Tuesday, July 03, 2007

Ditjen Pajak bidik perkebunan kelapa sawit

BISNIS - Selasa, 03/07/2007

JAKARTA: Perkebunan kelapa sawit serta perusahaan yang terkait dengan produksi kelapa sawit akan menjadi target pemeriksaan Ditjen Pajak mengingat bisnis tersebut akhir-akhir ini tumbuh luar biasa. Dirjen Pajak Darmin Nasution meminta para kepala Kanwil Ditjen Pajak untuk memerintahkan kepala KPP (kantor pelayanan pajak) bekerja sama dengan kepala KPBB (kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan) untuk mendapatkan data perkebunan kelapa sawit."Mengapa kelapa sawit? Karena kelapa sawit akhir-akhir ini merupakan bisnis yang luar biasa. Kita tidak akan menyentuh petani yang luas lahannya kurang dari sekian hektare. Ini adalah program Ditjen Pajak selain modernisasi," ungkap Darmin dalam notulen Rapat Pimpinan Ditjen Pajak yang diadakan di Jakarta pekan lalu. Dokumen tersebut juga dipublikasikan secara terbatas melalui Intranet Ditjen Pajak.Berdasarkan data Departemen Pertanian, luas lahan perkebunan kelapa sawit terbesar ada di Sumatra (75,44%) dan terendah di Jawa (0,46%) dengan luas total 6 juta hektare. Perusahaan swasta menguasai sekitar 45,13%, disusul perkebunan rakyat 43,39% dan perkebunan negara 11,46%. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Sumihar Petrus Tambunan di depan peserta rapat pimpinan mengungkapkan berdasarkan data SPOP (sistem pemantauan objek pajak) PBB areal perkebunan kelapa sawit hanya tercatat 1,89 juta hektare, jauh lebih rendah dibandingkan data Deptan yang mencapai 6 juta hektare."Ini dapat menjadi indikasi kuat bahwa masih terdapat perkebunan kelapa sawit yang belum terdata oleh Ditjen Pajak," ujar Tambunan, seperti dikutip dokumen tersebut.Berdasarkan kalkulasi yang dibuat Direktorat PKP, potensi penerimaan pajak dari perkebunan kelapa sawit mencapai Rp10 triliun, di mana Rp8,5 triliun disumbang dari industri CPO (crude palm oil) dan Rp1,59 triliun lainnya disumbang dari industri PKO (palm kernel oil).Reaksi beragamRencana Ditjen Pajak melakukan intensifikasi pada sektor perkebunan kelapa sawit ditanggapi beragam. Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menyatakan bahwa dirinya mendukung upaya Ditjen Pajak melakukan pemeriksa pajak perusahaan yang terkait dengan kelapa sawit, apalagi pasa saat harga minyak sawit mentah (CPO) dunia melambung."Itu [periksaan] kemajuan. Artinya Pak Darmin responsif. Jadi, mumpung masih ingat dan data komplet baguslah jika itu diperiksa, sehingga bisa tuntas dan langsung selesai," kata Sahat kepada Bisnis, kemarin.Menurut dia, dengan adanya kenaikan harga CPO dunia dan adanya program stabilisasi harga (PSH), yang menjual harga minyak goreng di bawah rata-rata, perlu dilakukan pemeriksaan agar tidak mengarah pada penggelapan pajak.Dia tidak khawatir bila Ditjen Pajak menemukan perbedaan antara data fiskus dan wajib pajak, sebab kegiatan PSH telah mendapat payung hukum berupa Peraturan Menteri Pertanian No. 339/2007 dan Surat Menteri Perindustrian mengenai pelaksanaan PSH."Itu [payung hukum] sudah cukup untuk memberikan keterangan bahwa pelaksanaan PSH legal dan sesuai jadwal. Apabila terlihat aneh-aneh berarti melanggar hukum dan bisa langsung ditindak. Itu tanggung-jawab sendiri-sendiri," tukasnya.Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) Adi Wisoko dan Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom Bangun enggan berkomentar mengenai rencana Ditjen Pajak."Wah, saya belum mendengar itu. Jadi, belum dulu ya, nanti saja kalau memang benar ada," kata Adi.Derom juga masih belum bersedia berkomentar dengan alasan belum ada pemberitahuan resmi. Namun, menurut dia, pemeriksaan pajak baru bisa dilakukan setelah wajib pajak menyerahkan SPT pajak per Maret. "SPT tahun buku 2007 akan masuk ke Ditjen Pajak akhir Maret 2008, jadi belum tahu apa lepas dari prosedur itu," katanya.
(m02) (parwito@bisnis.co.id)
Oleh Parwito
Bisnis Indonesia

0 comments: