Thursday, May 24, 2007

`Tinjau Kembali Perkara BLBI`

REPUBLIKA - Kamis, 24 Mei 2007 8:13:00

JAKARTA -- Penuntasan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara ratusan triliun rupiah membutuhkan keseriusan pimpinan negara. Untuk membuktikan keseriusannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta meninjau kembali kebijakan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) yang mengikat para obligor.

''Presiden tak pernah tegas terhadap obligor dan koruptor, melainkan selalu memberi kemudahan. Presiden harus meninjau kembali kebijakannya,'' kata anggota DPD, Marwan Batubara, di Jakarta, Rabu (23/5).
Salah satu upaya peninjauan itu adalah dengan melakukan judicial review seluruh kebijakan terkait BLBI. ''Kebijakan yang ada selama ini justru memberi keuntungan bagi obligor,'' jelas Marwan.
Untuk memperkuat perangkat kebijakan dalam mengungkap kasus BLBI, pemerintah perlu menerbitkan peraturan presiden (perpres) atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Peraturan itu penting untuk menjadi dasar hukum menerapkan asas pembuktian terbalik guna menjerat koruptor.
Jaksa Agung, pinta Marwan, harus menuntaskan kasus BLBI ini secara hukum. Pelakunya pun harus diseret ke pengadilan. Sementara, DPR didesak membentuk panitia khusus BLBI dan menolak tiga opsi penyelesaian perdata yang ditawarkan Menkeu.
Pengembalian uang negara, menurut Marwan, sesuai UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tak cukup untuk menghapuskan kejahatan yang dilakukan obligor.
Anggota Komisi III DPR, Almuzzammil Yusuf, menyatakan penuntasan kasus BLBI merupakan uji keberanian dan keseriusan SBY-JK. ''Jakgung sulit berhasil, jika dukungan SBY-JK basa-basi dan setengah hati,'' katanya.
Jakgung sebelumnya, Abdul Rahman Saleh, menurut Almuzzammil, memiliki keseriusan menyelesaikan kasus BLBI. ''Namun, dia kurang mendapat dukungan pemerintah. Apalagi, kasus ini menyangkut koruptor kakap dan berhubungan dengan instansi lain, seperti Depkeu dan Deplu.''
Kalau kejahatan BLBI ini belum juga tuntas, pengamat hukum, Indra Putra Sidin, meminta masyarakat jangan hanya menyalahkan Jakgung, polisi, atau Menkeu. ''Yang bertanggung jawab adalah Presiden. Semua jajarannya itu adalah pembantu Presiden,'' kata Indra.
Penuntasan kasus BLBI, kata praktisi hukum, Frans Hendra Winata, harus disertai kebijakan politik yang kuat. ''Memang yang bertanggung jawab adalah Jakgung, tapi semua ini tergantung dari political will,'' katanya. Obligor hitam, tegas Frans, harus dikejar untuk diminta tanggung jawab atas hilangnya aset negara senilai Rp 650 triliun. Persoalan perdata, menurut Frans, tak akan menghilangkan perkara pidana. ''Pengembalian aset memang yang utama, tapi penegakan hukum tetap dijalankan.''
Mantan ketua MPR, Amien Rais, meminta kasus BLBI diungkap dengan jelas dan lengkap. Sebab, perkiraan dia, kerugian negara akibat suntikan modal kepada 48 bank saat itu bisa membengkak hingga Rp 700 triliun. ''Rp 700 triliun itu sama dengan Rp 7.000 miliar. Itu uang yang sangat banyak.''
Dana sebesar itu akan terungkap, jika penegak hukum melacak dan menyelidiki hingga tingkatan teratas. ''Penegak hukum harus berani bersikap. Harus ada yang mengungkap kebenarannya.'' ( wed/eye/dri/mus )

0 comments: