontar ketika para pemimpin perusahaan itu bertemu langsung dengan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di Tokyo, Rabu (23/5).

Di antara konglomerat Jepang yang bertemu Wapres kemarin ialah Sotjiz Corporation, Mitsubishi, dan Mitsui, serta Senior Executive Vice President International Friendship Exchange Council (FEC) Kazumasa Hanioka. "Di samping energi gas, mereka juga akan mengembangkan investasi di bidang manufaktur, seperti mobil dan elektronik," kata Kalla ketika berbincang dengan wartawan yang menyertai kunjungannya kali ini.
Mitsubishi juga dikabarkan akan meningkatkan investasi, di antaranya untuk mengembangkan mobil niaga dengan teknologi emisi gas buang berstandar Euro 2000 senilai 60 juta dollar AS.
Mitsubishi akan meningkatkan nilai investasinya di Indonesia dari biasanya 2 miliar dollar AS menjadi tiga kali lipat, sekitar 6 miliar dollar AS.
Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi berupa penanaman modal asing (PMA) dari Jepang selama triwulan pertama 2007 tercatat sebanyak 149,1 juta dollar AS dengan 24 proyek. Posisi Jepang itu berada di urutan kelima di antara negara penanam modal. Posisi pertama diduduki Inggris dengan nilai investasi 1,4 miliar dollar AS, disusul Taiwan, Australia, dan Korea Selatan.
Sebelumnya, Wapres diundang menjadi pembicara kunci dalam konferensi ekonomi internasional yang diselenggarakan koran ekonomi Jepang, Nihon Keizai Shimbun (Nikkei).
Dalam kunjungan itu, Wapres didampingi antara lain Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Kepala BKPM Muhammad Lutfi, Ketua Komisi V DPR Didik J Rachbini, dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan Rahmat Gobel.
Wapres pun menyatakan optimismenya akan kemajuan dan peningkatan investasi di Indonesia selama satu hingga dua tahun mendatang. Kemajuan dan peningkatan investasi di Indonesia dinilai tidak akan kalah dari negara lainnya di kawasan Asia. Namun, kata Wapres, syarat-syarat bagi kemajuan dan peningkatan investasi itu dapat ditopang sejumlah hal, di antaranya kestabilan politik dan keamanan, kepastian hukum, penyelesaian perburuhan, percepatan pembangunan infrastruktur di segala bidang, serta kemampuan mengelola sumber daya energi sebagai kekuatan bangsa Indonesia.
"Dengan adanya sumber daya energi kita seperti gas alam cair, yang tidak dipunyai di antara mereka (investor), kita bisa mempunyai pengaruh," kata Kalla.
Terhadap sumber daya gas alam cair, Wapres mengatakan Indonesia mempunyai kapasitas lebih setelah tahun 2013, dengan telah ditemukannya dan segera dikelolanya sumur-sumur gas di Selat Makassar, Cepu, Blok Natuna D-Alpha, dan lainnya.
"Baru sebagian saja yang kita penuhi untuk yang kontraknya habis pada 2011, seperti Jepang, sebagian akan dipenuhi lagi setelah kapasitas produksi kita meningkat," katanya.
Oleh sebab itu, menurut Wapres, Pertamina di Cepu telah diminta untuk mempercepat dan melakukan negosiasi kontrak gas yang sudah habis masa berlakunya. "Jepang harus menerimanya karena kita yang menentukan dan menjualnya. Yang kontraknya 2013 saya kira aman (pasokannya)," tutur Wapres.
Adapun mengenai masalah perburuhan yang banyak dikeluhkan pengusaha atau investor, Wapres menyatakan pada awal bulan mendatang, Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Jaminan Cadangan Pesangon Tenaga Kerja yang di-PHK sudah harus ditandatangani.
"Dengan diselesaikannya jaminan pesangon bagi pekerja yang di-PHK, saya kira itu akan menyelesaikan 50 persen lebih masalah perburuhan karena buruh tidak ada rasa khawatir terhadap jaminannya jika sewaktu-waktu terjadi pemutusan hubungan kerja. Tak ada alasan perusahaan menolaknya karena kita melaksanakan undang-undang," tutur Wapres.
EPA diteken Agustus
Kalla menambahkan, sekarang ini kemajuan dari perundingan kesepakatan kemitraan ekonomi (economic partnership agreement/EPA) dengan Jepang sudah mencapai lebih dari 90 persen, sejak ditandatangani akhir November 2006 di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Shinzo Abe.
Kalla mengakui perundingan berjalan dengan alot mengingat Indonesia tidak seperti Singapura yang terkesan "memberikan" apa saja yang dimaui Jepang. Namun, Kalla optimistis pada akhir Juni ini rincian dari persetujuan prinsip EPA dapat segera diselesaikan.
Mari Elka Pangestu menyatakan, setelah akhir Juni rincian itu diselesaikan, perjanjian rincian dari EPA akan segera ditandatangani Presiden Yudhoyono dan PM Abe yang akan berkunjung ke Indonesia pada Agustus.
"Sekarang ini masih tersisa 10 persen lagi dari masalah yang masih ditunda. Masalah itu menyangkut kerja sama," ujar Mari.
Persoalannya bukan pada berbagai jenis tarif yang akan ditetapkan menjadi nol persen, tetapi karena Indonesia belum bisa masuk ke pasar Jepang jika tidak bisa memenuhi syarat-syaratnya. "Yang bisa menghambat adalah penghalang nontarif. Di situlah kerja samanya agar mereka membantu kita memenuhi syarat-syaratnya supaya mereka membantu kita masuk ke pasar mereka," ujar Mari.
Wapres menyatakan, dengan upaya itu semua, daya Indonesia yang selama ini di nomor urut 135 negara harus diturunkan ke nomor 70 dalam tahun-tahun mendatang. "Itulah... kalau investasi kita mau maju dan meningkat," katanya.


0 comments: