REPUBLIKA - Kamis, 12 Juli 2007 8:00:00
WASHINGTON -- Bank Dunia menilai ekonomi Indonesia mengalami perkembangan amat pesat dalam satu dekade terakhir. Bahkan, kondisi fiskal Indonesia mencapai pertumbuhan tertinggi sejak 1973, ketika mendapatkan keuntungan berlimpah dari minyak.
''Sepuluh tahun lalu sewaktu Asia Timur dilanda krisis ekonomi, Indonesia merupakan negara terparah yang terkena dampaknya. Sekarang, ketika ekonomi di kawasan mulai membaik, Indonesia tak mudah diserang dan lebih kuat dari sebelumnya,'' kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Jim Adams, saat mengumumkan rilis Bank Dunia ''Spending for Development: Making the Most of Indonesia'', Selasa (10/7) di Washington, AS.
Studi Bank Dunia merupakan hasil kerja sama antara Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia yang didukung oleh Pemerintah Belanda. Berdasarkan studi Bank Dunia, pemerintah telah mengambil kebijakan yang tepat dalam hal pengurangan subsidi BBM pada 2005. Pemerintah juga dinilai sukses menurunkan anggaran pembayaran utang, dan di sisi lain mampu meningkatkan pendapatan negara. Keberhasilan itu berbuah naiknya cadangan anggaran negara 15 miliar dolar AS, dari total APBN 70 miliar dolar AS.
Menurut Adams, kesuksesan itu tak lepas dari kelihaian pemerintah mengelola makroekonomi. ''Saya mendapat kesan kuat, kebijakan pemerintah sudah dalam arah yang tepat.'' Meski dalam beberapa hal Bank Dunia memberi acungan jempol, namun lembaga donor itu juga menorehkan catatan. Indonesia harus lebih banyak mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kualitas layanan publik --kesehatan dan pendidikan -- maupun infrastruktur. ''Tiga sektor ini harus jadi perhatian khusus pemerintah.''
Peningkatan sistem kesehatan, pendidikan, dan perbaikan infrastruktur menjadi titik kritis ekonomi Indonesia ke depan. ''Tantangan saat ini adalah mengarahkan reformasi di layanan publik dan infrastruktur,'' tambah ekonom senior Bank Dunia yang juga pimpinan riset, Wolfgang Fengler.
Pengamatan Bank Dunia sejak 2001, kata Fengler, pemerintah telah mengambil kebijakan yang sifatnya mendasar. Saat ini, porsi anggaran pendidikan berada di urutan pertama, yakni 17 persen dari total APBN. Sementara, anggaran untuk pembayaran bunga utang luar negeri turun drastis dari posisi tertinggi pada 2001 (25 persen APBN) menjadi urutan kelima (11 persen APBN) tahun 2006.
Studi Bank Dunia lainnya menunjukkan, kebijakan desentralisasi telah mengubah fundamental fiskal Indonesia. Pada 2006, pemerintah daerah (pemda) mendapat tambahan anggaran delapan miliar dolar AS menjadi 25 miliar dolar AS. Pada 2007 dinaikkan menjadi 28 miliar dolar AS. ''Pemda saat ini mengelola hampir 40 persen APBN. Tantangannya, bagaimana dana itu bisa dikelola secara efektif,'' kata Fengler.
Menanggapi laporan Bank Dunia tersebut, Anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, mengatakan, pujian itu merupakan lagu lama. Bank Dunia melontarkannya agar terkesan seolah-olah utang Bank Dunia berhasil mengangkat kesejahteraan negara pengutang. Padahal, tidak seperti itu. ''Ingat, sebelum krisis, Bank Dunia memuji-muji Indonesia setinggi langit, ternyata salah kan. Tahun 2004 juga begitu, dan salah lagi.''
Anggota Tim Indonesia Bangkit (TIB), Iman Sugema, menilai laporan itu sebagai hal yang biasa. ''Bank Dunia kan perlu menyalurkan kredit. Jadi, tak mungkinlah menjelek-jelekkan Indonesia. Iman menegaskan laporan itu tidak mencerminkan kondisi riil. Sebab, hingga kini masalah kemiskinan, pengangguran, dan instabilitas harga masih belum tertangani secara baik. ap/afp/has/hri
Thursday, July 12, 2007
Bank Dunia: Ekonomi RI Menguat
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:22 AM
Labels: HeadlineNews: Republika
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment