KORAN TEMPO - Sabtu, 02 Juni 2007
"Jika tidak diselesaikan, peristiwa Pasuruan bisa terjadi di mana-mana."
JAKARTA -- Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Effendy Choirie, mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengganti Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto. Ia menilai Djoko gagal melakukan reformasi internal TNI. "Militer masih bersikap arogan dan gagal menyelesaikan konflik pertanahan dengan rakyat," katanya Kamis lalu.
Menurut dia, saat ini banyak tanah yang diklaim milik TNI ternyata masih bermasalah dengan rakyat. Tanah-tanah itu, kata dia, diperoleh pada zaman Orde Baru dengan cara mengintimidasi. "Contohnya, ya, di Pasuruan ini. Rakyat marah karena merasa dibohongi," ujarnya.
Waktu itu, dia menjelaskan, TNI bilang tanah yang dibeli dari rakyat akan digunakan untuk pembangunan lapangan terbang. Tapi hingga kini lapangan terbang tidak kunjung dibangun. "Lha, kok, malah digunakan untuk pertanian yang dikelola bersama PT Rajawali," katanya.
Namun, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid tak sependapat dengan Effendy soal posisi Djoko. "Tidak semua petinggi TNI harus bertanggung jawab," katanya.
Hidayat mendesak TNI mengevaluasi semua tanah yang telah dikuasai. Apabila tanah itu diambil dengan cara mengintimidasi, katanya, TNI harus mengembalikan kepada rakyat.
Sejumlah tanah milik TNI memang masih bermasalah. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Pertahanan DPR pada 27 Februari lalu, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana TNI Slamet Soebijanto memaparkan saat ini TNI Angkatan Laut memiliki 61,92 hektare tanah yang dikerjasamakan. Sebagian besar di antaranya di Jakarta dan satu bidang di Juanda, Medan. Tak disebut tanah yang ada di Grati, Pasuruan. "Kami akan menelusuri aset tanah yang belum jelas," katanya kala itu.
TNI Angkatan Darat memiliki tanah yang dikerjasamakan sebanyak 28 bidang. Tak disebut berapa luasnya. "Untuk tanah yang belum jelas, kami akan menelusurinya," kata Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Djoko Santoso dalam rapat dengar pendapat yang sama.
Sedangkan untuk TNI Angkatan Udara, tak ada data yang pasti. Tapi, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Pertahanan DPR pada 19 Februari lalu, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Herman Prayitno sempat ditanyai soal sengketa dengan warga di Sukamulya, Rumpin, Bogor, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, tanah 1.000 hektare di Rumpin merupakan tanah negara yang diberikan kepada Angkatan Udara. Sengketa, kata dia, terjadi karena terbitnya surat Bupati Bogor pada 2003 yang menetapkan status tanah Rumpin untuk pemerintah Bogor, LAPAN, pemerintah Desa Sukamulya, dan para penggarap. "Akibatnya, masyarakat mengklaim tanah itu milik pribadi," kata Herman.
Ketua Tim DPR yang juga Wakil Ketua Komisi Pertahanan, Yusron Ihza Mahendra, mengatakan perlu ada penanganan serius mengenai status tanah milik TNI. Selama ini, kata dia, banyak tumpah tindih status tanah antara TNI dan warga ataupun pihak lain. "'Jika tidak diselesaikan, peristiwa Pasuruan bisa terjadi di mana-mana,'' ujarnya saat berkunjung ke lokasi insiden berdarah Alas Tlogo, Pasuruan.
Juru bicara Markas Besar TNI, Marsekal Muda Sagom Tamboen, mengakui banyak tanah TNI yang berstatus sengketa dengan warga. Agar kasus Pasuruan tak terulang, menurut dia, lembaganya akan meneken memorandum of understanding dengan Badan Pertanahan Nasional. "Kami sedang merumuskan konsepnya," katanya.
Anggota Komisi Pemerintahan DPR, Ferry Mursyidan Baldan, menilai persoalan tanah itu terjadi akibat lemahnya riwayat tanah di Indonesia. "Dari seluruh tanah yang ada, hanya 30 persennya yang memiliki sertifikat. Jika dibawa ke pengadilan, hampir dipastikan warga akan kalah," katanya.
ERWIN D ABDI P REH AS SANDY IP
Saturday, June 02, 2007
TNI Gagal Selesaikan Konflik Pertanahan
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:20 AM
Labels: HeadlineNews:KoranTempo
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment