Wednesday, June 20, 2007

Para Pemburu Jalan yang Keliru

REPUBLIKA - Rabu, 20 Juni 2007

Sudarmi (50 tahun), warga Kel Kartoharjo, Kab Nganjuk, ini tidak menyangka jika Budi (56 tahun), suaminya, berbuat nekat. Budi mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri, Kamis (14/6). Ibu tiga anak yang sudah dewasa ini tidak melihat tanda-tanda suaminya akan berbuat nekat seperti itu karena beberapa hari terakhir menjelang ajal menjemput, suaminya tidak memperlihatkan gejala aneh.
Karena itulah, ketika tiba-tiba masyarakat setempat gempar menemukan Budi kendat (gantung diri) di sebatang pohon di pemakaman umum Kel Kartoharjo, Sudarmi langsung shock. Seketika itu dia tidak sadarkan diri. Ia sama sekali tidak mengira akan ditinggal pasangan hidupnya itu untuk selamanya. ''Saya tidak menyangka, jika bapaknya anak-anak nekat seperti itu. Wong beberapa hari ini ia tidak memperlihatkan tingkah laku aneh-aneh,'' ujar dia.
Kepergian suami untuk selamanya itu meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi Sudarmi. Dia sangat menyesalkan kejadian itu, karena dia yakin mengakhiri hidup dengan jalan pintas itu bukanlah cara yang baik untuk mengatasi persoalan.
Menurut beberapa tetangga Sudarmi, dalam beberapa hari terakhir menjelang kematiannya, Budi sering mengeluh soal kehidupan ekonomi keluarga dan anak-anaknya. Usahanya jualan ayam potong mulai kembang-kempis dan omzet setiap harinya terus menurun. Selain itu, salah satu anaknya terperangkap dalam pergaulan bebas, dan terjerat narkoba. Bahkan, anaknya itu pernah ditangkap polisi terkait obat-obatan terlarang. Para tetangga menyangka, persoalan hidup itulah yang membuat Budi tidak kuat menghadapi kenyataan. Dia kemudian stres dan memilih jalan naif dengan gantung diri.
Pada hari yang sama, Kuntet (70 tahun) warga Desa Munung, Kec Jatikalen, Nganjuk, juga mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Dia ditemukan pagi hari oleh anaknya menggantung di dalam kamar tidurnya. Kemungkinan, aksi bunuh diri itu dilakukan pada malam hari, ketika seluruh anggota keluarganya tidur lelap. Ia menggantung dengan sarung, yang setiap malam ia pakai sebagai selimut tidur. Sarung itu ia ikatkan pada kuda-kuda rumah. Kuntet mungkin frustrasi dengan penyakit asma yang ia derita. Sudah berulang kali berobat ke puskesmas setempat tapi penyakitnya itu tidak kunjung sembuh. Karena tidak betah menderita penyakit tersebut, ia berpikiran pendek dan memilih mengakhiri hidup dengan cara gantung diri. Para anggota keluarganya pun sangat menyayangkan cara penyelesaian yang dipilih Kuntet itu.
Satu minggu sebelum kejadian ini, Rofik (30 tahun) warga Prambon, Nganjuk, juga memilih mengakhiri hidupnya dengan jalan kendat, di sebatang pohon mangga, di kebun belakang rumahnya. Pemuda lajang ini frustrasi, karena tidak berhasil mendapatkan gadis yang diidamkannya. Jalan yang dipilihnya itu juga terbilang naif. Dia sama sekali tidak berpikir lebih panjang tentang hidupnya. Rofik menganggap tidak tercapainya keinginan mendapatkan gadis idamannya itu sebagai akhir dari segalanya. Keluarga dan para tetangganya punya pandangan yang sama, langkah yang diambil Rofik itu keliru.
Meski dianggap keliru, bunuh diri banyak dilakukan warga Nganjuk sebagai jalan pintas untuk lari dari persoalan. Menurut data di Polres Nganjuk, kasus bunuh diri dengan cara gantung diri di Kab Nganjuk cukup tinggi, bahkan tertinggi di Jatim. Menurut data di lembaga tersebut, selama 2006, bunuh diri dengan cara kendat terjadi sebanyak 37 kali. Sedangkan pada 2007, hingga Juni ini, kasus bunuh diri dengan cara gantung diri sudah menyebabkan 12 orang kehilangan nyawa.
Tingginya angka kejadian bunuh diri, menjadi perhatian tersendiri bagi Polres Nganjuk. Namun, hingga kini aparat kepolisian belum menemukan jawaban yang menyebabkan tingginya kasus tersebut. ''Saya juga heran, mengapa banyak orang di Nanjuk ini memilih kendat untuk mengakhiri hidupnya. Apa mereka itu pikirannya cekak,'' ujar Kabag Binamitra Polres Nganjuk, Kompol Sutisna.
Untuk mengetahui latar belakang masalah itu, menurut Sutisna, perlu ada penelitian sosial, yang melibatkan ahli sosiologi dan psikologi. Cuma, dia tidak begitu yakin penelitian soal itu bisa segera dilakukan. ''Padahal, penelitian seperti itu amat penting,'' kata Sutisna. Padahal, dia menganggap bahwa penelitian tersebut sangat penting dijalankan agar upaya pencegahannya bisa segera ditemukan.
Menurut data yang dirangkum Polres Nganjuk, penyebab utama yang membuat orang memilih bunuh diri itu kebanyakan adalah frustrasi karena menderita penyakit yang tidak sembuh-sembuh seperti darah tinggi, asma, komplikasi, dan paru-paru. Sedangkan penyebab lain yang membuat orang memilih jalan keliru itu adalah tekanan hidup dan kesulitan ekonomi.
Mengomentari masalah itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kab Nganjuk, KH Jalaludin, menyatakan orang yang berpikiran pendek dan nekat bunuh diri itu umumnya kurang taat beragama. Akibat kurang taat beragama hidup mereka menjadi jauh dari Tuhan. Akibatnya, mereka menjadi sangat mudah tergoda setan untuk menempuh jalan yang penuh dosa.
''Betapapun beratnya persoalan di dunia ini, jika kita pasrah kepada Tuhan, persoalan itu akan menjadi ringan dan akan ada jalan keluar. Ini adalah prinsip orang yang taat beragama,'' ujar Jalaludin. Dia juga menegaskan orang yang taat beragama tidak akan berpikiran pendek seperti para pelaku bunuh diri itu. Jalaludin mengingatkan bunuh diri adalah langkah yang dilarang keras oleh agama. (juw )

0 comments: