KOMPAS - Selasa, 03 Juli 2007
Maz Jobrani mengubah rasa takut jadi humor. Ia berkeliling ke seantero Amerika Serikat sejak April menjajakan Tur Komedi Poros Jahat (Axis of Evil Comedy Tour) bersama Ahmed Ahmed dan Aron Kader.
Trio pelawak ini menertawakan diri sebagai orang Timur Tengah yang menghadapi masa sulit di AS sejak terjadinya Tragedi 9/11. Jobrani orang Iran, Ahmed dari Mesir, dan Kader asal Palestina.
Tawa jadi hiburan warga Timur Tengah di AS. Stereotip mereka biasanya orang-orang periang yang jadi sasaran kebencian warga AS meski tak ada kaitannya dengan terorisme.
Bahwa Jobrani mencibir istilah "Poros Jahat" (Axis of Evil) saja sudah mengundang senyum. Presiden George W Bush ditertawai karena menghidupkan kembali istilah yang dipopulerkan Presiden Ronald Reagan yang menyebut Uni Soviet "The Evil Empire".
Tiga anggota orisinal Poros Jahat adalah Irak, Iran, Libya, dan Korut. Kini tinggal Iran dan Korut karena Irak sudah ditaklukkan dan Libya dianggap insyaf.
Duta Besar AS untuk PBB John Bolton menambahi Suriah dan Kuba ke daftar "Di Balik Poros Jahat" (Beyond Axis of Evil). Tak seorang pun diplomat yang kerja di 38 lantai Markas Besar PBB New York yang suka Bolton kecuali dirinya sendiri.
Jobrani tokoh di balik komedi Poros Jahat yang kini jadi pesohor yang diprofilkan media besar seperti Newsweek dan CNN. Penggemarnya berasal dari beragam etnis—sebagian besar malah kulit putih—dan DVD Tur Komedi Poros Jahat laku bak pisang goreng.
Jobrani pandai meramu lawakan stereotip orang Timur Tengah atau topik politik menarik karena lulusan S-1 ilmu politik University of California, Berkeley. Ia meneruskan ke jenjang S-3, tetapi berhenti karena ingin jadi komedian.
Kenapa tak jadi dokter? "Karena saya tak senang merawat orang sakit".
Kapan kamu lahir? "Tanggal 26 Februari 1972. Saya Pisces... tak tahu apa artinya, tetapi saya berhati lembut".
Sejak remaja Jobrani mimpi jadi bintang film, tetapi orangtuanya lebih suka dia jadi pengacara. "Kan pengacara profesi yang mengandalkan akting di ruang sidang," kata ayahnya yang hobi melawak.
Dalam rangka tur, Jobrani, Sabtu (30/6), menampilkan monolog di sebuah stasiun televisi AS yang dipancarsiarkan melalui saluran kabel. "Teve-teve selalu menyiarkan orang Timur Tengah demonstrasi sambil berteriak, ’Matilah Amerika!’"
"Coba sesekali siarkan acara membuat kue karena kami di Iran suka kue. Tak ada bom, tak ada bendera AS yang dibakar, hanya kue. ’Halo, saya Mahmud, saya membuat kue’. Beberapa hari kemudian ada berita bom kue meledak, Mahmud memang gila". Gerrrr.
"Ahmadinejad dan Bush banyak kemiripan karena gemar mengeluarkan kata-kata tak berguna dan suka enggak ngeh. Ahmadinejad bilang ’pembunuhan orang Yahudi tak pernah terjadi’, Bush bilang ’misi sudah selesai’ tiga tahun lalu."
"Bukankah mereka banyak teman? Kenapa tak tanya dulu kepada Hasan, ’Eh, kalau saya ngomong soal ini, reaksi dunia kira-kira bagaimana?’ Kalau jadi Hasan, saya jawab tak perlu." Ini guyon sederhana tetapi pesannya jelas: kalau jadi pemimpin jangan asbun.
"Itu sebabnya, mereka berselisih paham. Bush menuduh Iran punya new colour (warna baru). Lidahnya kelu mengucapkan nuclear (nuklir). Ahmadinejad bingung dan menjawab, ’Warna baru? Enggak ada tuh. Warna kami itu-itu juga, ada merah, ada putih’".
"Ooohhh... nuklir! Kalau itu kami punya". Gerrrr.
"Belum lama ini ada berita tentang komplotan yang mau meledakkan Bandara JFK di New York. Waktu mendengar keterangan polisi komplotan itu bukan orang Iran, saya lega. Tetapi, ternyata mereka Muslim. Sialan!" Gerrrr.
"Stereotip orang Timur Tengah sering dihubung-hubungkan dengan teroris, makanya saya enggak mungkin Anda lihat saya jadi bintang iklan pilot maskapai penerbangan di teve. Fly the friendly skies. Tak mungkin!" Gerrrr.
"Ada stereotip orang Asia tak bisa menyopir dengan aman. Tetapi, iklan Mercedes-Benz bilang mereka bisa. Ini rasis karena bunyi iklannya ’mobil kami aman’. Saking amannya orang Asia suka menabrakkan Mercedes karena dijamin tak cedera." Gerrrr.
Satire atau parodi politik memanfaatkan komedi ironis untuk mengolok orang/institusi yang berperilaku menggelikan. Di AS humor seksual dan rasisme menciptakan komedi yang menghapus tabu-tabu politik yang picik.
Kulit hitam diolok kurang cakap berpolitik, tetapi hebat di seni dan olahraga. Warga Latin "penyerbu" yang menjajah Pantai Barat yang memaksa bulé-bulé belajar bahasa Spanyol.
Kini populer sebutan "berantakan kayak Indonesia" untuk kamar remaja yang jorok atau kantor eksekutif yang tak bonafide. Dulu RI tenar dengan julukan "negeri 1.001 jenderal".
Tertawa obat paling mujarab. Humor food for thought yang dibutuhkan hati dan akal sehat.
Masyarakat "sakit" makin sulit tertawa dan berpikir. Ia lahan subur bagi komedi hitam yang makin banyak di negeri ini.
Mungkin lucu jika ada yang protes larangan terbang di udara Eropa bagi pesawat maskapai-maskapai Indonesia. Lha, enggak ada pesawat kita yang terbang ke Eropa kok.
Teroris jadi pahlawan, ilmuwan yang korupsi minta grasi karena merasa berjasa, lumpur panas tak berhenti muncrat selama setahun, dan "kecolongan" tarian cakalélé menggemparkan republik. Tertawa pun makin susah.
Tetapi, tak usahlah menangis lagi.
Tuesday, July 03, 2007
Tak Usahlah Menangis
Posted by RaharjoSugengUtomo at 12:40 PM
Labels: HeadlineNews: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment