Tuesday, July 03, 2007

Bergantung pada Turis Fanatik

KORAN TEMPO - Selasa, 03 Juli 2007

Pemerintah Amerika Serikat juga pernah mengimbau warganya agar tak ke Indonesia.

MENELUSURI pelosok Indonesia sudah menjadi hobi Martina, 32 tahun. Setiap kali musim liburan, wanita asal Italia itu mengepak pakaiannya untuk berkeliling Indonesia. Tahun ini ia ke Yogyakarta. Tahun-tahun sebelumnya ia mengunjungi Sulawesi, Medan, dan Cirebon. "Ke Bali, ya, pakai (pesawat) Garuda," katanya di sela-sela acara Pesta Kesenian Bali di Denpasar kemarin. Guru sekolah dasar itu selalu mampir ke Bali setiap akhir masa liburan sebelum pulang ke negaranya.
Martina tersenyum ketika ditanya soal larangan terhadap pesawat Indonesia terbang ke langit Eropa. Bahkan belakangan agen-agen wisata Eropa memperingatkan warga Eropa di Indonesia agar jangan menggunakan pesawat domestik. Toh, Martina mengabaikan larangan itu ketika berangkat dari Yogya dua hari lalu. "Saya merasa aman-aman saja. Kenapa harus takut?"
William bahkan mengaku belum tahu ada larangan tersebut. "Setiap kali liburan, saya tak membaca koran dan menonton televisi," ucap pria asal Inggris itu ketika ditemui di Sanur. Ia memang tak berencana berwisata di luar Bali. Tapi ia tak khawatir jika harus terbang dengan pesawat domestik. "Tahun lalu saya ke Yogya dan ke Lombok," ujarnya.
Lain lagi Natalie Ross. Ross akan memikirkan ulang rencananya mengunjungi Lombok. "Mungkin saya tunda atau saya naik kapal (laut) saja," katanya. Perempuan asli Inggris ini baru dua kali berlibur ke Bali. Menurut dia, peringatan dari Komisi Eropa perlu diperhatikan karena menyangkut keselamatan. "Saya tak ingin mendapat masalah di tempat yang jauh dari negara saya."
Pengamat pariwisata dari Universitas Udayana, Agung Suryawan, justru optimistis turis Eropa akan terus berkunjung ke Bali. Pemerintah Amerika Serikat juga pernah mengimbau warganya agar tak ke Indonesia. "Toh, kunjungan turis Amerika tetap stabil," katanya.
Ia berpendapat mayoritas turis di Bali adalah repeater atau turis fanatik yang sudah berkali-kali datang. Mereka tahu persis kondisi Indonesia, termasuk penerbangan domestiknya. Jumlah turis baru dalam setahun cuma 30 persen dari total. "Repeater bisa kita andalkan untuk meyakinkan turis baru agar tetap datang," ujar Agung.
ROFIQI HASAN

0 comments: