Thursday, June 07, 2007

Prospek ekonomi di genggaman investor

BISNIS - Kamis, 07/06/2007

"Katanya [perekonomian] makin membaik, tapi kok supir taksi dan pedagang pasar Kopro masih ngeluh saja ya," seorang rekan berkomentar pendek ketika membaca bagian dari The Economic Overview dalam The Report: Emerging Indonesia 2007 yang dirilis Oxford Business Group. Kemarin, Oxford Business Group-organisasi penerbitan, riset, dan layanan konsultasi asal Inggris-menggelar konferensi pers tentang terbitnya laporan itu, yang peluncurannya dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Penerbitan laporan yang digarap oleh Oxford ini bertujuan sebagai panduan bagi komunitas investor internasional tentang kondisi Indonesia yang semakin kompetitif sebagai tujuan investasi. Laporan itu menyebutkan bahwa prospek perekonomian Indonesia pada 2008 sangat cerah dengan angka pertumbuhan yang terus meningkat. Dengan pertumbuhan yang pelan tapi pasti terus meningkat, pada akhirnya membuka ruang bagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menurunkan suku bunga. Diharapkan pada akhir tahun ini suku bunga dapat berada di bawah 8%, sehingga akan mendorong masuknya investasi dan consumer spending. Semakin cerianya prospek perekonomian Indonesia ini tak lepas dari stabilitas harga minyak mentah internasional dan juga mitra dagang Indonesia yang semakin nyaman dengan kondisi Tanah Air yang dicerminkan dengan perbaikan angka pertumbuhan itu. Tetapi untuk menjaring investor, pemerintah perlu lebih cakap melakukan promosi bersaing dengan negara-negara lain termasuk Singapura, Malaysia, Thailand, China, Vietnam dan India. Perekonomian Indonesia, menurut laporan itu,-sejauh ini-berada di tujuan yang benar, meskipun perubahan ke arah yang lebih baik tidak dapat dilakukan dengan cepat. Bila pergerakan perbaikan perekonomian ini semakin cepat maka ketertarikan investor akan semakin besar. Lima tantanganMeskipun demikian, Pemimpin Redaksi Oxford Business Group Andrew Jeffreys menyatakan Indonesia saat ini masih menghadapi kelima tantangan dalam upaya meningkatkan perekonomian, yaitu pengangguran, investasi di sumber daya alam, inflasi, keamanan, dan daya saing di tingkat regional. "Masalah pengangguran dan berbagai isu tentang ketenagakerjaan merupakan hal prioritas yang perlu segera dituntaskan oleh pemerintah."Investasi di sumber daya alam dapat diartikan perlunya dorongan untuk meningkatkan usaha di sektor yang berbasis alam dan inflasi masih tinggi. "Keamanan perlu mendapatkan perhatian karena paska tragedi WTC di AS, investor sangat menaruh perhatian pada keamanan satu negara sebagai tujuan investasi," katanya. Terkait dengan daya saing di tingkat regional, hal ini perlu dilakukan karena China, dan India masih dinilai sebagai negara yang lebih menarik sebagai tempat berinvestasi.Jeffreys menyatakan diperlukan strategi yang tepat untuk 'mencuri' hati para investor tersebut. Antara lain liberalisasi yang dicerminkan dengan privatisasi, perdagangan internasional, perbaikan infrastruktur, perbaikan pendidikan dan keamanan, serta reformasi pemerintah dan legislatif. Terkait dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian Tanah Air saat ini, Menko Perekonomian Boediono dalam setiap kesempatan tak jemu-jemunya meyakinkan kalangan investor bahwa perekonomian Indonesia dalam jalur yang benar. Dia mencontohkan pertumbuhan ekonomi Indonesia ketika krisis ekonomi 1997 berada di level minus 14%. Namun, keterpurukan tidak berlangsung lama karena dari tahun ke tahun selalu meningkat. Pertumbuhan pada 2002 berada di level 4%-4,5%. Tahun 2003-2004 (5%), 2005-2006 (5,5%-5,6%), 2007 (6%), dan 2008 (6,5%-6,9%).Menko mengakui investasi merupakan kunci pokok untuk kebangkitan ekonomi di satu negara. Selain dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi, upaya untuk perbaikan infrastruktur di Tanah Air merupakan prioritas dari pemerintah dalam jangka pendek. Laporan Oxford ini disebutkan di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, infrastruktur mendapatkan perhatian utama. Hal tersebut diharapkan dapat mempromosikan kesepakatan PPP (public private partnership) dan BOT (build-operate-transfer). Tak perlu khawatirKepala Negara sendiri dalam kata sambutan pada saat peluncuran laporan ini menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan kondisi ekonomi Indonesia. "Yang akan diraih adalah pencapaian target pertumbuhan yang lebih konkret, sehingga saya dapat menjanjikan Indonesia akan lebih makmur, demokratis. Jadi tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan kondisi ekonomi makro," tegasnya. Memang situasi makro ekonomi Indonesia secara fundamental semakin membaik, tapi yang paling mendesak saat ini adalah bagaimana menerjemahkan perbaikan itu agar dapat 'tersentuh' secara nyata oleh sektor riil. Bagaimana mengubah sektor riil saat ini masih bergerak selamban kura-kura, berubah berlari sekencang kuda pacuan. Bagaimana upaya pemerintah untuk mendapatkan kepercayaan dari investor agar berinvestasi di tanah air. Laporan kondisi perekonomian nasional yang dibuat oleh Oxford Business Group ini dari konsep dasarnya tak mengusung hal baru. Meski demikian, sebagai panduan untuk investor- laporan ini bolehlah dikatakan menambah warna dari laporan yang lebih dulu diterbitkan oleh sejumlah departemen atau lembaga survei.
(diena.lestari@bisnis.co.id/gajah. kusumo@bisnis.co.id)
Oleh Diena Lestari & Gajah Kusumo
Wartawan Bisnis Indonesia

0 comments: