Tuesday, July 03, 2007

Ganti Rugi Terganjal Syarat Baru

REPUBLIKA - Selasa, 03 Juli 2007

Bupati Sidoarjo gagal membujuk pulang korban lumpur Lapindo dari Jakarta.

SIDOARJO -- Ada saja yang mengganjal. Jadwal ganti rugi lahan petok D dan letter C -- surat bukti pembayaran pajak tanah sebelum UU Pokok Agraria diterbitkan pada 1960 -- kemarin gagal dicairkan untuk korban semburan lumpur PT Lapindo Brantas Inc di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang sudah menderita selama setahun. Kali ini, PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) -- juru bayar Lapindo -- beralasan, berita acara pengajuan belum ditandatangani Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim.
Itu merupakan syarat yang baru diketahui Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). ''Harapan kami, 48 berkas yang kita ajukan minggu kemarin sebagai ujicoba, sudah bisa diproses ganti ruginya pada hari ini,'' kata Ketua Tim Verifikasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Yusuf Purnama, di Kantor BPLS, Jl Diponegoro, Sidoarjo, Senin (2/7) siang.
Namun, masing-masing 12 berkas dari para korban di empat desa -- Siring, Jatirejo, Renokenongo, dan Kedungbendo -- itu kemarin dikembalikan lagi oleh PT MLJ ke BPLS. Padahal, total 48 berkas uji coba tersebut sudah lolos verifikasi dari BPLS. Bahkan, sudah mendapatkan pengesahan tanda tangan Bupati Sidoarjo sebelum diajukan ke PT MLJ.
BPLS mengalah, dengan saat itu juga segera mengirimkan berkas yang dikembalikan PT MLJ untuk ditandatangani Kepala Kanwil BPN Jatim sebagai ketua Pengarah Tim Verifikasi. ''Mudah-mudahan setelah itu, tidak ada lagi syarat-syarat lain yang menghambat proses ganti rugi pethok D,'' kata Yusuf.
Tetapi Yusuf juga mengungkapkan, selain mendapat legalitas Kepala Kanwil BPN Jatim, berkas tersebut harus mendapat persetujuan dari berbagai unsur, di antaranya Bappekab, Dinas Perizinan, BPN Sidoarjo, kepolisian, kejaksaan, camat, dan kades.
Sementara untuk berkas milik warga Perum TAS I dari Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, saat ini mulai dikerjakan BPLS dengan target pertama sekitar 200 berita acara selesai diverifikasi. Yusuf berharap, setiap hari pada Juli ini ada pembayaran ganti rugi oleh PT MLJ, sesuai instruksi terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. BPLS tidak ingin terhambat lagi oleh persoalan verifikasi.
Bertahan di JakartaDi Jakarta, sekitar 300 orang korban lumpur Lapindo sudah bertahan sepuluh hari untuk berunjuk rasa. Mereka marah, dan bertekad terus di Ibu Kota hingga penyelesaian Lapindo ada kejelasan.
Dengan tiga bus Metromini, kemarin mereka mendatangi kantor-kantor bisnis grup Bakrie, yaitu Wisma Bakrie dan PT Medco, sebagai pemilik saham Lapindo. Bahkan mereka ingin bertemu Aburizal Bakrie secara langsung, namun belum kesampaian.
''Saya minta ganti rugi tunai 100 persen, karena saya dulu beli rumah juga langsung 100 persen, lumpur Lapindo datangnya juga 100 persen. Katanya dulu mau diselesaikan akhir Mei, tapi sekarang mana buktinya?" ungkap salah satu pengunjuk rasa.
Hendro Mulyono, pengunjuk rasa lainnya, malah mengancam akan menduduki aset-aset Bakrie, bila Lapindo tidak segera menyelesaikan ganti rugi. ''Saya sudah tidak punya rumah dan harta berharga akibat lumpur Lapindo,'' katanya.
Menyaksikan warganya berunjuk rasa di Jakarta, Bupati Sidoarjo, Win Hendrarso, mendatangi perkemahan mereka di komplek Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. Ia meminta warga untuk pulang, dan membicarakan segalanya di Sidoarjo.
"Mereka datang ke sana-ke mari kan juga tidak ada yang menemui. Tuntutan di Jakarta paling juga akan dikembalikan ke pemerintahan di Sidoarjo,'' kata Win.
Agus, koordinator demo, mengatakan, akan pulang apabila Bupati dapat menjamin penyelesaian kepada warga yang menjadi korban Lapindo. ''Presiden aja belum bisa memberikan penyelesaian. Apa Bupati bisa?'' tandasnya. (tok/c51 )

0 comments: