Wednesday, June 20, 2007

IPTEK: Le Bourget 2007 dan Penerbangan Hijau

KOMPAS - Rabu, 20 Juni 2007

NINOK LEKSONO

"Efisiensi EasyJet = Tarif Rendah = Emisi Rendah"(EasyJet)

Setiap dua tahun sekali, pada tahun ganjil, di Bandara Le Bourget, di utara Paris, berlangsung pameran kedirgantaraan paling akbar di dunia. Tahun ini, pameran di Le Bourget itu adalah yang ke-47 kalinya dan ajang yang bernama resmi Salon International de L’Aeronautique et de L’Espace itu kali ini menghadirkan lebih dari 2.000 pemamer dari 42 negara dan dimeriahkan oleh 140 pesawat, baik dari jenis jet tempur, penumpang, angkut, bisnis, maupun helikopter.
Seperti terjadi selama satu dekade terakhir, persaingan antara raksasa pembuat pesawat Eropa (Airbus) dan Amerika (Boeing) kuat mewarnai pameran spektakuler tahun ini. Seperti dilaporkan kantor berita kemarin, Airbus langsung menggebrak dengan mengumumkan order besar pada pembukaan pameran, Senin (18/6), khususnya produk unggulan A-320, A-350XWB, dan superjumbo A-380.
Selain persaingan memperebutkan pasar pesawat terbang komersial, Pameran Paris kali ini juga berlangsung seiring dengan menguatnya isu lingkungan, khususnya masalah pemanasan global. Gejala pemanasan global sendiri disebabkan oleh penumpukan debu dan gas, terutama karbon dioksida, ke atmosfer sehingga radiasi sinar Matahari yang tiba di Bumi sulit dilepas kembali ke angkasa, membuat suhu di muka bumi meningkat. Gas karbon dioksida tadi terutama berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara, baik untuk pembangkitan listrik maupun untuk transportasi.
Menanggapi isu ini, kalangan kedirgantaraan pun berusaha menciptakan mesin-mesin pesawat yang memancarkan emisi gas buang rendah. Pesawat-pesawat generasi baru diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi karbon.
Penerbangan vs lingkungan
Menurut laporan Stern Review on the Economics of Climate Change, emisi karbon dioksida penerbangan mencakup 1,6 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca global, dan diramalkan akan meningkat menjadi 2,5 persen pada tahun 2050. Proyeksi kenaikan disebabkan oleh meningkatnya transportasi udara pada tahun-tahun mendatang. Namun, secara keseluruhan kontribusi industri penerbangan dalam pemancaran karbon dioksida dinilai jauh lebih kecil dibandingkan dengan pencemar udara lainnya. Ibaratnya, kalau industri penerbangan dihentikan seluruhnya pun, pengaruhnya akan kecil saja pada terjadinya perubahan iklim.
Meskipun demikian, perusahaan seperti EasyJet memutuskan untuk ambil bagian dalam pelestarian lingkungan melalui Environmental Code yang diwujudkan dalam tiga langkah, yakni efisien di udara, efisien di darat, dan berusaha memimpin upaya menciptakan masa depan penerbangan yang lebih hijau.
Pertama, upaya di atas diwujudkan dengan investasi untuk pesawat baru. Pesawat-pesawat baru menggunakan bahan bakar secara lebih efisien dibandingkan dengan model lama.
Kedua, melalui pemanfaatan pesawat secara efisien, dengan menarik jumlah penumpang lebih banyak. Karena jumlah penumpang per pesawat lebih banyak, maka pesaing yang menerbangi rute sama dengan pesawat sama namun dengan penumpang lebih sedikit akan kalah efisien, yaitu harus menggunakan bahan bakar per penumpang lebih banyak.
Kiat EasyJet lainnya untuk efisien adalah dengan menghindari bandara sibuk (congested hub airport), seperti London Heathrow dan Frankfurt Main. Bandara hub ini cenderung meminta pesawat untuk terbang lebih lama di ruang tunggu (holding pattern) dan perlu waktu lebih lama untuk taksi menuju dan dari landasan pacu (runway), yang berarti juga menggunakan bahan bakar lebih banyak.
Berikutnya, EasyJet memfokuskan diri pada penerbangan jarak pendek. Pada tahun 2006, jarak penerbangan maskapai ini rata-rata hanya 954 kilometer (km). Selain bisa memberi pilihan lebih banyak kepada para penumpang di Eropa, perusahaan ini memancarkan karbon jauh lebih sedikit. Dibandingkan dengan penerbangan London-Nice yang jauhnya 1.050 km, penerbangan jarak jauh London-Miami memancarkan emisi 10 kali lebih banyak, London-Singapura memancarkan emisi 16 kali lebih banyak, dan London-Sydney 18 kali lebih banyak.
Sementara di antara langkah yang ditempuh di darat adalah penggunaan peralatan darat seminimal mungkin, pembatasan penaikan katering hanya dua kali sehari, penerapan layanan hanya satu kelas, dan meminimalkan limbah. Perawatan pesawat pun dilakukan dengan bahan kimia yang mematuhi persyaratan lingkungan ketat.
Lalu, untuk membantu mewujudkan masa depan penerbangan yang lebih hijau, EasyJet akan memanfaatkan posisi sebagai Ketua Asosiasi Maskapai Tarif Rendah Eropa (ELFAA) untuk menegakkan pemantauan emisi karbon bagi penerbangan yang berasal atau tiba di Eropa, memberi penghargaan kepada maskapai yang efisien secara lingkungan, dan menghukum mereka yang tidak efisien.
Sebagai ketua asosiasi, EasyJet juga akan mendorong diterimanya Single European Sky untuk seluruh Uni Eropa guna meningkatkan keselamatan, mengurangi biaya, dan meningkatkan produktivitas sistem manajemen lalu lintas udara Eropa yang sangat terfragmentasi dan tidak efisien.
Kepada para pembuat mesin pesawat EasyJet juga akan meminta agar teknologi yang dikembangkan untuk pesawat jarak jauh (yang ramah lingkungan) bisa diterapkan juga untuk pesawat jarak pendek masa depan.
EasyJet sendiri membuat desain pesawat yang ia sebut sebagai EcoJet, yang ditargetkan bisa memangkas emisi CO>jmp 2008m<>h 7028m,0<>w 7028m<2>jmp 0m<>h 9738m,0<>w 9738m< hingga 50 persen pada tahun 2015. EcoJet yang digambarkan oleh EasyJet mungkin mengingatkan orang pada pesawat Avanti rancangan pabrik Piaggio yang efisiensi bahan bakarnya 40 persen lebih tinggi dibandingkan pesawat jet bisnis.
Kontribusi
Menyusul keluarnya desain pesawat baru, seperti EcoJet yang ditargetkan bisa memangkas emisi karbon hingga setengahnya, kalangan ahli kedirgantaraan mulai membahas mungkin tidaknya hal itu dicapai, atau malah mempertanyakan, apakah EcoJet bisa terbang.
Akan tetapi, terlepas dari munculnya reaksi kritis itu, apa yang diprakarsai oleh EasyJet kuat memancarkan semangat lingkungan. Ini tentu kontribusi yang baik, mengingat gejala pemanasan global sudah menjadi kenyataan yang sulit disangkal (lihat misalnya Unstoppable Global Warming, Fred Singer & Dennis Avery, 2007).
Dalam konteks ini, kontribusi setiap industri—betapa pun kecil seperti penerbangan—akan tetap sangat berarti.

0 comments: