Thursday, June 07, 2007

Wapres Diusulkan Hadiri Interpelasi

REPUBLIKA - Kamis, 07 Juni 2007

JAKARTA -- Perbedaan persepsi dalam menafsirkan tata tertib (tatib) DPR pasal 174 diharapkan tak terjadi lagi ketika DPR mengundang pemerintah untuk kali kedua dalam sidang interpelasi. Rencananya, Kamis (14/6) depan Badan Musyawarah (Bamus) DPR mengadakan rapat untuk mengurai perbedaan pendapat yang terjadi.
''Saya kira dalam Bamus pekan depan sebelum melangkah untuk mengundang Presiden lagi, DPR harus satu persepsi tentang tatib pasal 174 ini, karena tatib itu bisa multitafsir,'' ujar Wakil Ketua Fraksi PPP DPR, Ahmad Muqowwam, Rabu (6/6) di Jakarta.
Jika mengamati pasal 174 ayat 1, jelas Muqowwam, DPR memang berhak mengundang Presiden. Dan, hal itu secara administratif sudah dilakukan. Namun, ayat 4 pasal yang sama menyebutkan, presiden bisa mewakilkan ke menteri untuk menjawab. ''Ayat 4 inilah yang menimbulkan perbedaan persepsi,'' jelasnya.
Sebagai jalan tengah, dia mengusulkan agar Wapres yang memberi jawaban sebagai pengganti Presiden. Di dalam lembaga kepresidenan, Wapres termasuk di dalamnya. Alangkah eloknya, kata ketua Komisi V DPR ini, kalau Presiden datang, lalu yang berbicara atau membaca penjelasan pemerintah adalah Wapres.
''Harus dicari langkah yang paling moderat agar tak terjadi katup antara pemerintah dan DPR. Ini pernah dilakukan Presiden Gus Dur dan Wapres Megawati dalam interpelasi sebelumnya,'' katanya.
Ujung interpelasi adalah puas atau tidak terhadap jawaban pemerintah. Bila tidak, DPR dapat mengajukan hak menyatakan pendapat yang di dalamnya berlaku hak angket.
Hak menyatakan pendapat ini dibatasi sampai akhir masa sidang. Sesuai tatib, bila sampai masa sidang berakhir, hak menyatakan pendapat tak keluar, maka hak itu dianggap 'mati suri'.
Hak interpelasi mempertanyakan dukungan pemerintah terhadap sanksi Dewan Keamanan PBB soal nuklir Iran itu, dinilai anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Akil Mochtar, memiliki agenda tersembunyi. Dia menduga, beberapa pihak memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan pamor. Siapa yang dimaksud, Akil tak mau terbuka.
Mengenai pembicaraan via telepon antara Ketua DPR, Agung Laksono, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai sidang paripurna yang akhirnya ditunda, Akil berpendapat sebaiknya Agung menempuh jalur formal. ''Sehingga tidak memunculkan kecurigaan macam-macam.''
Yang melaporkan hasil sidang paripurna, tambah sekretaris Fraksi PDIP, Jacobus Mayong Padang, semestinya para menteri yang ditugaskan Presiden, bukan Ketua DPR. ''Ini merusak esensi dan tatanan bernegara,'' katanya. (eye/djo )

0 comments: