Thursday, July 12, 2007

Masyarakat Memprotes Pungutan Sekolah

KOMPAS - Kamis, 12 Juli 2007

Wali Murid Diminta Proaktif

Jakarta, Kompas - Protes keras masyarakat soal biaya pendidikan yang muncul di beberapa daerah langsung mendapatkan tanggapan dari pemerintah daerah. Bahkan, kepala sekolah di sejumlah daerah telah menerima teguran dan ancaman akan dipecat karena memungut biaya pendidikan yang tinggi.
Rabu (11/7) siang, puluhan pelajar di Provinsi Banten berunjuk rasa di depan Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Banten. Mereka memprotes mahalnya biaya sekolah, terutama biaya pendaftaran siswa baru dan juga biaya daftar ulang yang ditetapkan sepihak oleh sekolah.
Protes itu melengkapi protes lain yang dilontarkan sejumlah organisasi nonpemerintah dan pemerintah daerah (Kompas, 11/7). Protes muncul antara lain di Kota Bandung, Padang, dan Bandar Lampung.
Para pengunjuk rasa, para pelajar yang tergabung dalam Pelajar Islam Indonesia, mendesak Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Departemen Agama Banten untuk menegur sekolah-sekolah yang memungut biaya tinggi.
Mereka juga meminta agar pungutan dalam bentuk dana sumbangan pendidikan (DSP), dana pembangunan pendidikan (DPP), biaya daftar ulang, serta kewajiban membeli buku dan lembar kerja siswa di sekolah dihilangkan.
Alasan mereka, pihak sekolah kerap dengan sewenang-wenang menetapkan besaran pembayaran, terutama DSP dan DPP. Selain memberatkan, sebenarnya pihak sekolah telah mendapat anggaran pembangunan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Pada hari yang sama, Wakil Bupati Serang Andy Sujadi memanggil sejumlah kepala sekolah untuk meminta keterangan dari mereka. Mereka melakukan pertemuan dengan wakil bupati dan Pelaksana Harian Kepala Dinas Pendidikan Alam Darussalam di Kantor Dinas Pendidikan Serang.
Andy mengatakan, semua sekolah negeri dari tingkat SD hingga SMA dilarang memungut biaya pendaftaran, terutama biaya ataupun sumbangan pembangunan. Apalagi, Bupati Serang Taufik Nuriman telah mengeluarkan Keputusan Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pembebasan Biaya Pendidikan.
Reaksi keras pemda
Di beberapa daerah, reaksi keras soal pungutan uang pendaftaran siswa muncul dari pemerintah daerah setempat.
Di Kota Bandar Lampung, Wali Kota Eddy Sutrisno akan memberikan sanksi keras kepada kepala SMA yang menarik biaya daftar ulang dan biaya penerimaan siswa baru. Sanksi bisa berupa pencopotan jabatan, mutasi jabatan, penundaan gaji, atau penundaan kenaikan pangkat berkala. Pihaknya akan mengevaluasi secara menyeluruh berdasarkan rekomendasi Tim Pengawas Dinas Pendidikan dan Perpustakaan Bandar Lampung.
Jika ada bukti lengkap pelanggaran, kepala sekolah yang memungut biaya pendaftaran dan daftar ulang akan mendapatkan sanksi. Untuk itu, wali murid diminta proaktif dengan melaporkan bukti kuitansi daftar ulang kepada Dinas Pendidikan dan Perpustakaan Bandar Lampung.
Sesuai Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan dan Perpustakaan Bandar Lampung tanggal 29 Juni 2007 mengenai Pelaksanaan Penerimaan Siswa Baru (PSB) 2007/2008, sekolah tidak diperkenankan memungut biaya, kecuali sudah dibicarakan dengan komite sekolah.
Di Yogyakarta, Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Darno menginstruksikan agar Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 3 Yogyakarta mengembalikan dana yang telah ditarik dari orangtua calon siswa baru. "Penarikan itu tidak sesuai dengan peraturan wali kota. Mengenai teknis (pengembalian uang) silakan diatur," ujarnya.
Orangtua calon siswa SMKN 3 Yogyakarta saat daftar ulang harus membayar Rp 1.170.000.
Menurut Peraturan Wali Kota Nomor 30 Tahun 2007, sumbangan pendidikan mensyaratkan prinsip musyawarah, kerelaan, kemampuan ekonomi, dan subsidi silang. "Waktu pengumuman, anak saya diberi tahu harus membayar Rp 1.170.000, ya hari ini saya membayarnya," ujar Arto, salah satu orangtua murid.
Atas kejadian itu, Kepala Sekolah SMKN 3 telah dipanggil Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kota Yogyakarta.
Sementara itu, Wali Kota Palu Rusdy Mastura tidak menyangka biaya masuk di sejumlah SMA negeri di Palu mencapai Rp 1,5 juta.
Menurut dia, biaya masuk Rp 1,5 juta jelas memberatkan orangtua murid, apalagi bagi keluarga kurang mampu. Masyarakat Palu banyak yang menjadi nelayan, petani, tukang becak, sopir angkutan, dan buruh.
Rusdy mengatakan, ia akan memanggil semua kepala sekolah SMA negeri di Palu untuk menanyakan alasan menarik biaya masuk sebesar itu.
Untuk SD negeri dan SMP negeri, kata Rusdy, Pemkot Palu telah menetapkan tidak ada biaya masuk atau biaya pendaftaran.
Namun, Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR)—sebuah LSM di Palu—menemukan banyak SD dan SMP negeri memungut biaya pendaftaran.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur Rasiyo mengakui penggratisan biaya sekolah sulit dilakukan di daerah perkotaan karena biaya satuan pembiayaan di perkotaan cenderung besar. Pungutan biaya pendaftaran serupa juga terjadi di daerah Semarang, Bandung, dan Makassar dengan berbagai nama.
Di Jakarta, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Suyanto mengatakan, Depdiknas tak bisa lagi mengintervensi kebijakan pemerintah daerah dan sekolah dalam penerimaan siswa baru termasuk pungutan pendaftaran.(HEN/YNT/REI/RWN/REN/RAZ/ ELN/BRO/YOP/BIM/RWN/PRA/NTA)

0 comments: