Saturday, June 02, 2007

Yang Bertahan dari Terjangan Peluru

KORAN TEMPO - Sabtu, 02 Juni 2007

"Operasi pengangkatan proyektil segera dilakukan jika kondisi pasien sudah pulih," kata Sri Endah Noviani, Kepala Hubungan Masyarakat RS Sjaiful Anwar, kepada wartawan.
Choirul Anwar belum meninggal. Meski dada kirinya ditembus peluru ketika warga desanya bentrok dengan pasukan marinir pada Rabu lalu, dan media massa, termasuk Koran Tempo, mengabarkan ia meninggal berdasarkan keterangan pamannya, bocah berusia tiga tahun itu ternyata masih dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr Sjaiful Anwar, Kota Malang.
Hingga kemarin, proyektil di dadanya belum bisa dikeluarkan karena kondisinya masih lemah. "Operasi pengangkatan proyektil segera dilakukan jika kondisi pasien sudah pulih," kata Sri Endah Noviani, Kepala Hubungan Masyarakat RS Sjaiful Anwar, kepada wartawan.
Choirul berhasil melewati masa kritis Kamis lalu. Begitu sadar, ia menangis mencari ayahnya. Entah apa reaksinya jika ia tahu sang bunda, Mistin, sudah meninggal ketika menggendongnya.
Menurut Noviani, kondisi Choirul hingga kemarin sudah menunjukkan kemajuan dibanding saat tiba di ruang instalasi gawat darurat Rabu lalu. "Tapi dibutuhkan stamina yang lebih bagus dan kuat lagi agar operasi pengangkatan proyektil bisa dilakukan. Jika tidak, operasi akan berdampak terhadap keselamatan jiwa pasien," katanya.
Kini Choirul setiap saat dijaga oleh Sutrisno, 27 tahun, ayahnya, dan Samad, sang kakek, yang berusia 50-an tahun. Kedua warga Desa Alas Tlogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, itu sangat khawatir melihat kondisi Choirul.
Samad menemani cucunya sejak hari pertama. Ia bahkan memilih tidak menghadiri pemakaman jenazah putrinya, Mistin, 25 tahun, demi menjaga cucunya. Pemakaman Mistin diurus sang menantu.
Sutrisno harus menempuh perjalanan sekitar 80 kilometer dari Pasuruan ke Malang pulang-pergi demi menemani Samad dan Choirul.
Samad adalah Kepala Dusun Tlogo, Desa Tlogo. Sewaktu belasan personel marinir dari Pusat Latihan Tempur TNI Angkatan Laut, Grati, bentrok dengan warga pada Rabu lalu, Samad sedang berada di rumah. Lima orang marinir meringkus Samad dan sempat menendanginya. Samad baru dilepas ketika dirinya mengaku sebagai kepala kampung.
"Saat kejadian, marinir mengejar massa ke rumah warga. Marinir melepaskan tembakan ke rumah-rumah warga. Choirul sedang digendong ibunya di depan rumah. Kabih ampon e tentoege jeng se Kuasa (semua sudah ditentukan Yang Mahakuasa)," kata Samad, seperti ditirukan kerabatnya, Salih.
Sutrisno langsung pingsan begitu mengetahui istrinya meninggal kena peluru. Ia pingsan lagi pada Kamis lalu setelah mendapat kabar putranya ikut tewas. Kabar ini lekas menyebar ke seluruh desa, apalagi sampai diumumkan lewat pengeras suara. Ribuan pelayat yang menghadiri pemakaman empat jenazah korban bentrokan itu pun ikut terharu dan menjerit histeris.
Situasi yang sangat kacau beberapa jam setelah insiden berdarah meletus itulah yang membuat informasi menjadi simpang-siur dan membuat pers salah membuat berita. Semoga kesalahan ini justru membuat Choirul sanggup bertahan lebih lama. Amin.

ABDI PURMONO

0 comments: