Thursday, July 12, 2007

Gunung api: Pengungsi Kekurangan Makanan

KOMPAS - Kamis, 12 Juli 2007

TERNATE, KOMPAS - Gunung Gamkonora di Halmahera Barat, Maluku Utara, Rabu (11/7) kemarin, terus menyemburkan material debu dan batu yang diikuti asap dari puncaknya. Pengungsi pun terus bertambah, namun persediaan bahan makanan, tenda, dan masker sangat terbatas.
Muntahan material vulkanik hingga semalam terus terjadi seperti dua hari sebelumnya. Kemarin, antara pukul 07.00-18.00, setidaknya terjadi 12 kali letusan. Rentetan letusan itu membuat warga panik. Kepanikan yang dialami seorang pengungsi di Tosoa, Baidiso (70), bahkan mengakibatkan dia meninggal dunia pada Rabu dini hari pukul 01.00.
Pemantauan Kompas kemarin, letusan gunung setinggi 1.635 meter di atas permukaan laut itu menimbulkan getaran yang cukup kuat. Permukaan tanah terasa berguncang dan kaca-kaca rumah penduduk di kawasan Gamsungi dan Jere pecah berantakan.
Mengeluh
Kondisi letusan gunung yang demikian membuat warga memilih segera mengungsi ke tempat yang aman. Namun, derasnya arus pengungsi tidak dibarengi persediaan pangan maupun masker dan lainnya. Karena itu, warga Jere dan Gimsungi, dua desa terparah akibat letusan gunung itu, mengeluhkan penanganan pengungsi yang demikian.
Dalam kaitan itu, Bupati Halmahera Barat Namto H Robi mengatakan, bantuan masker baru mereka terima dari Jakarta kemarin siang 10.000 buah. "Segera kami bagikan," katanya.
Upaya evakuasi warga terus dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Barat. Sejumlah truk disiapkan untuk mengangkut warga ke Desa Tosoa. Air bersih pun dikirimkan ke lokasi terpencil di kampung-kampung pengungsi. Data Satkorlak setempat menunjukkan, jumlah warga yang mengungsi 8.621 jiwa. Mereka berasal dari sembilan desa.
Warga pada umumnya enggan mengungsi ke Tosoa, lokasi pengungsian resmi pemerintah setempat. Mereka menilai Tosoa sangat jauh dari kampungnya, sekitar 25 kilometer, sehingga sulit untuk mengontrol rumah. "Kitorang harus bayar ojek Rp 30.000 kalau mau mengontrol rumah," kata Kader Dot (58), pengungsi.
Kemarin, para pengungsi masih tinggal di pondok yang terbuat dari batang pohon dengan atap daun pinang hutan. "Jangankan dapat tenda, beras saja belum kami terima," ujar Kader.
Para pengungsi pada umumnya hanya makan singkong dan pisang yang didapat dari ladang sekitar lokasi pengungsian. Sebagian dari mereka bahkan mulai mengalami gangguan pernapasan dan demam.
Menurut Bupati Namto H Roba, Pemkab Halmahera Barat baru menerima bantuan dari Pemerintah Provinsi Maluku Utara 4 ton beras, 50 karton mi instan, 100 lembar terpal, dan 5 tenda Selasa lalu.
Kamis sore
Hingga kemarin Provinsi Maluku Utara masih mendata jumlah pengungsi dan kebutuhan logistik. Bantuan bahan makanan paling cepat baru dikirimkan Kamis sore ini, setelah rapat koordinasi di Ternate, ibu kota Maluku Utara.
Kepala Biro Informasi dan Komunikasi Provinsi Maluku Utara Asril Ahmad mengatakan, bantuan bahan makanan dan tenda belum dikirim karena masih menunggu data pengungsi. "Besok (Kamis) akan dirapatkan lagi semua kebutuhan pengungsi. Setelah itu baru akan dikirimkan bantuan untuk pengungsi," ujar Asril.
Dari pengungsian di Tosoa dilaporkan, persediaan bahan makanan semakin menipis. Tambahan bahan makanan belum ada yang sampai ke barak pengungsian. Persediaan bahan makanan diperkirakan hanya cukup untuk dua hari ke depan.
Dari posko kesehatan, jumlah pengungsi yang sakit terdata 317 orang. Mereka mengalami sakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), malaria, dan diare. Pengungsi yang sakit belum tertangani secara baik karena kekurangan tenaga medis dan obat-obatan. Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat, Rabu siang mengirimkan empat dokter dan delapan tenaga medis ke dua lokasi pengungsian.
Energi seismik
Dari Bandung dilaporkan, penelitian mengenai Gunung Gamnokora akan dikhususnya pada penghitungan energi seismik terkait dengan aktivitasnya serta penelitian mengenai kemungkinan gempa yang terjadi di dalam gunung.
Menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Departemen Sumber Energi dan Sumber Daya Mineral, Surono, di Bandung, kemarin, berdasarkan pengamatan, ketinggian asap letusan memang sudah lebih rendah, yakni sekitar 2.000 meter, meski awannya masih terlihat hitam. Namun, katanya, akan dilihat apakah hal itu disebabkan penurunan aktivitas atau karena melebarnya kolom kawah gunung.
Menurut dia, meski terlihat berbeda, kemungkinan energi tetap sama atau lebih tinggi bisa saja terjadi. (ANG/ZAL/CHE/EVY)

0 comments: