Tuesday, July 03, 2007

NURANI WARGA: Hidup Masih Susah, "Jang Baribut Lai"

KOMPAS- Selasa, 03 Juli 2007

AGUNG SETYAHADI

Di pos ojek beratap seng itu Nico Manuputty (43) tengah mengobrolkan penghadangan mobil angkutan umum oleh ribuan demonstran di Jalan Sultan Babullah, Ambon, Senin (2/7). Ia tak habis pikir, mengapa masih ada yang ingin bertikai ketika Ambon sudah aman.
Insiden itu segera mengingatkannya pada kesulitan hidup sehari-hari yang membelit warga Ambon sejak pertikaian berbau agama meletus di kota itu tahun 1999. Masih terngiang dalam ingatan Nico berondongan tembakan dan kelaparan karena tidak ada pasokan sembako.
Penghadangan dan perusakan mobil angkutan umum di Jalan Sultan Babullah berawal dari kekecewaan demonstran yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Islam dan Forum Aliansi Pembawa Kewibawaan NKRI. Awalnya, mereka berunjuk rasa di Lapangan Merdeka dan Kantor Gubernur. Massa ingin berdialog dengan gubernur tentang pengusutan penyusupan aktivis Republik Maluku Selatan (RMS).
Di tengah demonstrasi itu, massa terpancing melempari Gereja Maranatha yang berjarak 100 meter dari Lapangan Merdeka. Insiden itu diredam aparat kepolisian. Massa kemudian membubarkan diri dan berjalan melewati Jalan AY Patty.
Massa berkumpul di depan Masjid Al Fatah. Massa mencegat mobil angkutan umum jurusan Amahusu dan Kudamati. Dua mobil dipecah kacanya, seorang sopir dipukul, dan satu sepeda motor dirusak.
"Kami resah karena suasana mulai tegang. Yang kami inginkan hanya Ambon tetap aman, dan kami bisa mencari makan dengan tenang," ujar Nico yang tinggal di Kayutiga, Sirimau.
Nico tak menyangka penyusupan aktivis RMS berkembang liar dan memanas. Dalam benak tukang ojek ini, insiden itu diserahkan saja ke kepolisian untuk diusut. Masyarakat tak terpancing dalam polemik itu karena bisa berimbas ke isu SARA.
Ucapan itu dibenarkan teman-teman seprofesi Nico. Mereka tidak mau lagi terjerumus dalam kesengsaraan.
"Kita semua saudara, baik Islam maupun Kristen. Setiap agama mengajarkan untuk saling bersaudara. Jangan lagi kita kembali ke masa lalu," ujar Nico.
Budaya pela gandong—faham saling menghormati perbedaan faham—masih melekat kuat dalam diri Nico. Ia tidak ingin semangat persaudaraan itu hilang oleh insiden penyusupan RMS. Ia merindukan suasana Ambon manise (harmoni) seperti dulu, yakni Ambon yang indah dengan teluk yang bersih, langit biru, kota bersih, berlimpah ikan, masyarakatnya murah senyum.
Asa serupa muncul di pangkalan becak Jalan Sedap Malam, Ambon. Abang becak yang mangkal di sana tidak mau lagi mendengar desing peluru di Ambon.
John Renjaan, tukang becak, mengaku tidak ingin peristiwa penyusupan aktivis RMS pada Jumat lalu terjadi. Namun, peristiwa itu kini meresahkan dirinya. Ia takut bila Ambon terjerumus lagi dalam konflik sosial. Kerusuhan hanya akan merenggut penghasilannya sebagai tukang becak, Rp 50.000- Rp 100.000 per hari.
"Kami ingin hidup yang tenang-tenang saja. Hidup sekarang masih susah jang baribut lai," ujar pria paruh baya itu.
Semangat menjaga persaudaraan itu juga yang selalu didoakan ibu-ibu pedagang di Pasar Mardika. Mereka tidak ingin perekonomian yang dibangun pascakonflik ambruk. Para pedagang tidak ingin interaksi yang sudah cair kembali dikotak-kotakkan.
Pedagang di Pasar Mardika memang sempat mengkhawatirkan penyusupan aktivis RMS. Mereka takut tidak bisa berdagang lagi karena situasi tegang. Padahal, kondisi perekonomian Ambon yang membaik menjanjikan untuk mengembalikan kenyamanan hidup yang sempat terampas saat kerusuhan.
"Saya memang sempat khawatir. Kalau tegang, pembeli sedikit dan dagangan tidak laku. Untunglah aktivitas di pasar tetap normal, kita tetap bisa berjualan hingga malam. Semoga Ambon aman-aman saja, jangan rusuh lagi," ujar Mama Titi, pedagang sembako di Pasar Mardika. Suasana di Pasar Mardika pascapenyusupan aktivis RMS tetap ramai transaksi jual beli.
Lain lagi bagi Rizal Umarella, warga Tulehu, yang menilai penyusupan RMS ini bisa mendorong pemerintah lebih serius dalam mengatasi masalah separatisme di Maluku. Selama ini RMS ada, tetapi ditutup-tutupi.
Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu juga mengimbau warganya agar tidak terpancing isu-isu SARA.

0 comments: