Thursday, June 07, 2007

RUU PPh dan PPN rampung tahun ini

BISNIS - Kamis, 07/06/2007

JAKARTA: Panitia Khusus Paket Rancangan Undang-Undang (RUU) Pajak menargetkan pembahasan RUU Pajak Penghasilan (PPh) dan RUU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat diselesaikan pada tahun ini juga. Pansus berpandangan target tersebut diperlukan agar Paket UU Pajak yang terdiri atas dua RUU tersebut ditambah RUU Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) yang sudah diselesaikan bisa diberlakukan pada awal 1 Januari 2008. "Kita akan segera tetapkan jadwal pembahasan RUU PPh dan PPN sebelum kita daftarkan pengesahan RUU KUP ke Bamus DPR 14 Juni nanti, supaya bisa disahkan di paripurna 19 Juni," ujar Ketua Pansus Pajak Melchias Mekeng (F-PG), kemarin.Melchias yang memimpin rapat pansus dengan agenda tunggal pandangan mini fraksi RUU KUP itu menjelaskan jadwal tersebut juga meliputi mekanisme pembahasannya, apakah akan dibahas secara paralel atau satu per satu, dan RUU mana yang didahulukan.Dalam pandangan minifraksi itu sendiri, sembilan fraksi menyatakan menerima, dan satu fraksi, yakni F-PAN memberikan nota keberatan. F-BPD yang dalam rapat-rapat pansus sebelumnya segerbong dengan F-PAN, dalam rapat itu menyatakan dapat menerima.Inya Bay (F-BPD), yang mengeluarkan pandangan mini fraksinya, malah tidak menyertakan berkas resmi pandangan mini fraksinya tersebut. Dia berbicara tanpa teks. "Untuk berkas resminya akan kami susulkan besok," katanya disambut tawa forum.Tiga keberatanAdapun pandangan minifraksi F-PAN yang dibacakan Marwoto Mintohardjono menyebut tiga keberatannya pada empat pokok isu di RUU KUP, yaitu dalam pokok istilah pembayar pajak, pembentukan badan penerimaan perpajakan, dan pasal keberatan dan banding.Dalam hal istilah pembayar pajak, F-PAN tidak dapat menerima semua alasan yang diajukan pemerintah a.l. istilah wajib pajak sudah populer sehingga tidak perlu sosialisasi lagi, istilah pembayar pajak kurang tepat karena akan menimbulkan implikasi penerimaan.Lalu, istilah pembayar pajak akan membuat rancu istilah lain seperti pemungut dan pemotong pajak serta akan mengakibatkan penggantian formulir-formulir perpajakan yang sudah dicetak sehingga menimbulkan tambahan biaya. "Alasan-alasan ini tidak masuk akal," kata Marwoto.Begitu pula dengan isu BPP, menurut dia, badan tersebut akan membuat lebih fokus kinerja badan perpajakan, mengacu pada praktik terbaik di dunia internasional yang memisahkah dengan tegas antara akuntansi penerimaan dan pengeluaran.Untuk pasal keberatan dan banding, F-PAN berpandangan, rumusan pasal tersebut akan membuat temuan pemeriksaan menjadi tidak berarti, menurunkan fungsi pemeriksaan, membuat makin anjlok tingkat kepatuhan pajak, serta berlawanan dengan UU lain."Ada kontradiksi antara pasal 25 dan 27 dengan pasal 18 ayat (1) RUU KUP, dan dengan UU PPSP (Penagihan Pajak dengan Surat Paksa). Ini semua pada gilirannya akan menurunkan penerimaan negara," tandas Marwoto.Di luar F-PAN, kecuali F-PKB yang meski menerima tapi menyatakan akan meminta pertanggungjawaban Menteri Keuangan bilamana terjadi penurunan penerimaan yang signifikan-semua fraksi di Pansus RUU KUP menerima sepenuhnya RUU itu.Dalam kesempatan itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah berharap RUU KUP dapat meningkatkan administrasi perpajakan, memperkuat pelayanan, memberi jaminan kepastian hukum, dan memberi dukungan bagi pelaku ekonomi.
(bastanul.siregar@bisnis.co.id)
Oleh Bastanul Siregar
Bisnis Indonesia

0 comments: