KOMPAS - Sabtu, 02 Juni 2007
Perubahan Iklim di Indonesia Sedang Terjadi
Jakarta, Kompas - Pemerintah berencana melakukan pendataan terbaru tentang perkiraan emisi gas rumah kaca yang memengaruhi perubahan iklim. Data diperlukan untuk pemaparan dalam Pertemuan Para Pihak Ke-13 Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim yang akan berlangsung di Bali, 3-14 Desember 2007.
"Bulan Juni akan kami mulai dan target selesai November mendatang," kata Asisten Deputi III Urusan Pengendalian Kerusakan Perubahan Iklim Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) Sulistyowati dalam Seminar Nasional "Kualitas Udara dan Dampaknya Terhadap Perubahan Iklim" pada Pekan Lingkungan Indonesia 2007 di Jakarta, Kamis (31/5).
Pada program tersebut, selain KLH, juga dilibatkan Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Perhubungan, serta Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Beberapa indikator yang akan didata di antaranya paparan CO2, NH4, NO, dan N. Data tahun 1994, yang merupakan data resmi terakhir yang dimiliki pemerintah, menunjukkan, total emisi CO2 mencapai 748.607 gigaton (Gt), emisi CH4 mencapai 6.409 Gt, dan emisi N2 belum dihitung.
Total emisi unsur-unsur utama pembentuk GRK diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 1994. Selain saat itu hanya sektor kehutanan dan energi yang dihitung, kondisi lingkungan juga terus terdegradasi setiap tahun.
Sedang berubah
Dari data-data iklim, perubahan iklim sedang terjadi di Indonesia. Kantor Meteorologi di Inggris mencatat, peningkatan suhu Indonesia mencapai 0,54 derajat Celsius antara tahun 1950 hingga 2000.
Fenomena iklim global menyebabkan suhu terpanas di Jakarta pada Februari 2007 mencapai 37 derajat Celsius. Sementara normalnya 30 derajat Celsius hingga 33 derajat Celsius.
Paparan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dalam seminar nasional menunjukkan kecenderungan peningkatan suhu rata-rata di 10 kota besar di Indonesia. Hal itu diungkapkan Nurhayati, staf BMG.
Ke-10 kota itu adalah Pekanbaru, Padang, Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Ambon.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa kemajuan ekonomi bukan alasan untuk merusak lingkungan. Kemajuan ekonomi justru harus menjadi satu syarat untuk menjaga dan memelihara lingkungan hidup.
Sulit bagi manusia menjaga dan memelihara lingkungan, tanpa ada kemajuan ekonomi yang baik dan berkelanjutan. Demikian disampaikan Kalla saat upacara pembukaan Pekan Lingkungan Indonesia 2007 di Taman Wisata Mekarsari, Cileungsi, Jawa Barat, Kamis sore.
Biaya perbaikan lingkungan yang rusak karena banjir dan longsor, misalnya, Wapres menyatakan, bisa 10 dollar AS per meter persegi. Padahal, manusia hanya mendapat keuntungan 5 dollar AS dari menebang hutan.
(GSA/HAR)
Saturday, June 02, 2007
Data Emisi Mulai Diidentifikasi
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:57 AM
Labels: HeadlineNews: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment