KORAN TEMPO - Sabtu, 02 Juni 2007
"Ini bisa masuk kategori pembunuhan berencana."
JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai penembakan warga Alas Tlogo, Pasuruan, Jawa Timur, oleh pasukan marinir TNI Angkatan Laut merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia.
"Ini bisa masuk kategori pembunuhan berencana," kata Abdul Hakim Garuda Nusantara, Ketua Komnas HAM, saat mengunjungi lokasi kejadian di Pasuruan kemarin.
Berdasarkan keterangan sementara yang dikumpulkan, Garuda menjelaskan, warga menilai penembakan yang dilakukan marinir bukan dalam rangka bela diri. "(karena) Masyarakat tidak melakukan penyerangan," ujarnya.
Kepada Komnas HAM, warga juga mengadukan sejumlah intimidasi yang pernah dilakukan preman dan anggota marinir sejak Maret lalu. "Seperti perusakan tanaman dan ancaman," kata Garuda.
Penembakan yang terjadi pada Rabu lalu menyebabkan empat warga Alas Tlogo tewas dan tujuh lainnya terluka. Insiden ini berawal pada Selasa pagi 29 Mei lalu, ketika pasukan marinir dari Markas Pusat Latihan Tempur TNI Angkatan Laut di Grati sedang menjaga lahan yang tengah menjadi subyek sengketa dengan warga.
Juru bicara Markas Besar TNI, Marsekal Muda Sagom Tamboen, mengatakan pernyataan Garuda terlalu prematur. "'TNI juga manusia yang tidak pernah berniat bentrok dengan siapa pun."
Dalam insiden ini, Polisi Militer Angkatan Laut telah menetapkan 13 tersangka. "Saat ini mereka kami tahan di markas," kata Komandan Polisi Militer Angkatan Laut Pangkalan Utama TNI AL V Surabaya Kolonel (PM) Totok Budi Santoso.
Dari 13 orang itu, pangkat tertinggi adalah letnan dua, yang disandang Budi Santoso sebagai komandan regu.
Gubernur Jawa Timur bersama Panglima Komando Armada Timur Laksamana Madya Moekhlas Sidik, Panglima Kodam Brawijaya Mayor Jenderal Syamsul Mapparepa, dan Bupati Pasuruan Jusbalkir Aldjufri menggelar rapat dengan 50 perwakilan warga, Kamis lalu.
Dalam pertemuan yang digelar di pendopo Kabupaten Pasuruan itu, warga didampingi sejumlah tokoh masyarakat, seperti Ketua Nahdlatul Ulama Pasuruan Sonhaji Abdussomad. Kesimpulan rapat, antara lain, mengusut tuntas pelaku, meminta PT Rajawali Nusantara--saat ini mengelola tanah tersebut--menghentikan kegiatan, dan mengakhiri pemblokiran jalan.
Dalam pertemuan tersebut, kata Moekhlas, TNI telah menawari warga tanah seluas 500 meter persegi per keluarga, di luar areal lahan sengketa seluas 3.660 hektare yang dikuasai TNI Angkatan Laut. Namun, tawaran itu ditolak.
Warga, kata Imam Supnadi, salah satu perwakilan warga, ingin proses jual-beli lahan ditinjau ulang, termasuk mengungkap dokumen surat-surat tanah palsu yang dijadikan bukti oleh pihak militer. Warga juga menolak permintaan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, yang disampaikan lewat Moekhlas, menjadikan Choirul, 3 tahun--salah satu korban luka tembak--sebagai anak angkat.
Pengurus Besar NU kemarin menyatakan penembakan itu merupakan tindakan keji dan tidak bisa ditoleransi. "Tugas TNI itu melindungi rakyat, bukannya menembaki rakyat," ujar Ketua Umumnya Hasyim Muzadi.
Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto berjanji akan bersikap terbuka dalam proses hukum penyelidikan kasus ini. Menurut dia, TNI telah menerima surat dari Komnas HAM yang ingin ikut bergabung dalam proses hukum kasus ini. "Kami welcome jika Komnas HAM ikut," katanya.
REH AS ABDI P IVANSYAH FANNY F SANDY IP KUKUH
--------------------------------------------
Tanah dan Sepatu Lars
Bukan hanya di Grati, Pasuruan, sengketa tanah yang melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terjadi di berbagai wilayah. Kejadian dua hari lalu telah membuktikan bahwa kesemrawutan tanah bisa membuat tentara--yang dipersenjatai untuk melawan negara lain--melakukan kekerasan terhadap rakyat sendiri.
Silang sengkarut tanah TNI tidak muncul begitu saja. Riwayat sengketa bisa berumur puluhan tahun, bahkan bila dirunut bisa sampai ke zaman Belanda. Kasus di Pasuruan, misalnya, berawal pada 47 tahun silam.
Berikut ini rinciannya:
1960
Angkatan Laut membeli tanah 3.569 hektare seharga Rp 77,6 juta untuk pusat pendidikan.
1963
Tanah selesai dibayar, tapi sebagian warga belum pindah. Karena belum ada dana, pembangunan terkatung.
1981
PT Rajawali Nusantara berpatungan dengan Induk Koperasi Angkatan Laut membuat PT Kebun Grati Agung. Angkatan Laut memiliki 20 persen saham, dan sisanya dimiliki Rajawali. Luas kebun 3.200 hektare. Kontrak berlangsung sampai 2018.
1986
Angkatan Laut menyelesaikan proses sertifikasi lahan.
1998
Bupati Pasuruan mengusulkan agar warga yang menempati lahan dipindah ke lokasi lain, dengan kompensasi 500 meter persegi tiap keluarga. Pada dasarnya pihak AL setuju, tapi menunggu dana Departemen Keuangan.
Pertengahan 1998
Warga mengajukan gugatan ke pengadilan, meminta tanah dikembalikan kepada mereka. Warga berkeras tanah yang dimaksudkan adalah warisan leluhur mereka. Ada 6.000 keluarga yang tinggal di lahan sengketa ini.
1999
Pengadilan menyatakan tanah itu milik Angkatan Laut karena ada sertifikat.
2001
Warga menebang 12 ribu pohon mangga siap panen, merusak pompa dan jaringan pengairan. Angkatan Laut memutuskan menjadikan wilayah itu sebagai pusat latihan tempur.
30 Mei 2007
Marinir, yang menjaga regu Rajawali Nusantara bekerja, bentrok dengan warga. Tentara menewaskan empat warga.
Sengkarut Tanah Tentara
Rumpin Desa Sukamulya, Rumpin, Bogor
Angkatan Udara hendak membangun tempat latihan air di desa Sukamulya, Rumpin, Bogor. Tapi lahan yang digunakan itu juga diklaim milik warga setempat berdasarkan girik tanah. Sedangkan Angkatan Udara mengklaim tanah itu berdasarkan keputusan Panglima Perang pada 1950.22 Januari 2007. Bentrokan meledak. Seorang warga terkena tembakan, dua luka parah, dan beberapa pingsan dipukuli tentara, termasuk perempuan guru mengaji dan gadis siswi SMP. Angkatan Udara juga memukuli enam warga sebelum kemudian warga diserahkan ke polisi.
Pangkalan Udara GordaDesa Lamarang, Binuang, Serang, Banteng
Warga ingin mendapatkan kembali 800 hektare tanah yang dipakai sebagai lapangan udara oleh Angkatan Udara. Menurut warga, girik tanah mereka disita pemerintah pada zaman penjajahan Jepang. Sehari sebelum penembakan di Pasuruan, sekitar 150 warga Lamarang berunjuk rasa di DPRD setempat. Pekan lalu, sekitar 150 warga Lamarang berunjuk rasa di DPRD setempat.
Melak-Barong Tongkok
Angkatan Udara dan sekitar 300 keluarga adat saling mengklaim memiliki tanah 472 hektare di sepanjang jalan Kecamatan Melak-Barong Tongkok, Kutai Barat.
Teluk Bayur
Kaum Marah Alamsyah Datuak Magek Marajo Suku Tanjung Balai Mansiang merasa Angkatan Laut menyerobot tanah mereka untuk membangun pangkalan utama di Teluk Bayur. Angkatan Laut merasa untuk tanah yang dipakai sudah diberikan ganti rugi.
naskah: nurkhoiri abdi purnomo Sandy Indra Pratama
sumber: www.d-infokom-jatim.go.id kaltim post pbhi.or.id berbagai sumber
Saturday, June 02, 2007
TENTARA DINILAI MELANGGAR HAM
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:17 AM
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment